MALANG, Tugujatim.id – Bila ulang tahun umumnya hanya dirayakan dengan tiup lilin atau potong tumpeng, tetapi tidak dengan ulang tahun pesantren Luhur Baitul Hikmah Kepanjen, Malang. ‘Pesantren Filsafat’ ini merayakan ulang tahunnya dengan menerbitkan 8 buku karya para santri.
Delapan buku yang berhasil diterbitkan di antaranya, Menyibak Tabir Tirai Alquran oleh M Hasani Mubarok, Secangkir Kopi Filsafat ditulis Herlianto. A, Modal Dasar Baca Kitab oleh Ach Yani el-Rusyd, Mahasiswa Agen Perubahan oleh Aisaba S Igobula, Sederhana Itu Tidak Sesederhana Itu dua jilid ditulis Ach Khoiron Nafis, Heri Zanqy dan Difan, Tanpa Logika Loe Gila diterjemahkan Iqbalul Mu’id, dan Aku dan Seluruh Musim yang Terluka oleh Ach Yani el-Rusyd.
Ach Dhofir Zuhry, pendiri pesantren Luhur Baitul Hikmah mengapresiasi atas terbitnya karya par santri tersebut. Menurutnya, di pesantren yang diasuhnya memang mentradisikan menulis untuk mendokumentasikan ilmu dan hasil diskusi.
“Saya ucapkan selamat atas terbitnya delapan buku ini, saya kira belum banyak pesantren yang melakukan demikian,” kata dia dalam sambutannya.
Selain itu, alumni STF Driyarkara tersebut juga menceritakan perjalanan pesantren Luhur Baitul Hikmah yang dimulai sejak tahun 2009. Awalnya, pesantren filsafat ini tidak diniatkan untuk membuat pesantren melainkan sebatas diskusi dan bertukar pengetahuan.
“Tahun 2009 adalah ngaji pertama, kami tak meniatkan membuat pesantren. Karena itu pula saya tidak mau dipanggil kiai atau ustaz. Dan, tak pernah membuka pendaftaran untuk menerima santri, Cuma ada yang datang untuk belajar,” paparnya.
Pada awalnya, pria yang akrab disapa gus Dhofir tersebut mengatakan hanya bertemu dengan para pemuda di Kepanjen, lalu ngaji bersama. Beberapa kitab yang dibaca saat itu, misalnya kitab Burdah, Ta’lim Muta’allim, Minhajul Abidin, dst.
“Pada generasi pertama ini, kita ngaji keliling dari rumah ke rumah, dari kampus ke kampus,” kenangnya.
Lalu pada generasi kedua tahun 2010, mulai menggelar diskusi dengan intens setiap minggunya di sebuah kontrakan di Tawang, Kepanjen. Mendiskusikan secara intens pemikiran para filsuf Yunani Klasik. Saat itu juga didirikan Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Al Farabi.
“Baru setelah itu, ada yang datang mau mondok satu dua orang,” tutur sosok yang juga penulis tersebut.
Maka pada tahun 2011, terpikirkan mendirikan pesantren untuk mewadahi pemuda yang ingin mondok. Pesantren itulah yang diberi nama Luhur Baitul Hikmah, yang secara kurikulum memadukan filsafat, teologi, dan tasawuf.
Sebelum menempati lokasi yang sekarang, pesantren ini sempat berpindah-pindah tempat karena belum memiliki lahan dan gedung sendiri. Dari Ketawang, ke Jl Panglima Sudirkan Ketawang, lalu ke Panarukan, Jalibar, dan kini di Desa Tegal Sari, Kepanjen, Kabupaten Malang.
“Alhamdulilah berkat usaha beberapa stakeholder kita sudah bisa tinggal di tempat sendiri. Terimakasih untuk semua pihak yang telah berkeringat,” kata beliau.
Sementara itu, lurah pesantren, Ach Yani el Rusyd, mengatakan bahwa memang pesantren tersebut memiliki tradisi menerbitkan buku untuk memperingati ulang tahun.
“Sekarang kita terbitkan 8 delapan buku, sebelumnya tahun 2020 ada 5 buku, dan sebelumnya lagi tahun 2019 ada dua buku,” kata pemuda asal Pontianak ini.
Menurut sosok yang biasa dipanggil ustaz Yani ini, ulang tahun kali ini terbilang istimewa. Pasalnya, di tengah kesibukan para santri membangun pesantren, tetapi masih menyempatkan diri untuk menulis.
“Mestinya, ulang tahun ini pada bulan September 2021 lalu, tetapi karena masih ada beberapa buku yang dalam proses cetak akhirnya kita undur ke Desember 2021. Memang kita saat ini sambil menjadi tukang untuk pembangunan pesantren,” kata dia.
Tak lupa ustaz Yani juga membahas sebutan “hilang tahun” untuk acara ulang tahun pesantren. Menurutnya, sebutan tersebut karena dalam setiap ulang tahun yang terjadi adalah umur yang berkurang.
“Waktu ini kan linear dan tidak bisa diulang, jadi dalam ulang tahun berarti ada waktu yang hilang,” pungkasnya.
Turut hadir dalam acara para alumni yang datang dari beberapa daerah, seperti Surabaya dan pulau Ra’as Sumenep, serta Pimred Times Indonesia, Yatimul Ainun. Acara tersebut ditutup dengan penyampaian kesan dan pesan dari para alumni.