MALANG, Tugujatim.id – Masih teringat jelas, satu minggu sebelum Idulfitri. Sehabis sahur, Rahayu menembus jalanan yang masih gelap dan sepi. 15 menit dari rumah, hujan deras mendera. Ia bersama om-nya berhenti sejenak untuk memakai jas hujan. Dingin dan basah kuyup tidak menyurutkan semangatnya berangkat ke Stasiun Malang Kota Lama. Mengunjungi kota terbesar di Jawa Timur, dan menjadi yang terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota metropolitan dengan jumlah penduduk mencapai 3.157.126 jiwa (2020). Ya, betul sekali, Surabaya.
Pagi itu ia hendak ke Surabaya untuk menghadiri Workshop Edukasi Gizi dan Pencegahan Anemia bagi Remaja yang diadakan oleh BKKBN Provinsi Jawa Timur (2/4/2023).
Kesempatan itu ia terima dengan senang hati. Selain karena ia tertarik dengan isu remaja, bonusnya juga bertemu kawan-kawan baru, dan tentunya bisa tidur di hotel lagi.
Gadis berkaca mata itu menyampaikan bahwa Workshop Edukasi Gizi ini merupakan upaya memperkuat intervensi spesifik yang menjadi faktor penting dalam percepatan penurunan stunting. Intervensi ini salah satunya dilakukan BKKBN melalui penguatan peran remaja sebagai konselor sebaya.
Kegiatan itu diikuti 152 orang terdiri dari Ketua/Pengurus Insan GenRe (Generasi Berencana), Ketua/Pengurus COE PIK-R, Ketua/Pengurus Saka Kencana di Jawa Timur yang dibagi menjadi beberapa angkatan.
Tentunya, kata dia, kegiatan ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 yang mengatur tentang Percepatan Penurunan Stunting yang holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara pemangku kepentingan merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam mengurangi angka stunting di Indonesia. Apalagi jika melihat Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022 tentang Stunting di Jawa Timur sungguh membuat kita mengelus dada yaitu 19,2 persen.
Tak hanya itu, jumlah pernikahan usia di bawah 20 tahun juga cukup tinggi sekitar 34.090, diikuti masih tingginya dispensasi Perkawinan Usia Anak yakni 15.408.
Intervensi spesifik dengan penguatan kapasitas dan perilaku remaja menjadi salah satu upaya yang dilakukan dalam percepatan penurunan stunting. Sebagai calon pasangan, remaja perlu mendapatkan penguatan kapasitas dan perilaku agar memiliki pemahaman, kesadaran, dan perilaku yang positif sehingga memiliki status gizi dan kesehatan yang ideal.
Hal ini pun juga dituturkan oleh Kepala BKKBN Jatim, Dra Maria Ernawati MM dalam sambutannya menyampaikan bahwa periode remaja merupakan salah satu periode paling kritis dalam perkembangan manusia dan status kesehatannya akan berdampak pada fase kehidupan berikutnya. Sehingga perlu dilakukan edukasi terus-menerus dan berkelanjutan terutama kebiasaan dan pola konsumsi, penggunaan tablet tambah darah kecakapan life skill yang diharapkan remaja untuk tidak melakukan pernikahan dini, tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan tidak melakukan penyalahgunaan NAPZA.
Setelah kepulangannya dari workshop tersebut, ia bersama Insan GenRe, PIK Remaja, dan Saka Kencana mengadakan kegiatan serupa di Kabupaten Malang, pada Rabu (17/5/2023).
Mengawali sesi pertama dalam workshop tersebut, Rahayu menjelaskan mengapa workshop ini penting. “Tujuan program GenRe adalah untuk mengajak remaja merencanakan masa depannya. Mulai dari pendidikan, karir, kehidupan bermasyarakat hingga menjaga kesehatan tubuh. Kita ini menjadi ujung tombok generasi di masa depan,” jelasnya.
Mengapa? “Setidaknya ada dua alasan menjawab ini,” ucapnya.
Pertama, remaja adalah individu-individu calon usia produktif yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan dan penerus perjuangan bangsa ini, sehingga harus benar-benar dipersiapkan agar memiliki SDM yang berkualitas.
Kedua, remaja merupakan individu-individu calon pasangan yang kelak akan menikah dan menjadi orang tua, sehingga perlu dipersiapkan sebelum berkeluarga. Apabila gagal dalam membina remaja, maka ini akan menjadi ancaman kegagalan pembangunan (karena gagal menyiapkan aktor-aktor pembangunan yang unggul) dan ancaman kegagalan kualitas generasi berikutnya (karena gagal dalam menyiapkan para orang tua yang berkualitas), yang akibatnya melahirkan anak-anak yang stunting.
Semua mata tertegun padanya. Ia tak hanya mengtransfer informasi tetapi juga berkisah tentang perjalanannya hingga menjadi Fasilitator Kabupaten Malang.
“Wah, gila ya, saya kira workshop ini seperti workshop yang sudah-sudah, ternyata ini beda. Kita punya PR besar setelah ini. Apalagi Kabupaten Malang nih, nomor satu jumlah remaja yang harus diedukasi, sebanyak 21.004 remaja. Tapi alhamdulillah, hari ini Kabupaten Malang bisa melakukan edukasi gizi dengan target prioritas yakni 131 remaja. Tentunya setelah ini akan lebih ditingkatkan lagi edukasi gizi baik melalui penyuluhan, poster, live Instagram, atau car free day,” ucapnya.
Pada akhirnya, kata dia, percepatan penurunan stunting tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja. Melainkan harus saling bahu-membawa semua pihak, khususnya remaja. Remaja bukan hanya objek pembangunan, tetapi remaja juga merupakan subjek pembangunan. Ia harus diberi kesempatan untuk mengambil peran dalam percepatan penurunan stunting ini.