PACITAN, Tugujatim.id – Pacitan tak hanya terkenal sebagai surganya wisata alam, juga sering disebut sebagai Ibu kota prasejarah dunia. Benarkah? Berdasarkan data yang dilansir dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pacitan, terdapat kurang lebih 261 lokasi situs prasejarah yang tersebar di Pacitan. Baik yang sudah dieksplorasi maupun baru sebatas tahapan survei. Tak hanya itu, Pacitan pun telah diakui memiliki 13 Geosite oleh UNESCO.
Menurut berbagai sumber, Pacitan sebagai wilayah Pegunungan Sewu telah dihuni manusia purba dari berbagai generasi, mulai zaman Paleolitikum hingga Neolitikum. Hal ini dibuktikan dengan beragamnya artefak yang ditemukan sesuai dengan periodeisasi teknologi artefak pada masa praaksara. Lantas, di mana saja situs artefak yang ada di Kabupaten Pacitan? Simak penjelasan berikut.
1. Sungai Baksooka
Situs ini terletak di Kecamatan Punung, Pacitan. Seperti unggahan akun instagram banggapacitan, pada tahun 1935, peneliti asal Belanda bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald menemukan ratusan hasil peradaban masa pra-aksara berupa bebaturan dan peralatan dari batu.
Situs itu merupakan bengkel manusia purba terbesar dari kebudayaan Paleolitik yang dikenal dengan budaya Pacitanian. Penemuan tersebut membuktikan bahwa Pacitan telah dihuni sejak zaman pra-aksara.
Peralatan yang ditemukan merupakan peralatan sederhana pada tingkat peradaban berburu dan meramu atau food gathering and hunting yang masih sangat sederhana. Peralatan tersebut seperti kapak genggam, kapak perimbas, kapak penetak, mata panah, serut, alat-alat dari tulang, dan lain-lain.
2. Situs Song Terus
Situs Goa Song Terus yang terletak di Desa Wareng Kecamatan Punung. Masih dalam sumber yang sama, di situs ini, ditemukan lebih dari 70.000 artefak sejak penelitian yang dimulai pertama kali pada tahun 1994. Tahun 1999, ditemukan rangka manusia purba yang diperkirakan sudah berusia sekitar 10.000 tahun yang dinamakan Mbah Sayem oleh warga sekitar dan para arkeolog.
Selain itu, penemuan puluhan artefak yang dihasilkan dari proses ekskavasi di goa Song Terus, membuktikan bahwa ras Austromelanesid telah hidup di goa-goa sekitar Gunung Sewu selama lebih dari 5.000 tahun. Situs ini termasuk dalam periodesasi Paleolitik, namun sebagian alat-alat lain tergolong peralatan zaman neolitik.
3. Telaga Guyang Warak
Tempat yang tak kalah menariknya yaitu Telaga Guyang Warak yang terletak di Desa Kendal, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Nama Guyang Warak berasal dari bahasa Jawa yang mana Guyang berarti mandi, dan warak berarti Badak purba, vertebrata yang kini hampir punah.
Telaga ini konon terbentuk dari cekungan dolina yang terisi air pada ratusan ribu tahun yang lalu. Dahulu merupakan tempat pemandian badak. Lekuk dolina sendiri merupakan cekungan yang tertutup di permukaan kawasan karst yang terjadi akibat proses pelarutan dan peruntuhan.
Panorama yang indah ditambah hawa sejuk telaga ini menjadi bukti keasrian salah satu situs Geopark yang ada di Kabupaten Pacitan. Telaga Guyang Warak pun termasuk dari 13 Geosite di Kabupaten Pacitan yang sudah diakui UNESCO.
4. Situs Ngrijangan
Situs ini terletak di Desa Sooka, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan merupakan situs bengkel beliung terbesar di dunia. Situs tersebut banyak menyimpan batu beliung persegi dan batu rijang dalam jumlah yang besar. Semua artefak ini mewakili alat-alat pada Zaman Neolitik yang berupa kapak perimbas, kapak persegi, kapak corong, kubur persegi, pahat neolitik, serut, ujung anak panah dari batu, kapak genggam, kapak penetak dan alat-alat dari tulang.
5. Song Agung
Song Agung adalah sebuah goa di Dukuh Klepu, Desa Punung, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. Berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id menjelaskan bahwa goa itu memiliki lebar mulut 27 meter, lebar ceruk 7 meter, dan tinggi sekitar 10 meter. Di dalamnya ditemukan lima jenis peralatan, yaitu tatal batu, kereweng, pecahan keramik asing, pecahan tulang. Selain itu juga ada pecahan kerang, fosil tulang hewan, dan sub fosil tulang manusia. Tatal batu diperkirakan sebagai alat serpih dan bilah.
Terkait penentuan tingkatan teknologi alat tersebut dalam periodesasi baik paleolitik, mesoliti, maupun neolitik, para ahli masih mendiskusikannya. Dengan mempertimbangkan lokasi penemuan dari daerah Punung, dan ciri-ciri teknologinya, kedua alat dari song Agung tersebut mempunyai kesempatan sama untuk dianggap sebagai alat serpih dan bilah paleolitik.
Alat serpih dan bilah mesolitik, maupun tatal sebagai limbah produksi beliung persegi neolitik. Menurut para ahli, dari segi lingkungan, terutama tempat kedua alat yang ditemukan di rockshelter, maka kemungkinan diperkirakan sebagai produk budaya mesolitik.