BANYUWANGI, Tugujatim.id – Suku Osing di Banyuwangi memiliki berbagai macam tradisi adat yang unik. Salah satunya adalah upacara adat kebo-keboan yang merupakan suatu rangkaian selamatan desa yang merupakan bentuk ucap syukur atas hasil panen dari masyarakat yang melimpah dan sebagai bentuk upacara bersih desa agar warga diberikan keselamatan dan dijauhkan dari segala bentuk kejahatan atau bahaya.
Tradisi kebo-keboan diketahui telah berlangsung lama, yaitu sejak abad ke-18 dan ritual ini cukup rutin untuk dilakukan oleh Suku Osing setiap satu tahun sekali yang bertepatan pada bulan Muharam atau Suro pada tanggalan Jawa, yang tepat pada tanggal 1 sampai 10 suro pada hari Minggu.
Masyarakat desa mempercayai jika ritual ini tidak dilakukan maka akan ada suatu musibah yang menimpa desa mereka.
Upacara Adat Kebo-keboan
Dikutip dari banyuwangibagus.com, kebo-keboan merupakan bahasa daerah yang berarti kebo jadi-jadian. Hewan kerbau digunakan sebagai simbol dikarenakan petani mengakui hewan ini sebagai mitra bekerja bagi para petani.
Dikutip dari surabaya.kompas.com, kebo-keboan ini memiliki sejarah panjang yang memiliki kaitannya dengan kisah Buyut Karti.
Buyut Karti ini hidup pada abad ke-18 masehi. Pada waktu itu, ada ancaman wabah penyakit yang cukup sulit disembuhkan. Hingga Buyut Karti tiba-tiba mendapatkan wangsit untuk melakukan upacara bersih desa. Isi dalam wangsit itu menyuruh para peserta yang turut dalam upacara itu harus berdandan layaknya hewan kerbau.
Peserta kebo-keboan mewarnai tubuh mereka dengan warna hitam full menggunakan oli ataupun arang dan juga mengenakan lonceng dan juga lengkap dengan tanduk yang berada di kepala orang memperagakan diri sebagai kerbau ini.
Para peserta kebo-keboan ini juga menarik bajak mengelilingi desa dengan iringan musik khas Banyuwangi yang merupakan ritual yang sakral untuk memohon berkah, keselamatan, dan merupakan wujud bersih desa.
Tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun di Banyuwangi yang dilakukan oleh warga penduduk Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, dan Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh.
Inti dari tradisi yang dilakukan ini semuanya sama namun cukup ada pembeda antara dua desa di atas. Dikutip dari surabaya.kompas.com, kebo-keboan yang dilakukan di Desa Alasmalang ini bukan hanya digunakan sebagai upacara adat saja, namun juga digunakan sebagai daya tarik wisata, sementara yang dilakukan di Desa Aliyan ini lebih kental akan aturan adatnya dan dilakukan lebih terstruktur.