Oleh: Eko Setyo Prayogi, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
‘’Tidak ada rasa penyesalan ketika aku jatuh hati padamu. Aku ikhlas dan rida melepas kepergianmu dengan buah hati kita di sampingmu,” kata seorang lelaki dengan perasaan penuh kesedihan sembari menyentuh pusara milik istrinya bersampingan dengan pusara bayi yang tak bertuliskan nama.
***
Sebuah gerbong kereta bergerak cepat meninggalkan stasiun ibu kota, duduk seorang perempuan muda yang memilih tempat di dekat jendela, cantik tapi pandangannya kosong. Keadaan gerbong kereta yang saat itu sepi membuat suasana hatinya serasa lebih kosong tanpa ada tujuan. Satu pertanyaan besar dalam hidupnya, “Apakah aku layak untuk dicintai?”
Kereta sudah menjauhi ibu kota, meninggalkannya di belakang dengan kepulan asap yang membumbung dari bagian perapian. Suara gesekan rel dengan roda kereta tidak mengubah suasana hati penumpang perempuan tersebut, yang ada hanya menatap jendela dengan perasaan dan pandangan kosong.
Setiap perjalanan pasti ada tempat pemberhentian, begitu juga dengan kereta ini. Tubuh besinya berhenti dengan sempurna sesuai perhitungan masinis dan merapat ke stasiun kota yang jaraknya lebih dari 12 jam perjalanan dari ibu kota. Pintu kereta merekah membuka sempurna diiringi penumpang yang ingin masuk dan keluar dari kereta tersebut, lebih banyak penumpang yang masuk ketimbang penumpang yang keluar.
Di antara penumpang yang turun dari kereta, perempuan dengan tatapan kosong tadi juga ikut turun. Dia turun sambil membawa tas bawaannya yang isinya hanya ada beberapa pakaian. Suasana stasiun saat itu tidak terlalu ramai, perempuan muda dengan rambut lurus sepundak itu hendak keluar dari stasiun. Belum, dia belum melangkahkan kakinya di kota yang bisa dikatakan baru baginya. Dia pun bersenggolan dengan seorang lelaki dengan pakaian rapi yang tampak terburu-buru dengan membawa tumpukan kertas. Alhasil, kertas-kertas tersebut jatuh berserakan.
“Mohon maaf, saya tidak sengaja karena sibuk memperhatikan kertas laporan ini,” kata lelaki tersebut sambil mengumpulkan kertas.
Perempuan tadi hanya mengiyakan dengan anggukan tanpa sepatah kata, lalu meninggalkan lelaki tersebut. Untuk sementara waktu perempuan tadi memutuskan untuk tidur menginap di penginapan yang jaraknya tidak jauh dari stasiun.
“Reservasi atas nama siapa?” tanya administrasi penginapan.
“Salma Salsabila”, perempuan itu menjawab masih dengan tatapan kosong. Setelah mendapatkan kunci, dia langsung pergi ke kamar dan langsung terjatuh dalam tidurnya dengan harapan ketika terbangun besok, semesta akan lebih berbaik hati kepadanya.
***
Salma Salsabila, seorang perempuan dengan mata indah namun tatapannya yang selalu terlihat kosong. Dia menyimpan rahasia yang mungkin hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. Salma memutuskan pergi dari ibu kota dan memendam masa lalunya serta pergi ke kota yang sekarang. Sudah seminggu sejak Salma tinggal di kota ini, suasana hatinya mulai membaik. Dia sekarang tinggal di kontrakan sederhana dekat pusat kota, tidak besar juga tidak kecil, namun sudah dirasa cukup baginya.
Sekarang dia memiliki rutinitas, di pagi hari menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah, baru di siang dan sore harinya dihabiskan dengan berjalan-jalan di sekitar rumahnya sampai ke taman dekat kontrakannya. Salma masih menikmati masa awal-awal dia pindah di kota baru ini. Tabungan yang dia bawa bisa menghidupinya sampai beberapa bulan ke depan. Dia belum berpikir untuk mencari pekerjaan.
