Tugujatim.id – Sebuah pernyataan diungkapkan Eko Sriyanto Galdendu. Dia merasa sedih, kecewa, bahkan marah waktu mendengarkan cerita yang katanya sudah beredar di kalangan masyarakat umum mengenai Presiden Jokowi kesepian dan merasa sendiri karena para pembantu-pembantunya bahkan menteri-menterinya tidak mampu mengaplikasikan atau mengerti apa yang menjadi program-program besar Presiden Jokowi.
Hal tersebut diungkapkan melalui akun YouTube one konetvwan, dia menyebut, alasan prihatin dan marah bukan karena dia pernah mendampingi Presiden Jokowi selama kurang lebih 10 tahun sebelum Jokowi menjadi wali kota sampai menjadi presiden. Namun, karena yang memilih, menentukan, dan memutuskan yang menjadi pejabat maupun menteri di lingkungan presiden adalah Presiden Jokowi sendiri.
“Dan pastinya juga mendengarkan masukan dari temen-temen maupun sahabat ataupun pemimpin partai, tim sukses, penasihat beliau (Presiden Jokowi), tapi keputusan tetap di tangan beliau,” ujar Ketua Umum Gerakan Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) itu.
Dia juga mengatakan, sejak 2014 hingga saat ini pemerintahan Presiden Jokowi berlangsung, selalu digulirkan bahwa presiden sebenarnya orang baik dan jujur, tapi karena dibantu oleh orang-orang yang dikatakannya ajur atau hancur maka tujuan besar daripada program pemerintahannya tidak bisa tercapai. Jadi, Presiden Jokowi harus dikasihani ini dia sangat tidak setuju.
“Ini saya benar-benar tidak setuju, Presiden Republik Indonesia jangan kemudian diberitakan dan disuarakan oleh orang-orang dekatnya bahwa dia sendiri kesepian, dan perlu dikasihani. Presiden adalah seorang satria yang punya wewenang, kekuatan, yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan segala permasalahan bangsa dan negara ini,” ungkapnya.
Menurut dia, seorang presiden juga harus mampu eksis, mampu membuat sejarah dalam pemerintahannya, dan mampu meninggalkan warisan. Maka, dia melanjutkan, jika Presiden Jokowi tidak mampu keluar dari permasalahan, kesendirian dan kesepiannya, sebenarnya dia sudah terjebak di dalam sistem, terjebak di dalam belenggu pada kekuasaan itu sendiri, yaitu buai dan bual selalu sama dengan siapa pun kepala negara.
Eko Sriyanto menuturkan, dulu kita mengenal bahasa yang APS (Asal Bapak Senang) sehingga kalau kemudian presiden tidak mampu memahami dengan benar, tidak mengerti sebenarnya hati nurani daripada masyarakat, hati nurani dari rakyat, maka dia terbuai, pemahamannya jadi sempit dan dangkal.
Dengan masa kepimpimpinan Presiden Joko Widodo yang kurang lebih dua tahun lagi, sebagai teman atau sahabatnya, dia berharap pada waktu yang tidak lama, Presiden Jokowi mampu memberikan yang terbaik, dan didukung dan dibantu orang-orang terbaik. Karena sejarah akan menulis apa yang dilakukan selama menjadi pemimpin Republik Indonesi. Dia meminta presiden untuk mendengarkan hati nurani.
“Jangan takut, jangan khawatir, jangan lelah untuk terus kembali kepada jati diri bapak. Saya yakin, dan saya masih percaya kepada Bapak Presiden untuk tujuan baik. Tapi kalau sampai hari ini di republik yang bapak pimpin belum mendapatkan partner, belum mendapatkan sahabat yang benar-benar sahabat, pembantu yang benar-benar membantu, teman yang benar-benar teman untuk bersama-sama berjuang di dalam negeri ini, maka saya khawatir kesadaran dan iling akan datang terlambat,” ujarnya.
Apalagi saat adanya pandemi Covid-19, pastinya menjadi tugas lebih berat lagi, dia menyarankan harus ada wacana-wacana pemikiran yang penuh dengan strategi yang berbeda.
“Bapak Presiden jangan kesepian atau ketersendirian jadilah sepi ing pamrih, rame ing gawe. Jadilah pemimpin yang dari dulu yang saya kenal yang selalu mengutamakan suatu karya, suatu kerja, tidak ada keinginan untuk dikenal maupun diketahui, karena itulah filosofi yang menjadikan bapak jadi seorang presiden,” ungkap Eko Sriyanto.
Terakhir, Eko Sriyanto meminta presiden memperhatikan kiri kanan, merangkai kembali persahabatan, mencintai siapa pun putra/putri bangsa.
“Jadilakanlah mereka semua anak-anak bapak. Jangan melihat seperti yang kadang diinginkan oleh orang-orang dekat Anda. Bapak Presiden Anda tidak punya musuh di negeri ini ketika menjadi bapak bangsa dan bapak negara untuk putra bangsa Indonesia,” ujarnya.