Kisah Diyah Rahmawati Bangkit Lawan Eklamsia Berkat Sayuran Organik

Founder Abang Sayur Organik

diyah rahmawati tugu jatim
Diyah menunjukkan sayur organik di kebunnya. Foto: Lizya Kristanti/Tugu Jatim

MALANG, Tugujatim.id – Pernah berada di titik antara hidup dan mati membuat Diyah Rahmawati Wicaksana Ningtyas (37) berupaya bangkit melawan penyakit yang ia derita: eklamsia.

Menurut pengertiannya, eklamsia adalah kejang yang terjadi pada wanita hamil atau pada masa nifas disertai hipertensi. Sakit itu ia derita saat mengandung anak keduanya pada 2013 silam, saat usia kehamilannya memasuki bulan ketujuh.

“Saya kena eklamsia, keracunan kehamilan, kemudian divonis oleh dokter ini bisa berulang pada kehamilan berikutnya,” ucapnya, pada tugujatim.id, di kantor Abang Sayur Organik di Kota Malang, Jawa Timur, pada Selasa (27/12/2022).

diyah rahmawati tugu jatim
Diyah mengecek sayur organik di kebunnya. Foto: Lizya Kristanti/Tugu Jatim

Akibatnya, ia koma selama empat hari, dan rawat inap di rumah sakit selama satu bulan penuh. Selain itu, buah hatinya tak selamat, meninggal di dalam kandungan.

Saat itu, kata Diyah, belum ada literatur atau referensi yang menunjukkan penyebab pasti eklamsia. “Masih kemungkinan-kemungkinan, seperti paparan polusi pada ibu hamil, faktor makanan, stres, macem-macem,” papar wanita kelahiran Ponorogo, 8 April 1985 itu.

Diyah menyadari bukan hanya ia yang mengalami sakit tersebut. “Kalau misalnya begitu, maka bukan saya aja. Bisa terjadi pada perempuan-perempuan lain di luar sana,” pikirnya. Anggapan itu diperkuat bahwa eklamsia didapuk menjadi penyebab kematian ibu hamil tertinggi kedua di dunia.

Diyah juga meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. “Kalau sakit yang parah-parah itukan biasanya dokter menyarankan konsumsi organik, nah coba deh (saya) searching YouTube nanem sayur organik,” ucap ucap anak dari Poniran dan Kayatin itu.

Pekarangan rumahnya seluas dua kali tiga meter ia tanami berbagai macam sayuran sekali panen seperti sawi-sawian dan bayam-bayaman. Setiap pagi, ia membuat sarapan berupa smoothie dari hasil panen itu untuk konsumsi pribadi sekaligus terapi penyembuhan eklamsia.

Seiring berjalannya waktu, ada masa di mana Diyah kehabisan stok sayur organik dari kebunnya. Solusinya, ia mencari sayuran organik ke supermarket. Namun, Diyah merasa stok di supermarket kerap tidak lengkap. “Kalaupun ada itu udah mulai kering-kering coklat sayurnya,” beber alumni Program Studi Ilmu Tanah Universitas Brawijaya ini.

Di sisi lain, karena terbiasa menanam sendiri, Diyah merasa harga sayur organik di supermarket relatif mahal. Namun ia tetap konsisten mengonsumsi sayur organik dengan harapan sembuh.

Sebenarnya, dokter menyarankan Diyah untuk tidak hamil lagi dalam kurun lima tahun demi kesehatannya. Namun pada 2016, tiga tahun berselang sejak sakit eklamsia, Diyah hamil anak ketiga. Beruntung, kehamilan itu lancar, tidak ada eklamsia.

Pengalaman itu membuat Diyah kerap didapuk menjadi narasumber untuk berbagi cerita soal eklamsia. Respons yang ia terima juga bagus. Ia diminta membuat grup WhatsApp (WA) khusus untuk belanja sayur organik. “Kalau bikin grup WA bikin namanya dulu kan. Namanya apa ya? Saya bayangin cuma abang bakul sayur yang muter, akhirnya pake nama Abang Sayur waktu itu,” jelasnya sambil terkekeh.

Dari sana, lahirlah Abang Sayur. “Saya murni mengawali bisnis Abang Sayur itu tidak bisnis, tapi murni gak pengen kejadian yang menimpa saya kejadian pada ibu-ibu lain,” jelasnya.

Diyah berupaya menjaga tiga kualitas Abang Sayur, yakni sayur organik diterima dalam kondisi segar, pemesanan tidak ribet, dan harga terjangkau di kelasnya. “Saya konsentrasi langsung masuk rumah-rumah biar harga gak terlalu mahal,” jelasnya.

Seiring waktu, grup WA itu makin bertumbuh. Awalnya pengiriman sayur organik hanya seminggu sekali, lama-lama menjadi setiap hari.

Selain itu, Diyah cukup rajin mengikuti berbagai kompetisi. Lewat salah satu kompetisi, Duyah mendapat hadiah mentoring. “Di sana disarankan kalau fokus organik, pakai nama Abang Sayur Organik saja. Lalu kita HAKI-kan,” ucapnya.

Pada 2018, Diyah mendapat bantuan lahan seluas 2 ribu meter persegi dari temannya. Kebetulan, lahan itu tak jauh dari rumahnya. Lahan yang masih berupa rerumputan itu, ia tanami sayur-sayuran organik. Bahkan ia membuat greenhouse dan kolam lele di sana.

Namun sayangnya, lahan luas membutuhkan sistem pengawasan yang lebih. Sayur-sayurannya kerap hilang atau habis dicuri. Terpal di kolam lelenya juga hilang dicuri. “Dari situ sering ada aset hilang. Sementara target saya mendirikan Abang Sayur Organik belum tercapai. Harus merubah pola tapi ini tetap jalan,” ucapnya.

Akhirnya, Diyah menemukan jalan bahwa ia harus menggerakkan orang-orang di sekitarnya untuk ikut menanam. Hingga saat ini, ada 10 petani dan kelompok tani serta beberapa mitra di luar kota yang membantu menyuplai stok sayur organik di Abang Sayur Organik.

Kini dalam sehari, Diyah bisa mengirim sayur-sayuran ke 30 titik berbeda. Hanya berbekal pemasaran lewat media sosial Instagram, Diyah bisa menjangkau pasar Jawa Barat hingga DKI Jakarta. “Sekarang sudah ada ekspedisi dengan pendingin, itu membantu kami,” ucapnya.

Diyah juga pernah menjadi penerima apresiasi Satu Indonesia Award provinsi dari Astra. Ia mengangkat aktivasi pekarangan jadi lumbung pangan keluarga. “Saat itu pandemi (COVID-19) ya. Saya menemukan data tingginya angka perceraian dampa pandemi. Dan ini salah satu upaya membangun harmonisasi keluarga dengan beraktivitas bersama di kebun,” ucapnya.

Diyah berharap, Abang Sayur Organik dapat membantu ibu-ibu menjaga kesehatannya, terutama agar terhindar dari penyakit eklamsia lewat konsumsi sayur-sayuran organik yang mudah didapat. “Cukup ini (eklamsia) jadi pengalaman saya, ibu-ibu lain jangan sampai deh,” pungkasnya.