LUMAJANG, Tugujatim.id – Pasca bencana erupsi Gunung Semeru, warga di sekitar lokasi memang banyak yang terdampak. Salah satunya seperti yang dialami Joko Slamet, 43; dan Senimah, 38; yang raut wajahnya tidak dapat disembunyikan. Mereka tampak sedih dan ketakutan. Pasangan suami istri (pasutri) asal Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, ini menjadi satu dari ribuan warga yang harus mengungsi.
Namun, mereka memilih untuk tidak tinggal di posko pengungsian yang disediakan dan memilih nomaden. Mereka memilih tinggal di atas bak truk miliknya. Total sudah ada 3 hari ini mereka tinggal di truk pasca erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (04/12/2021).
Joko Slamet menuturkan, lebih memilih tinggal di truk miliknya karena merasa jauh lebih aman daripada tinggal di posko pengungsian. Dia mengatakan, dengan tinggal di truk bisa lebih mudah menyelamatkan diri jika terjadi erupsi susulan.
”Misal ada kejadian apa-apa lagi kan bisa jadi lebih mudah menyelamatkan diri menggunakan truk. Ini truk sehari-hari saya pakai ngangkut pasir,” kisah Joko saat ditemui reporter pada Rabu (08/12/2021).
Sejak Selasa (07/12/2021), keduanya mengunjungi rumahnya yang ada di Dusun Sumbersari Umbulan. Namun, semua sudah tak terselamatkan karena sudah tertutup material vulkanis setinggi,1,5 meter lebih.
Menurut dia, rumahnya sudah tidak layak dan tak mungkin untuk ditinggali lagi. Padahal, rumah pasutri yang menikah sejak 2010 itu baru selesai dibangun setahun lalu.
Keduanya pun mulai mengevakuasi sejumlah harta benda yang masih bisa diselamatkan. Keduanya menaikkan ke atas truk. Saat dikunjungi reporter, Joko dan Senimah tampak menikmati rumah berjalan mereka itu.
“Udah disyukuri aja. Nanti lain-lainnya beli baru lagi ya,” kata Joko ke istrinya.
Di atas bak truk itu, mereka beri atap dari terpal. Mereka juga sudah punya kasur untuk tidur di sana. Di atas bak truk itu, mereka tata sedemikian rupa hampir seperti mirip kamar pribadi.
Joko mengutarakan jika lebih nyaman tinggal di truk daripada di tempat pengungsian. Menurut dia, banyak kondisi psikologi warga tidak stabil sehingga khawatir keluarganya terpengaruh dan kehilangan semangat.
”Ya gimana lagi, mending di sini daripada tinggal di tempat pengungsian. Kalau di sana bawaan jiwa jadi takut, khawatir terus. Udah mending keluar saja, hidup di truk biar tenang. Semua pasti ada jalannya,” imbuhnya.
Ke depannya dia tidak ingin lagi tinggal di rumah lamanya di Dusun Umbulan. Apalagi, rumah miliknya hanya berjarak kurang dari 500 meter dengan jalur aliran lahar Curah Kobokan.
Joko Slamet dan 95 KK lainnya di Dusun Umbulan berharap pemerintah dapat menyediakan tempat tinggal baru buat mereka. Warga di sana tidak ingin kembali lagi.
”Kami harap pemerintah bisa merelokasi kami ke tempat aman biar bisa hidup tenang lagi. Misal kembali ke sana, kami sudah takut. Sudah 2 kali ini saya ngungsi,” harapnya.