MALANG, Tugujatim.id – Siapa sih yang tak mengenal Nurhayati Subakat, salah satu perempuan inspiratif di Indonesia, bahkan pendiri PT Paragon Technology and Innovation ini masuk jajaran 50 wanita berpengaruh versi “Forbes 50 over 50 Asia” 2022. Kesuksesan melalui tangan dinginnya tak perlu diragukan lagi dalam membangun sebuah perusahaan kosmetik ternama di tanah air. Bagaimana kisah sukses perempuan inspiratif ini?
Ya, PT Paragon telah berdiri sejak 1985 dan melahirkan banyak brand kosmetik yang populer hingga go international. Satu di antaranya yang paling populer adalah Wardah yang sudah ada sejak 1995. Selain itu, masih ada brand lain seperti Putri, Make Over, Emina, Crystallure, Biodef, hingga Kahf.
Tak ada yang menyangka jika perusahaan raksasa yang sudah bertahan selama 37 tahun ini lahir dari industri rumahan. Bahkan, kini PT Paragon menjadi pabrikan besar yang berpusat di kawasan Jatake, Tangerang, Banten, dengan memiliki 40 kantor cabang distribusi di seluruh Indonesia dan Malaysia.
Kesuksesan dan pencapaian yang luar biasa diraih Nurhayati Subakat ini tidak lepas dari perjuangannya yang tak didapat secara instan. Ya, berjuang dari nol. Tahap demi tahap dia lalui hingga Majalah Forbes mengakui sepak terjangnya dan menjadikan dirinya masuk sebagai 25 pebisnis perempuan paling berpengaruh di Asia pada 2018.
Usut punya usut, semua kesuksesan yang dia raih itu tak lepas dari peran kedua orang tuanya yang selalu menekankan pentingnya arti pendidikan. Nurhayati Subakat lahir dari pasangan Abdul Muin Saidi dan Nurjanah yang tak lain adalah tokoh dari kalangan Muhammadiyah saat itu.
Nurhayati pun ingat betul di mana orang tuanya tergolong sebagai orang yang visioner. Saat tahun itu, kedua orang tuanya sudah mengajari anak-anaknya soal pentingnya keseimbangan antara iman dan takwa (imtaq) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Padahal, kedua orang tuanya adalah pedagang yang begitu sederhana. Mereka pernah jadi tukang potong sapi, jualan makanan, hingga jadi tukang jahit. Tapi, mereka selalu teguh menekankan pada anak-anaknya untuk terus menuntut ilmu.
”Hingga kemudian ayah saya meninggal, tinggal ibu. Dan ibu saya rela susah payah menyekolahkan kami hingga ke jenjang perguruan tinggi,” kata Nurhayati dalam forum Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Batch IV oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, Rabu (09/03/2022).

Karena itu, semangat menuntut ilmu terus digaungkan oleh sang ibu kepada anak-anaknya hingga Nurhayati Subakat lulus sebagai lulusan terbaik di jurusan farmasi Institut Teknologi Bandung pada 1975 silam. Tak berhenti di situ saja, dia terus melanjutkan pendidikan profesi apoteker dan kembali lulus cum laude.
Melihat latar belakang yang kontras tersebut, perempuan berusia 72 tahun kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, ini menyimpulkan bahwa jalannya terjun ke dunia bisnis bukan “by design“, tapi “by accident“. Dunia bisnis bukanlah suatu hal ingin dia dan ibunya geluti.
Kisah Pendiri PT Paragon Technology and Innovation Terjun di Dunia Bisnis
Awalnya ternyata gelar doktor (Dr) dan predikat cum laude itu bukan jadi jaminan seseorang meraih kesuksesan. Nurhayati Subakat yang ingin jadi dosen ini ditolak saat akan melamar kerja sebagai dosen di kampusnya sendiri.
”Waktu itu saya kaget sekali ditolak, tapi ya mau gimana lagi. Mau gak mau, saya harus dapat kerja. Tapi, cari kerja waktu itu memang sulit sekali. Sampai saya dapat kerja jadi tenaga honorer bergaji Rp20 ribu sebulan, tetap saya lakoni,” kenang ibu dari CEO PT Paragon Salman Subakat.
Tak terhitung berapa banyak perusahaan yang dia lamar, tetap menolaknya. Hingga kemudian, seiring berjalannya waktu menuntutnya menemukan tempat berlabuh di salah satu perusahaan kosmetik dari Jerman dengan gaji 3 kali lipat dari perusahaan sebelumnya.
Hingga 5 tahun kemudian, dia merasa kiprahnya di perusahaan tersebut telah usai. Nurhayati memilih resign dan memilih jalan berwirausaha. Berbekal kemampuan dan pengalamannya di bidang farmasi, dia menemukan formula khusus untuk produk kosmetiknya.
Bersama 2 orang pembantunya, Nurhayati bersama suaminya Hadi Subakat, nekat memproduksi sampo untuk disuplai di salon-salon. Dari situlah namanya mulai dikenal. Perlahan tapi pasti, Nurhayati terus unjuk diri berinovasi dan kembali meracik formula-formula baru untuk produk kosmetik hingga berkembang besar sampai sekarang dan memiliki 12 ribu karyawan.

