News  

Malang Siaga Satu, 4 Wilayah Sempadan Sungai Rawan Bencana

Malang siaga satu. (Foto: Rubianto/Tugu Jatim)
Ilustrasi aliran deras di wilayah Kampung Warna Warni Jodipan Kota Malang. (Foto: Rubianto/Tugu Jatim)

BATU, Tugujatim.id – Status Malang siaga satu diberlakukan saat memasuki musim hujan. Bahkan,  empat daerah di Kota Batu dan Malang, Jatim, rawan bencana karena berada di dataran tinggi.

Malang siaga satu diperkuat dengan adanya bencana hujan deras yang mengguyur sejak Oktober 2022. Hal itu mengakibatkan banjir dan genangan, baik di jalan-jalan maupun daerah aliran sungai (DAS). Di masa darurat ini, diperlukan komitmen bersama untuk mengatasi persoalan banjir sejak dini.

Kota Batu dan Malang secara topografi memang menjadi wilayah dengan potensi bencana tinggi. Sebab, Malang berada di lokasi perbukitan yang sebagian besar tanahnya terbentuk dari hasil pelapukan material erupsi sehingga tanah relatif mudah tererosi air.

Ada beberapa lokasi sempadan 4 sungai besar di wilayah Malang yang rentan longsor. Keempat sungai ini yaitu Sungai Brantas, Amprong, Bango, dan Metro. Lokasi rawan longsor di sempadan Sungai Brantas ada di sekitar daerah Penanggungan, Oro-Oro Dowo, Polehan, Jodipan, Kota Lama, dan Mergosono.

Karena itu, PJT I mulai mengaktifkan pengawasan kenaikan debit air sungai, khususnya pada DAS Brantas. Kepala Departemen Humas dan Informasi Publik PJT I Didit Priambodo menjelaskan, alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) sudah dipastikan aktif di sejumlah titik sungai.

Total jaringan pemantauan sistem telemetri di Brantas terdiri dari 70 stasiun pemantau curah hujan (ARR) dan 52 stasiun pemantau tinggi muka air (AWLR) yang dapat menginformasikan data secara realtime.

”Ada batasan siaga di setiap stasiun pemantauan itu. Batasan tersebut dibagi dalam 3 (tiga) tingkatan siaga yaitu siaga hijau, kuning dan merah, yang secara berurutan menggambarkan tingkat bahaya yang lebih tinggi,” papar Didit dikonfirmasi beberapa waktu lalu.

Sejauh ini pantauan tinggi muka air Sungai Brantas masih berkisar di 387.58 m. Artinya, masih normal. Meski begitu, data elevasi dan debit sungai dan waduk untuk instansi berwenang selalu diberikan secara realtime melalui aplikasi.

Data pantauan yang diperoleh dari sel akan terintegrasi ke dalam Smart Water Manajemen System (SWMS). Melalui platform digital ini, PJT dapat memantau kondisi siaga banjir di seluruh wilayah kerja, salah satunya Sungai Brantas.

Selain itu, melalui platform SWMS tersebut PJT I juga dapat berbagi data real time dengan beberapa instansi berwenang dalam pengendalian banjir. Seperti BBWS Brantas, Dinas PU SDA Provinsi, dan lainnya.

Berbagai upaya PJT I untuk mengurangi potensi terjadinya banjir bandang sebenarnya sudah dilakoni setiap waktu. Hanya saja, memang hanya sebatas bersifat rekomendasi. Meski begitu, upaya nyata lain dilakukan dengan melakukan kegiatan konservasi untuk menurunkan laju erosi, penghijauan, hingga konservasi sipil teknis (pembuatan dan penahan/rapes).

Sementara itu, Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) I Raymond Valiant Ruritan mengatakan pentingnya kolaborasi dan komitmen bersama mengatasi persoalan banjir adalah kunci meminimalisasi dampak bencana.

“Kita semua perlu beradaptasi, melakukan mitigasi risiko mengingat kondisi daerah tangkapan air yang semakin kritis. Kolaborasi dan komitmen melakukan pengelolaan dampak banjir secara sistematis dalam hal ini penting sekali,” kata Raymond.

Saat ini, PJT I juga kembali memetakan kondisi wilayah hulu paling baru. Peta gambar ini nanti bisa dipakai sebagai langkah mitigasi pencegahan banjir bandang seperti pernah terjadi pada 4 November 2021.

Pemetaan ini nantinya akan menggunakan pesawat nirawak atau drone. Dari situ nanti bisa dilihat ada perubahan seperti apa pasca banjir bandang. Waktu usai kejadian itu, PJT I telah mengambil gambar kondisi hulu sungai.

Menurut Raymond, ada 3 area yang dipotret oleh PJT I di antaranya kawasan Pusung Lading dan Alas Bengkin.