Memang benar, semesta seperti mendukung Salma untuk bangkit dari masa lalunya. Dia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya. Sebulan tinggal di kota ini, dia mencari pekerjaan dan akhirnya mendapatkan pekerjaan dengan menjadi penjaga kasir di salah satu minimarket yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari kontrakannya. Setelah beberapa waktu melakukan pekerjaan sebagai penjaga kasir, Salma menemukan sosok yang membuatnya gugup dan merasakan bahwa dia menyukai seorang lelaki untuk kali pertama.
***
“Total belanjanya jadi berapa?” tanya seorang lelaki dengan perawakan tinggi datang menanyai Salma.
Dengan penuh senyum hingga lesung pipinya terlihat, dia memberitahukan harga yang harus dibayar. Tak butuh waktu lama untuk tahu nama dari lelaki yang dia sukai tersebut.
“Eh orang yang tadi datang, kamu tahu namanya?” tanya Salma pada penjaga kasir lain.
“Tahu, itu tadi kan dokter Ryan. Kamu naksir ya,” goda temannya. Salma hanya diam, namun dalam hatinya dia senang karena akhirnya dapat mengetahui nama lelaki yang disuka.
Dan ternyata lelaki yang Salma suka adalah seorang dokter spesialis anak di salah satu rumah sakit di kota tersebut. Sudah beberapa minggu terakhir dokter Ryan suka berbelanja sekantong penuh permen dari minimarket tempat Salma bekerja. Entah perasaan Salma sendiri atau memang dengan seringnya dokter Ryan belanja di minimarket tersebut, sang dokter selalu berada di barisan antre kasir yang dijaga Salma.
Salma sudah merasa bisa diterima di lingkungan yang sekarang dan sudah mulai bisa berdamai dengan masa lalunya. Tatapan dan pandangannya juga sudah terlihat ceria, berbeda sekali saat dia kali pertama datang di kota ini.
Setiap pulang dari bekerja, Salma selalu melewati taman namun lewat begitu saja tanpa memperhatikan sekitarnya. Entah apa yang direncanakan langit baginya. Di suatu sore dengan embusan angin yang menyejukkan, dia seperti biasa pulang dari bekerja melewati taman, tapi kali ini dia memutuskan untuk berhenti. Karena ternyata dokter Ryan, orang yang dia sukai ada di taman tesebut, terlihat sedang berbagi permen dengan anak-anak yang ada di taman.
Tanpa Salma sadari, dokter Ryan juga memerhatikan Salma dari tempatnya dan memutuskan untuk memanggil.
“Kau yang di bawah pohon, ke sini saja bila mau permen,” kata dokter Ryan.
Sadar dia dipanggil, Salma dengan hati senang dan malu akhirnya mendekati dokter Ryan.
“Hai, dokter Ryan! Ternyata permen yang Anda beli untuk anak-anak ini?” tanya Salma sambil meraih permen yang dibawa dokter Ryan dan ikut membaginya dengan anak-anak.
”Iya, aku memang suka anak-anak. Tapi kamu curang, bisa tahu siapa namaku, tapi aku belum tahu siapa namamu?” tanya dokter Ryan.
“Dokter bercanda ya, bukannya dokter selalu antre di tempat saya bekerja. Tidak mungkin dokter tidak tahu namaku, aku Salma,” jawab Salma.
“Salma, di hari yang indah ini dan diiringi embusan angin yang menyejukkan, aku akan membuat pengakuan kepadamu,” ujarnya.
“Mungkin kamu tidak ingat, namun aku ingat betul bahwa orang yang bersenggolan denganmu waktu turun dari kereta adalah aku. Entah mengapa aku merasa sangat gugup saat melihatmu dengan sangat dekat waktu itu. Namun, sesaat setelah bertatapan mata denganmu, aku melihat ada pandangan kosong penuh misterius di matamu Salma. Tapi, waktu itu aku belum tahu perasaan ini dan terlewat begitu saja.”