”Ini yang saya sebut kiprah saya menjadi pengusaha itu bukan by design, tapi by accident. Gak sengaja. Sekarang saya mikirnya udah beda, ya untung dulu saya gak jadi dosen. Untung juga bos saya galak. Itu semua yang mengantarkan saya sampai jadi sekarang,” ujarnya.
Kunci Sukses, Anut Prinsip Kebermaknaan Hidup
Bertahannya PT Paragon di bawah kendali Nurhayati Subakat selama 37 tahun bukan perkara soal keberuntungan. Tapi, ada andil prinsip yang dia pegang di perusahaan ini cukup berbeda dari kebanyakan yang berorientasi pada bisnis semata.
PT Paragon rupanya punya prinsip kebermaknaan hidup yang kuat dan mendarah daging. Nurhayati dan Paragonian—sebutan untuk kedua belas ribu karyawannnya— menyebutnya Lima Nilai Inti (Core Values). Yaitu, Ketuhanan, Kepedulian, Kerendahan Hati, Ketangguhan, dan Inovasi.
”Ini yang jadi pijakan kami. Alhamdulillah, itu menjadikan perusahaan ini bertahan dan bermanfaat. Dengan terus memberikan makna, dengan itu kami yakin akan terus bertumbuh. Prinsip kebermaknaan hidup,” jelas Nurhayati.
Nilai-nilai ini juga bukan hanya didasarkan pada kajian teoretis belaka, tapi juga didasarkan dari pengalaman. Pernah suatu ketika, perusahaan yang sedang dia rintis itu kembali diuji.
Nurhayati mengisahkan, waktu itu pada 1990-an, gudang pabriknya mengalami kebakaran hebat. Kerugian yang dialami tidak bisa ditaksir. Dan keputusan tutup adalah opsi rasional yang biasanya dipilih pengusaha ketika dihadapkan pada situasi sulit ini. Namun, Nurhayati tidak berpikir seperti itu.
”Opsi rasionalnya memang harus tutup. Tapi, saya kemudian kepikiran nasib karyawan-karyawan. Saya tidak sampai hati memilih opsi menutup perusahaan. Berat sekali, apalagi waktu itu mau Lebaran,” kenangnya.
Di situlah, nilai kepedulian—salah satu Lima Nilai Inti— yang dipegangnya punya daya magis yang ajaib. Berangkat dari tanggung jawab memikul nasib para karyawan, PT Paragon kembali bangkit dan bertahan hingga sekarang menjadi salah satu perusahaan raksasa kosmetik di tanah air.
Berprinsip Kawal Pendidikan Bangsa
Seiring waktu berjalan dan dunia bisnis yang terus berkembang tak membuat PT Paragon Technology & Innovation mengingkari prinsip kebermaknaan hidupnya. Selain fokus memperkuat bisnis, Paragon yang sudah menginjak generasi ketiga ini tetap memegang teguh warisan leluhur soal pentingnya pendidikan.
Paragon dengan tegas menjadi perusahaan yang berdiri paling depan mengawal pendidikan untuk bangsa. Paragon juga telah memberi beasiswa kepada lebih dari 600 putra-putri bangsa lewat berbagai program. Di antaranya, program magang, riset bersama kampus, wadah pengembangan mahasiswa, program Master Class, Generasi Relawan, hingga Jaringan Penggerak Pendidikan dan berbagai program Corporate Social Responsibility-nya.
”Karena dengan pendidikan bisa mengubah nasib seseorang, juga bisa mengubah nasib bangsa. Kalau saya, pendidikan adalah jalan tol menuju kesuksesan,” tegasnya.
Lewat berbagai program itu pula, Nurhayati Subakat punya angan-angan agar 5 nilai inti yang yang dianut PT Paragon selama ini juga bisa diwariskan kepada generasi penerus bangsa agar memiliki karakter atau soft skill yang juga dibutuhkan dalam dunia bisnis.
“Karena visi kami bukan hanya sekadar mencari uang, tapi juga bagaimana caranya agar perusahaan ini bisa membawa manfaat untuk orang lain,” ucap perempuan yang juga anggota Majelis Amanat ITB ini.
Terpisah, CEO PT Paragon saat ini Salman Subakat mengaku banyak belajar dari ibunya. Di usianya yang semakin senja, tak membuat dirinya digdaya. Ibunya terus menjadi inspirasi dan teladan untuk menjadi manusia yang terus belajar dan bermanfaat.
”Yang saya kagum dari Ibu (Nurhayati Subakat, red) itu tidak suka banyak omong, ceramah. Tapi, banyak ke aksi nyata, jadi contoh. Kami anak-anaknya selalu nyontoh apa yang dilakukan ibu,” tutur Salman.
Dari semua hal yang diajarkan itu, Salman juga punya kepedulian yang sama terhadap dunia pendidikan. Karena itu, dia juga merasa perlu mengajak awak media untuk menjadi salah satu pionir dalam memajukan pendidikan bangsa.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim