MOJOKERTO, Tugujatim.id – Urusan edukasi dan literasi hukum bagi insan perfilman menjadi perhatian bagi Unim Mojokerto. Hal ini diutarakan oleh Fatihatul Lailiyah, dosen Prodi Ilmu Komunikasi Unim Mojokerto setelah menghadiri Literasi dan Edukasi Hukum Bidang Perfilman dan Penyensoran yang digelar oleh Lembaga Sensor Film Republik Indonesia, Rabu (26/07/2023).
“Semakin banyak yang harus disosialisasikan, seperti Undang-Undang Perfilman. Karena ini menyangkut banyak sektor, mulai dari pembuat film, pemeran, sampai penonton,” kata Fatihah saat ditemui Tugu Jatim, Jumat (28/07/2023).
Fatihatul melanjutkan, LSF itu ibarat gunting. Artinya, memotong atau memberikan sensor film agar siaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif dapat diatasi.
“Ibarat gunting kalau LSF itu. Jadi mengurangi adegan dalam siaran yang berpotensi menimbulkan akibat negatif, khususnya pada khalayak luas,” terang Fatihatul.
Meski demikian, Fatihatul menaruh perhatian lebih kepada beberapa production house (PH) lokal yang berada di wilayah Jawa Timur. PH lokal ini banyak menelurkan karya yang menarik, namun minim dukungan dari pemerintah.
“Banyak PH lokal khususnya wilayah Jatim ini memproduksi film-film pendek yang mengangkat isu sosial masyarakat hingga kearifan lokal. Dan masyarakat banyak yang menyukai hasil karya mereka,” ujarnya.
Fatihatul memberi contoh film-film pendek yang sempat viral sebelumnya.
“Misalnya saja film Tilik. Kalau boleh jujur, film tersebut kan berangkat dari keresahan masyarakat. Lalu dinaikkan menjadi karya film yang tidak terpengaruh oleh selera pasar,” beber Fatihatul.
Tidak hanya itu, Fatihatul juga menyoroti soal regulasi seperti tarif penyensoran karya. Menurut dia, banyak yang belum tahu berapa dana yang diperlukan untuk mengurus penyensoran film.
“Pasti banyak yang membayangkan kalau sensor film itu mahal. Padahal, kalau tahu, sensor karya ini per menit sekitar Rp1.000. Tidak seperti yang dibayangkan,” sambungnya.
Dengan demikian, dia berharap edukasi serupa semakin gencar dilakukan agar masyarakat semakin paham seluk beluk dunia perfilman.
“Kalau edukasinya masif, pasti makin banyak masyarakat yang paham,” ujar Fatihah. (adv)
Writer: Hanif Nanda Zakaria
Editor: Dwi Lindawati