BOJONEGORO, Tugujatim.id – Musim hujan yang melanda beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di Bojonegoro, menjadi tantangan tersendiri bagi perajin batu bata merah. Tak tanggung-tanggung, bahkan mereka mengaku pasrah ketika produksinya menurun hingga 50 persen.
Seperti diungkapkan Yanto, salah satu perajin batu bata merah di Desa Mojo, Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro ini. Musim hujan mengakibatkan berkurangnya panas matahari berdampak pada penurunan produksi batu bata secara drastis.
“Musim sangat berpengaruh karena kami memang membutuhkan panas matahari, jadi bergantung pada alam untuk membuat batu bata merah,” jelas Yanto pada Sabtu (01/01/2022).
Saat musim panas, pengeringan tanah liat yang merupakan bahan dasar batu bata merah itu membutuhkan waktu selama 1-2 minggu di bawah sinar matahari sehingga Yanto bersama rekan kerjanya bisa menghasilkan 20 ribu hingga 30 ribu batu bata setiap bulannya.
“Tanah liat yang sudah dicetak itu dijemur dulu, setelah itu baru masuk proses pembakaran. Kalau kemarau panasnya bisa seharian sehingga pengeringan cuma butuh waktu selama seminggu,” ungkapnya.
Sementara sata musim hujan, pengeringan tanah liat membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu mencapai 3 minggu bahkan bisa lebih tergantung situasi cuaca dan panas matahari. Hal tersebut mengakibatkan penurunan drastis hingga 50 persen dengan hasil memproduksi sekitar 10 ribu-15 ribu batu bata merah.
Penurunan produksi tersebut tentu berpengaruh terhadap penghasilan yang didapatnya karena penjualan juga mengalami penurunan. Keadaan yang berlangsung saat ini membuat Yanto hanya bisa pasrah.
“Ya pasrah saja, semoga saja curah hujan tidak terlalu tinggi,” harapnya.