MALANG, Tugujatim.id – Tak lengkap rasanya kalau ke Kota Malang tak mencicipi beragam kuliner yang menggoyang lidah penikmatnya. Meski Kota Malang terus berkembang dengan banyaknya kafe modern yang menjamur, tapi salah satu kuliner maknyus dan legendaris “Pangsit Cwie Mie Soemarto” ini barangkali dapat menjadi pengobat rindu kuliner tempo dulu yang masih menjaga cita rasanya hingga saat ini.
Sudah ada sejak 1965 silam, kuliner yang identik dengan gerobak berwarna hijau ini lama menempati lahan di kawasan Jalan Simpang Balapan Ijen. Lalu, baru-baru ini telah pindah ke Jalan Jakarta, Kota Malang.
Meski begitu, kedai pangsit ini hampir tak pernah sepi dari pengunjung. Berbekal resep sedap yang dipertahankan turun temurun, pangsit ini tetap digandrungi banyak kalangan.
“Ini sudah generasi ketiga. Mungkin sejak 1965. Dulu kakek saya, Soemarto yang berjualan, lalu diteruskan oleh bapak, kemudian saya,” ujar Sutris, 55, pemilik Pangsit Cwie Mie Soemarto.
Harga Terjangkau dengan Beragam Pilihan Menu
Kuliner legendaris ini menawarkan 4 menu dengan dua jenis pilihan, yaitu basah alias berkuah atau kering. Sedangkan untuk banderol harga, Anda bisa menikmati pangsit cwie mie biasa cukup dengan Rp 9 ribu, pangsit cwie mie bakso Rp 11 ribu, pangsit cwie mie ampela Rp 14 ribu, dan pangsit cwie mie spesial Rp 16 ribu.
Soal rasa tak perlu diragukan lagi. Semangkuk cwie mie spesial disajikan sangat komplet. Mulai dari olahan mi tipis yang dibumbui dengan minyak ayam dan disajikan sederhana bersama daging ayam cincang, sawi rebus, bawang goreng, acar mentimun rawit, irisan daun bawang, dan kerupuk pangsit.
Belum lagi tambahan topping berupa bakso dan ampela, menu satu ini semakin menggugah selera.
Menurut Sutris, usaha keluarga ini dirintis dengan kesan tersendiri. Bahkan, awal berjualan semangkuk mi pangsit ini sempat hanya dibanderol Rp 15 saja.
“Dulu ya pernah cuma dijual Rp 15. Trus saya kelas 5 SD, itu sudah Rp 500, terus naik jadi Rp 750 sampai sekarang Rp 9 ribu,” tambahnya.
Saking lamanya berjualan dan cita rasanya yang terus melekat, Sutris mengaku mendapatkan banyak kesan menarik. “Banyak pelanggan lama yang suka kemari, kadang-kadang mereka (pembeli) inget zaman SMA waktu pacaran atau bolos sekolah, larinya ke tempat kakek saya (kedai) ini. Jadi, mereka makannya sambil bernostalgia,” sambung Sutris.
Sementara itu, Sulistyawati, 35, warga Merjosari, Kota Malang, ini mengaku gemar makan di kedai satu ini. Selain harganya yang terjangkau, rasanya juga tidak pernah berubah sejak dulu.
“Enak ya, mienya lembut karena saya suka yang berkuah, seger banget kuahnya. Kadang dilema juga sih ini, beli satu itu kurang, kalau beli dua kadang kenyang banget,” ujarnya sambil tertawa. (fen/ln)