Oleh: Imam*
Tugujatim.id – Siapa sih yang hidup di zaman ini masih belum memiliki atau belum bisa mengoperasikan ‘Ponsel Cerdas’? Sepertinya kita sepakat bahwa hampir setiap orang saat ini memiliki dan mampu mengoperasikan samartphone dalam berbagai aktivitas. Seperti, nonton YouTube, berselancar di media sosial, update berita dan tren kekinian hingga belajar dan bekerja secara online.
Semua kegiatan terdigitalisasi dengan pesatnya kemajuan teknologi internet. Sejatinya, teknologi memungkinkan seseorang untuk melakukan simplifikasi atas pekerjaan yang sedang diselesaikannya. Atau, keinginan untuk membahagiakan diri dengan konten-konten hiburan sesaat.
Persoalannya, apakah hal itu berdampak baik atau buruk? Jawabannya kembali pada intensi serta bagaimana seseorang menggunakannya. Namun mirisnya, banyak di antara anak muda mulai dari generasi milenial, generasi Z, sampai generasi alpha, kehilangan nilai inti sebuah pekerjaan yang disebut proses. Hal ini karena semuanya serba instan.
‘Klik’ telah menjadi jalan ninja bagi anak muda dalam merealisasikan segala sesuatu di pikirannya. Ingin makan? Buka Go-Food, Grab Food, atau Shopee-Food. Ingin belanja? Buka Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee. Ingin ngobrol dengan teman? Buka Whatsapp atau Telegram. Jadi, sekarang banyak sekali cara instan yang bisa dilakukan untuk membuat diri kita bahagia. Itulah yang dinamakan proses ‘Dopamine Hit’.
Hati-Hati Dopamine Hit Berlebihan
Dopamine adalah hormon yang terdapat di otak manusia yang berfungsi sebagai penstimulus kebahagiaan. Sedangkan dopamine hit sendiri berarti serangkaian proses di mana kita melakukan aktivitas yang berpotensi mengundang dopamine untuk terus menerus diproduksi sehingga terjadi penumpukkan di otak.
Kita sering mendengar bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, begitupun keberadaan hormon dopamine dalam otak kita. Ketika kita menumpuk dopamine hit terus-menerus, suatu saat kita akan sampai pada titik di mana kita malas melakukan serangkaian pekerjaan yang tidak dapat disederhanakan.
Pernahkah kalian mengalami burn-out karena belajar 10 menit, padahal kalian mampu berselancar ria di Instagram dan Twitter hingga berjam-jam? Berhati-hatilah, karena bisa jadi teman-teman telah terjebak pada dampak dopamine hit yang telah teman-teman sendiri berikan.
Hingga pada akhirnya, kalian merasa telah produktif karena kelelahan, padahal tidak ada pekerjaan yang kalian selesaikan. Tanpa disadari, produktivitas semakin menurun padahal waktu terus berjalan meninggalkan kalian yang tengah terjebak dalam kebahagiaan semu akibat dopamine hit ini.
Meningkatkan Produktivitas dengan Dopamine Detox
Lantas, apa yang harus kita lakukan agar dapat meningkatkan kembali produktivitas, memunculkan kembali motivasi yang hilang, serta menghapus candu terhadap sebab-sebab terjadinya penumpukan dopamine di dalam otak kita? Jawabannya ‘Dopamine Detox’.
Dopamine detox layaknya kita berpuasa. Puasa tersebut seringkali dikaitkan dengan segala sesuatu yang erat dengan aktivitas penggunaan internet dan gadget, seperti melihat status di media sosial, mendengarkan musik, bermain game, menonton film, dan chattingan untuk sekedar bercanda dengan teman.
Selain puasa internet dan gadget, terdapat dua kebiasaan juga yang harus dihilangkan, yaitu sikap eskapisme atau kecenderungan untuk menghindar dari realitas dengan mencari hiburan dan ketentraman sementara, dan mengapresiasi diri secara berlebihan atau tidak pada tempatnya.
Biasakanlah menahan diri untuk tidak memberikan penghargaan atas diri sebelum selesai melakukan suatu pekerjaan atau masalah. Alih-alih kita membiarkan diri merasa bosan dan sangat bosan, otak akan melakukan reset dengan sendirinya.
Hingga kita sampai pada suatu titik di mana persepsi sebelumnya yang kita anggap sebagai yang membosankan, prioritas-prioritas yang sebelumnya terlupakan dan masalah yang sebenarnya harus kita selesaikan, berubah menjadi hal yang sangat menyenangkan. Mari kita coba dopamine detox.
*Penulis adalah member Pondok Inspirasi