“Aku hanya menganggap itu hanyalah pertemuan yang tidak sengaja.”
“Namun, saat pertama aku belanja di tempatmu bekerja dan melihatmu di sana, entah mengapa tiba-tiba rasa penasaran akan tatapan kosong di matamu membuatku ingin bertemu lagi dan lagi denganmu. Ditambah lagi kau ternyata memiliki senyum yang indah, berbeda sekali saat kau turun dari kereta dengan raut wajah tanpa ekspresi.”
“Hal itulah yang membuatku penasaran akan dirimu, aku mulai mencari tahu shift kerjamu di sana hanya agar dapat bertemu denganmu.”
”Tapi percayalah Salma, aku mulai melakukan kebiasaanku seperti sekarang dengan berbelanja, lalu antre di meja kasirmu agar aku bisa melihat senyum indahmu,” ujar dokter Ryan pada Salma.
“Dan entah hari ke berapa saat aku bertemu di supermarket tempatmu bekerja perasaan ini ada.”
“Aku suka padamu, Salma.”
Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut dokter Ryan, perasaan Salma bercampur aduk antara bahagia karena lelaki yang disukainya juga memiliki perasaan yang sama. Di sisi lain dia merasa takut bila dokter Ryan mengetahui masa lalunya, kemudian memutuskan pergi dan meninggalkanya sendiri. Bingung dengan perasaannya, Salma memutuskan pergi dan meninggalkan taman dan dokter Ryan dengan mata menahan air mata.
Sesampainya di rumah, dia menangis dan teringat lagi dengan masa lalunya. Memang benar dia ingin disukai, bahkan dicintai seseorang. Namun, dia juga berpikir masa lalunya tidak akan berubah kalau dulunya dia adalah seorang pelacur dari ibu kota. Ingatannya mengenai masa lalunya kembali datang malam itu setelah tahu dokter Ryan juga menyukainya. Salma merasa dia tidak pantas dicintai oleh dokter Ryan.
Seminggu Salma bertahan dengan perasaannya, dia memilih mengambil cuti dari pekerjaan dan hanya menghabiskan waktunya di rumah.
***
Melihat ada sesuatu yang salah dengan Salma, dokter Ryan memutuskan untuk mencari tau apa yang sedang terjadi. Ia bertanyapada teman-teman Salma di minimarket tempat kerjanya.Ia diberitahu bahwa sudah seminggu Salma tidak bekerja. Dokter Ryan lalu menanyankan alamat rumah Salma. Malam harinya ia memutuskan datang ke rumah Salma untuk mengetahui kejelasan dari sikap Salma waktu di taman yang langsung pergi meninggalkanya.
Pukul 9 malam di depan rumah Salma, angin sedang bersahabat dengan suhu udara yang hangat, jalanan yang sepi dengan kendaraan diparkir rapi di sepanjang jalan, dokter Ryan memutuskan mengetuk pintu rumah Salma. Satu kali, dua kali, tiga kali dia mengetuk pintu, tapi tidak ada respons. Dokter Ryan percaya bahwa Salma ada di dalam. Dia tak menyerah dan bertekad untuk datang lagi besok.
Di hari kedua, dokter Ryan datang, masih belum ada jawaban begitu juga di hari ketiga dan keempat. Sebenarnya saat dokter Ryan mengetuk pintu, Salma sedang ada di balik jendela dan melihatnya dari celah korden. Namun, dia tak mampu menjelaskan masa lalunya saat masih di ibu kota kepada dokter Ryan.
