Mengapa Sura dan Buaya Selalu Bertengkar? Begini Kisah Asal Mula Nama Kota Surabaya

Mengapa Sura dan Buaya selalu bertengkar.
Ilustrasi cerita rakyat Sura dan Buaya. (Ilustrasi: Imam A. Hanifah/Tugu Jatim)

SURABAYA, Tugujatim.id – Mengapa sura dan buaya selalu bertengkar? Tentu pertanyaan ini sering Anda pikirkan jika penasaran tentang bagaimana sejarah nama Kota Surabaya, Jatim. Pertanyaan yang sama juga akan muncul jika melihat berdirinya monumen ikan hiu dan buaya yang ada di depan Kebun Binatang Surabaya.

Cerita tentang sura dan buaya memang tidak lepas dari cerita rakyat yang turun-temurun diceritakan. Ada pula yang memaknai asal kata “Sura” dan “Buaya” yang melambangkan keselamatan dari bahaya. Namun, ada kisah lain yang menyebutkan jika penamaan ini tidak lepas dari kemenangan Raden Wijaya yang mengusir tentara Tar-Tar dari Tiongkok.

Cerita Rakyat Sura dan Buaya

Lalu mengapa sura dan buaya selalu bertengkar? Kisah dari cerita rakyat ini diawali dengan peristiwa perkelahian antara ikan Hiu Sura dan Buaya yang terjadi berkali-kali. Perkelahian di samudera itu tidak pernah berakhir karena keduanya sama-sama kuat dan cerdik.

Karena tidak pernah ada yang kalah dan menang, suatu hari kedua binatang buas ini merasa bosan dan ingin mengakhiri perkelahian. Mereka ingin berdamai.

“Saya sudah bosan berkelahi terus,” ujar Hiu Sura.

“Sama. Saya juga bosan. Jadi apa yang harus kita lakukan agar tidak berkelahi lagi?” balas Buaya.

Rupanya ikan Hiu Sura sudah memiliki rencana sendiri di balik ajakannya untuk berdamai. Dia ternyata ingin membagi daerah kekuasaan.

“Agar kita tidak berkelahi lagi, sebaiknya kita membagi wilayah. Saya akan berkuasa di lautan dan wilayah perairan, dan kamu, Buaya, akan berkuasa sepenuhnya di daratan,” jelas Hiu Sura.

Batas wilayah keduanya yakni area pasang surut air laut atau pantai.

“Oke, saya setuju usulmu,” sahut Buaya.

Mengapa Sura dan Buaya selalu bertengkar.
Ilustrasi cerita rakyat Sura dan Buaya. (Ilustrasi: Imam A. Hanifah/Tugu Jatim)

Dengan adanya perjanjian tersebut, kedua binatang buas itu pun akhirnya sudah berhenti berkelahi lagi. Keduanya sepakat untuk menghormati wilayah yang sudah dibagi. Tapi suatu hari, perjanjian itu dikhianati oleh Hiu Sura.

Secara diam-diam, Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Dia melakukannya secara tersembunyi agar tidak diketahui oleh Buaya. Namun sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Peribahasa itu juga akhirnya dialami oleh Hiu Sura.

Suatu hari Buaya memergoki kelakukan Hiu Sura yang diam-diam mencari mangsa di sungai. Buaya pun marah besar. Dia langsung menghardik Hiu Sura.

“Hai Sura, mengapa kamu melanggar perjanjian yang sudah kita sepakati bersama? Mengapa kamu masuk ke wilayahku?”

Tanpa merasa bersalah, Hiu Sura pun berusaha membela diri.

“Melanggar kesepakatan? Bukankah sungai masih termasuk wilayah perairan?” jawab Hiu Sura.

Buaya tetap tak terima.

“Sungai itu sudah masuk wilayah daratan. Tempatmu di laut,” tegas Buaya.

“Apa kau cari gara-gara? Aku tak sebodoh yang kau kira. Kalau kau bermaksud membodohiku, maka kita buktikan saja dengan kekuatan,” teriak Buaya dengan nada tinggi penuh amarah.

“Berkelahi lagi? Oke siapa takut,” tantang Hiu Sura yang tetap tak merasa bersalah.

Akhirnya pertarungan hebat pun tak terelakkan.

Mengapa Sura dan Buaya selalu bertengkar.
Ilustrasi cerita rakyat Sura dan Buaya. (Ilustrasi: Imam A. Hanifah/Tugu Jatim)

Kedua hewan buas itu beradu kekuatan. Karena sama-sama gesit, mereka bertarung mati-matian dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya Buaya bisa menggigit ekor Hiu Sura hingga hampir putus. Begitu pula Hiu Sura, bisa melukai pangkal ekor buaya hingga keduanya bersimbah darah. Hiu Sura akhirnya kembali ke laut dan Buaya dapat mempertahankan wilayahnya.

Pertarungan ini rupanya sangat membekas di hati masyarakat. Karena itu, warga menamai lokasi tersebut sebagai Surabaya hingga kemudian juga membangun monumen ikan Hiu Sura dan Buaya sebagai simbol.

Kisah Raden Wijaya Mengalahkan Pasukan Tar-Tar Tiongkok

Selain cerita rakyat yang turun-temurun dikisahkan, juga ada pendapat lain mengenai asal usul nama Surabaya. Pemaknaan Surabaya diambil dari asal kata “Sura” dan “Baya”. Sura sendiri berarti jaya atau keselamatan, sedangkan baya diartikan sebagai bahaya.

Anggapan ini didasarkan pada pertarungan antara Raden Wijaya yang berusaha mengusir tentara Tar-Tar dari Tiongkok. Setelah Kertanegara dibunuh oleh Jayakatwang, tentara dari Tiongkok datang ke tanah Jawa berusaha menguasai dan menjajah kekayaan alam.

Mengapa Sura dan Buaya selalu bertengkar.
Ilustrasi cerita rakyat Sura dan Buaya. (Ilustrasi: Imam A. Hanifah/Tugu Jatim)

Raden Wijaya yang tidak terima, akhirnya dia berusaha mengumpulkan kekuatan dan melawan tentara Tar-Tar. Setelah melalui pertempuran sengit di Pelabuhan Ujung Galuh, tentara Tar-Tar Tiongkok pun berhasil diusir. Hari kemenangan Raden Wijaya yang kelak menjadi raja Majapahit ini pun dijadikan sebagai hari jadi Kota Surabaya.

Walau kisah Raden Wijaya diambil menjadi salah satu bagian penting dalam perjalanan Kota Surabaya, tapi kisah asal mula mengapa Sura dan Buaya selalu bertengkar terus diceritakan hingga kini. Masyarakat pun menjadikan monumen tersebut sebagai kebanggaan dan maskot Kota Surabaya.