PASURUAN, Tugujatim.id – Urban farming atau teknik pertanian di perkotaan apabila ditekuni mempunyai potensi besar sebagai peluang bisnis bagi anak muda milenial.
Seperti halnya yang dilakukan Wahyu Iqsan (30), pria asal Kelurahan Bakalan, Kecamatan Bugul Kidul, Kota Pasuruan, Jawa Timur.
Berawal dari coba-coba membantu temannya, Wahyu justru sukses menjadi salah satu pengusaha sayuran hidroponik dan organik di Kota Pasuruan.
Usaha produksi sayuran hidroponik dengan nama “Wish Farm” ini dibangun Wahyu sejak 2018 lalu. Mulanya, pria yang juga bekerja di salah satu BUMN bidang telekomunikasi ini hanya ingin mengisi waktu luang sambil membantu temannya yang kesulitan mendapat pekerjaan.
“Karena teman saya itu jurusan pertanian, daripada nggak ada kegiatan, akhirnya bareng-bareng belajar hidroponik dari YouTube, ternyata kok keren ya,” ujar Wahyu, pada Minggu (26/3/2023).
Di tengah perjalanan usaha bisnisnya, Wahyu harus merelakan temannya yamg memilih untuk bekerja di tempat lain. Karena hanya memiliki bekal ilmu ekonomi, Wahyu harus belajar dasar-dasar ilmu pertanian hidroponik dari nol. Mulai dari teknik menanam, penyaluran air di pipa hidroponik, pemberian nutrisi, hingga cara untuk panen.
“Belajar otodidak karena gak ada basic pertanian sama sekali. kebanyakan belajar dari media sosial, sesekali juga sowan ke orang lebih ekspert,” ungkapnya.
Kata Wahyu, teknik untuk mengelola urban farming teknik hidroponik termasuk lumayan mudah. Hal utama yang harus disiapkan adalah instalasi lubang tanam lengkap dengan pompa airnya.
“Setelah itu, tinggal menanam bibit tanamannya ke rockwoll dan mengontol kadar PH air dan nutrisinya saja,” imbuhnya.
Selain itu, pertanian sistem hidroponik tidak harus membutuhkan area yang luas seperti pertanian konvensional. Petani hidroponik bisa memanfaatkan di lahan-lahan sempit di tengah perkotaan.
Di sisi lain, sistem hidroponik yang tidak menggunakan pestisida dan hanya menggunakan pupuk nutrisi organik menjadikan hasil sayuran lebih sehat.
“Kita juga untung karena juga lebih dekat dengan pasar, daripada bertani di desa yang masih butuh biaya distribusi buat ke pasar. Sedangkan kualitas kita bisa bersaing dengan desa,” ungkapnya.
Saat ini, Wahyu memiliki dua lokasi lahan yang dikembangkan untuk urban farming.
Lahan pertama berada di Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo Kota Pasuruan, difokuskan untuk pertanian hidroponik sayuran jenis sawi pakcoy dan sawi caisin. Di lahan seluas 18×18 meter ini, ada sekitar 4.500 lubang tanam hidroponik. Dari ribuan lubang tanam tersebut, Wahyu bisa menghasilkan hingga 600 kilogram sawi pakcoy dan caisin.
“Satu kilonya dijual Rp17 ribu. Omset sebulan bisa antara Rp8 juta sampai Rp9 juta. Apalagi daya serap pasar sedang bagus karena masyarakat sudah tahu manfaat sayuran sehat,” jelasnya.
Sementara lahan kedua berada di Kelurahan Petahunan, Kecamatan Gadingrejo, Kota Pasuruan, yang rencananya akan dibangun sebagai taman edukasi urban farming untuk pelajar sekolah. Di mana selain pertanian sistem hidroponik, ada pula kebun tanaman-tanaman organik dan kolam budi daya lele dan nila.
Untuk tanaman organik, Wahyu membudidayakan beberapa tanaman dari luar negeri, seperti apel putza atau apel mini dari India, kemudian ada black sapote atau kesemek hitam dari Meksiko.
Selain itu, ada pula tanaman lokal seperti terong lalap ungu, klengkeng merah, hingga cabai, dan jahe-jahean.
“Ke depannya juga ada ternak bebek juga, kalau bisa juga jalan usaha maggotnya. Jadi nantinya maggotnya bisa buat pakan ikan, kotoran lelenya dibuat pupuk, jadi semuanya berkesinambungan,” pungkasnya.