***
Setelah mengumpulkan keberanian, Salma memutuskan akan memberitahu apa yang terjadi pada masa lalunya. Di malam berikutnya, benar dokter Ryan datang ke rumah Salma. Kali ini Salma membukakan pintu dan menyuruh dokter Ryan duduk di ruang tamu. Salma duduk berseberangan dengan dokter Ryan. Keadaan senyap beberapa menit hingga Salma meneteskan air mata pertama dan mengalir di pelupuk matanya turun sampai ke pipi.
“Apa kau tidak apa-apa? Bila keadaanmu sedang tidak baik, aku akan pulang. Mungkin lain kali kalau keadaanmu sudah baik, aku akan ke sini lagi dan siap mendengarkan apa pun darimu, Salma,” kata dokter Ryan.
Salma sudah bertekad dia akan menceritakan masa lalunya kepada dokter Ryan malam itu juga.
“Aku adalah perempuan rendahan,” dengan suara lirih Salma memberitahu semua masa lalunya kepada dokter Ryan.
Keadaan menjadi senyap lagi. Salma sudah siap bila dokter Ryan akan pergi, tapi kejadian berikutnya tidak seperti yang ada di pikirannya. Dokter Ryan malah mendekat dan memeluknya dengan hangat.
“Salma, aku tidak peduli dengan masa lalumu, aku percaya bahwa masa lalu tidak akan menang melawan kita karena masa lalu selalu ada di belakang kita. Terlepas dari itu semua, kamu sudah meninggalkannya jauh di belakang.”
Salma menangis karena dia tak menyangka dokter Ryan akan mengatakan hal yang tidak pernah dia bayangkan. Memang kehendak semesta tidak ada yang tahu.
Tidak perlu waktu lama Salma dan dokter Ryan melangsungkan pernikahannya berkonsep outdoor di taman dekat rumah Salma dan diiringi anak-anak yang biasanya bercengkerama dan diberi permen oleh dokter Ryan.
***
Setelah menikah, mereka tinggal di rumah dokter Ryan dan menjalani kehidupan sebagai sepasang suami istri. Kebahagiaan selalu menaungi keluarga baru ini. Salma pun tetap melakukan pekerjaannya sebagai penjaga kasir. Dan saat libur bekerja, dia selalu menyempatkan berkunjung ke bangsal anak rumah sakit tempat suaminya bekerja dan tentunya untuk menemui dokter Ryan dan membawakan makanan.
Suatu hari di bangsal anak rumah sakit.
“Senang sekali ya bisa bercengkerama dan bermain dengan banyak anak kecil,” kata Salma.
“Iya, itu juga salah satu alasanku menjadi dokter anak,” sahut dokter Ryan.
Saat itu juga Salma memberitahukan bahwa dia akan menjadi seorang ibu. Dokter Ryan terdiam mendengar penjelasan Salma, kemudian dengan perasaan senang dia memeluk Salma dan mencium perutnya.
“Akhirnya aku akan menjadi seorang ayah,” ujar dokter Ryan.
Kemudian semua terlihat berjalan baik-baik saja hingga akhirnya musibah menimpa keluarga kecil ini. Seperti pepatah yang mengatakan bahwa setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan, tapi siapa sangka perpisahan Salma Salsabila dan dokter Ryan begitu cepat.
Kebahagiaan yang mereka rasakan saat menunggu kelahiran bayi yang sedang dikandung Salma berakhir dengan rasa kesedihan yang sangat mendalam. Bayinya meninggal di usia 8 bulan karena pendarahan.
Dokter Ryan sebagai suami membesarkan hati Salma, tapi Tuhan berkehendak lain. Sehari setelah bayinya meninggal, Salma juga meninggalkan dokter Ryan selama-lamanya karena dia juga mengalami pendarahan hebat.
“Terima kasih sudah mau menyukai dan mencintai perempuan sepertiku. Maafkan aku, mungkin ini adalah balasan atas dosa-dosaku di masa lalu. Sungguh, maafkan aku,” kata-kata terakhir yang terucap dari mulut Salma kepada dokter Ryan.
***