TUBAN, Tugujatim.id – Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itulah peribahasa yang pas untuk warga terdampak proyek strategis nasional pembangunan kilang minyak di Tuban. Sebab, setahun yang lalu ada beberapa warga desa Kabupaten Tuban yang mendadak menjadi miliarder pasca ganti rugi pembebasan lahan kilang minyak. Namun, ada sebagian warga lainnya yang justru hanya mendapatkan ganti untung kurang dari Rp1 miliar.
Seperti yang dialami warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Tuban. Rumah sekaligus pekarangannya harus relokasi masuk lokasi pembangunan Kilang Grassroot Refinery (GRR) Tuban. Imanul Hakim, warga yang terdampak relokasi pembangunan kilang minyak di Tuban itu menuturkan, ada 45 kepala keluarga (KK) warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, yang mendapatkan uang ganti pembebasan dari Pertamina senilai Rp1 miliar lebih hanya beberapa orang.
“Kalau yang miliarder itu warga Desa Sumurgeneng dan Wadung Krajan karena banyak lahan pertaniannya yang terdampak pembebasan lahan. Kalau kami, rumah dan pekarangan saja,” kata Imanul kepada Tugu Jatim, Kamis (27/01/2022).
Dia menyebutkan, mayoritas warga Dusun Tadahan memang banyak yang tidak memiliki lahan garapan karena sudah kena duluan pembebasan lahan oleh PLTU pada 1986 silam.
“Sebagian warga yang masih muda memiliki skill bekerja di PLTU, tapi mayoritas petani,” terangnya.
Setelah adanya pembangunan kilang minyak di Tuban ini, mereka rela harus berpindah dan tidak memiliki sumber penghasilan lagi. Sebab, lahan pertanian sekarang sudah tidak ada lagi.
“Kalau saya masih ada pekerjaan, terus yang saya pikirkan itu tetangga yang dulu hanya buruh tani, sekarang lahannya sudah dijual semua,” jelasnya.
Warga lainnya bernama Suwarno juga mengatakan hal yang sama. Dia mengaku tidak tega melihat kondisi tersebut dan berharap pihak perusahaan menepati janjinya yang akan memperkerjakan warga terdampak, terutama yang yang direlokasi.
Bayangkan, dia mengatakan, seperti Pak Musanam tidak punya lahan pertanian lagi, dapat uang pembebasan dipakai beli tanah dan bangun rumah, uangnya sudah habis. Sementara untuk biaya hidup, dia terpaksa harus menjual hewan ternaknya karena tidak ada penghasilan tetap sejak terdampak relokasi.
“Kalau begini terus, ya habis hewan ternaknya dijual. Karena tidak ada penghasilan yang didapatkan,” ungkapnya.
Di tempat lain, Kepala Desa setempat Sasmitho saat dikonfirmasi mengatakan, ada sekitar 151 kartu keluarga (KK) dan satu rumah tempat ibadah yang terkena dampak relokasi untuk kilang minyak. Dari jumlah tersebut, hanya 20 persen yang memiliki lahan dan sisanya bangunan rumah dan pekarangan.
“Hampir rata-rata pekerjaan warga kami sebagai petani, baik punya lahan maupun buruh tani,” kata Sasmitho.
Menanggapi aksi sebelumnya, pria yang akrab dipanggil Pak Inggi Minto ini menambahkan, sebenarnya itu dipicu warga ring satu yang terdampak, tapi tidak memiliki pekerjaan. Karena lahan yang sudah dibebaskan untuk pembangunan kilang minyak.
“Ya memang kami memahami belum ada pengerjaan, tapi diperhatikanlah. Warga kami yang dulu diberikan janji, kalau tanahnya dilepas akan mendapatkan pekerjaan atau pemberdayaan. Lha mereka menagih itu,” terangnya.
Sasmitho optimistis, jika proyek pembangunan kilang minyak sudah berjalan akan bisa menyerap tenaga kerja hingga 30 ribu orang. Dan 3 ribuan pekerja sudah beroperasi.
“Ya dipersiapkan juga kompetensi dari pemuda ring satu. Seperti diberikan pelatihan sehingga saat sudah beroperasi bisa juga terserap,” tambahnya.
Untuk diketahui, pada 24 Januari 2022, paguyuban pemuda enam desa ring satu melakukan aksi turun jalan di depan pintu gerbang kilang Grassroot Refinery (GRR) Pertamina Tuban. Mereka menutut agar perusahaan lebih memperhatikan warga ring yang terdampak relokasi, terkhusus masalah ketenagakerjaan.
Mereka menganggap selama ini pihak Pertamina Kilang Minyak GRR tidak melibatkan pemerintah desa ring satu dalam perekrutan tenaga kerja. Sebab, mereka yang tahu kondisi di lapangan seperti apa.
Selain itu, juga mereka menagih janji. Jika tujuan pembangunan kilang minyak akan memberi kesempatan dan mengedukasi warga terdampak dan mempertanyakan terkait masalah mempekerjakan pensiunan aparat yang notabenenya usia lanjut. Mengapa warga terdampak yang seharusnya diberdayakan malah dipersulit untuk bekerja dengan dalih pembatasan usia.