Jatuh bangun dalam membangung bisnis nyatanya pernah dialami oleh pengusaha. Tak terkecuali Martalinda Basuki, owner kafe bernama Cokelat Klasik ini. Yakni memilih untuk menjadi pengusaha muda dan telah merintis bisnis kuliner sejak dari bangku perkuliahan.
Awalnya, Martalinda hanya memiliki modal sebanyak 50 juta yang diperoleh dari hasil penjualan laptop, sepeda motor miliknya dan pinjam uang di beberapa tempat. Akhirnya, dia memulai untuk membuka cafe pertama kali di Kampung Inggris, Pare, Kediri.
Namun, sayangnya kafe miliknya di Kampung Inggris bangkrut setelah berjalan kurang lebih satu tahun.
“Jadi, aku awalnya memang jual barang dan pinjam uang untuk usaha pertama karena dulu orang tua tidak mendukung, karena saya lebih suka bidang bisnis dari pada akademik. Tetapi kafe yang di Kampung Inggris Pare tidak berjalan lama karena bangkrut disebabkan kesalahan saya dalam mengelola,” katanya.
Akhirnya, tahun 2011 dia mulai membuka usaha Cokelat Klasik dengan konsep menggunakan gerobak. Ide tersebut diperoleh dari hasil riset yang telah dilakukan sebelumnya.
“Saya sebelumnya punya kafe kan dari sana saya riset kira-kira menu apa yang menjadi favorit pengunjunjung. Ternyata cokelat. Akhirnya saya memulai dengan membuka bisnis minuman cokelat klasik yang menurut saya ini usaha kering dan tidak mudah basi, ketika hari ini tidak laku bisa dijual besoknya,” terang Lala sapaan akrabnya.
Rupanya, konsep bisnis coklat klasik dengan konsep gerobak membawa keberuntungan tersendiri bagi Malinda. Banyak masyarakat yang tertarik untuk menjadi frencase dari bisnis coklat klasik tersebut.
“Saya nggak tau sama sekali apa itu franchise ketika banyak masyarakat yang juga tertarik untuk bisnis ini, akhirnya saya cari di Google apa itu franchise dan saya langsung menyusun konsep dengan ketentuan,” beber perempuan 29 tahun.
Saat ini, telah banyak masyarakat yang bermitra dengan usaha miliknya Cokelat Klasik, bahkan beberapa dari mereka memiliki lebih dari satu gerobak.
“Jadi, satu orang ada yang bermitra itu lebih dari satu gerobak,” kata perempuan kelahiran Jayapura.
Menurutnya, bisnisnya di bidang kuliner merupakan bagian dari kesenangan. Kerap kali Lala melakukan kuliner. Terlebih Kota Malang yang terkenal tidak hanya destinasi wisata tetapi juga surga kuliner. Tak hanya itu, menjadi pembisnis harus memiliki passion yang tidak mudah menyerah dan mengeluh.
“Untuk menjadi pebisnis kita harus tahu diri kita sendidi punya visi dan misi dengan bisnis kita, harus memberikan sesuatu yang memiliki nilai untuk orang sekitar, memiliki sifat yang ikhlas, menjadi pembisnis jangan takut untuk gagal selama kita masih berdoa berusaha dan tidak menyerah pasti ada jalanya,” jelasnya.
Lala menegaskan jika pedagang, pembisnis dan pengusaha memiliki makna yang berbeda. Menurutnya, pedangang hanya memikirkan barang dagangan laku dan laba yang diperoleh setiap hari. Untuk pembisnis yang hanya berfikiran terhadap profit sedangkan pengusaha, bukan hanya profit tetapi juga dampak yang lebih memberikan manfaat serta memetingkan kepentingan masyarakat.
Reporter: Rezza Do’a
Editor: Gigih Mazda