BATU, Tugujatim.id – Pelecehan seksual diduga dialami oleh salah satu santri atau siswa di pondok pesantren modern Al-Izzah Kota Batu. Perbuatan tidak terpuji itu disebutkan dilakukan oleh teman lelaki korban. Saat ini, orang tua santri korban memutuskan untuk mengeluarkan anaknya dari lembaga pendidikan tersebut.
Kabar tidak sedap ini mulanya diceritakan oleh orang tua korban berinisial DD pada media. Dia mengatakan bahwa korban telah mengalami perbuatan tidak senonoh itu bahkan sudah terjadi sejak sekitar setahun yang lalu. Saat itu, anaknya duduk di bangku kelas 10 SMA.
Mulanya, sekitar bulan Juli 2021 lalu, DD merasa curiga dengan perubahan sikap yang terjadi pada anaknya yang tiba-tiba sering menyendiri. Padahal sebelumnya, anaknya tergolong supel.
DD berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Setelah ditelisik secara intens si anak akhirnya mengaku bahwa dirinya mendapatkan perlakuan tidak senonoh dari temannya. Selain pelecehan seksual, si anak juga mengaku kerap mendapat perundungan secara fisik alias ada dugaan dipukuli. Peristiwa itu diperkirakan mulai terjdi sejak bulan Oktober 2020.
”Dari pengakuan anak saya, ada 7 bahkan hingga 14 orang teman seangkatan anak saya yang melakukan hal itu. Anak saya juga mengaku sempat dipukuli selama 1,5 jam. Bahkan informasi dari P2TP2A, di sana sudah ada 14 kali peristiwa serupa terjadi,” beber DD.
Atas kasus tersebut, orang tua korban kini menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada P2TP2A Kota Batu dan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Batu.
Selain itu, sejak anaknya membeberkan apa yang dia alami tersebut, dia langsung meminta izin kepada sekolah agar anaknya mengundurkan diri.
”Semua demi kesehatan mental putra saya. Saya putuskan anak saya segera pindah dan keluar dari sana,” ujarnya.
Sebelumnya, DD mengaku juga sudah mengadukan hal ini kepada pihak sekolah. Namun, menurutnya, tidak ada tindak lanjut serius meski sudah dilakukan musyawarah antar wali murid dari pihak pelaku maupun korban.
”Semua pelaku ini telah mengakui perbuatannya dan juga bahkan menulis sendiri kronologi cerita apa yang mereka perbuat,” bebernya.
Kata dia, dalam hal ini sekolah justru terkesan melakukan pembiaran. Hingga saat ini, pelaku yang dimaksud bahkan masih bersekolah.
”Saya curiga korbannya bisa jadi bukan hanya anak saya saja. Hanya saja, mereka belum berani angkat bicara,” pikirnya.
”Sebelum itu bahkan saya sudah niat tabayun. Tapi saya tidak puas dengan pihak sekolah yang terkesan membiarkan kasus ini. Makanya, saya langsung putuskan anak saya untuk keluar,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMA Al-Izzah Kota Batu, Adnan Yakub, saat ditemui di sekolah pada Senin (20/12/2021) membenarkan adanya peristiwa ini. Hanya saja, Adnan mengklaim bahwa kasus ini telah diselesaikan secara kekeluargaan.
Dalam mediasi yang dilakukan antar kedua belah pihak orang tua waktu itu, kata Adnan, mendapat pendampingan dari Dinas Pendidikan Jatim, Pemerintah Kota Batu dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
”Hasilnya sudah diselesaikan baik-baik, secara kekeluargaan,” ujarnya.
Untuk pelaku sendiri, jelas Adnan, diberikan sanksi tegas berupa SP 2. Pihak sekolah mengaku masih memberi kesempatan pelaku untuk bertaubat atas perbuatannya. Jika nanti ada kejadian terulang, maka yang bersangkutan akan dikeluarkan.
Dalam kasus ini, pihak sekolah membantah jika dalam kasus itu melibatkan 7-14 pelaku. Kata dia, kasus ini hanya terjadi antara 2 anak ini. Adnan juga mengakui, pelaku mengalami disorientasi seksual.
”Meski begitu, kami tidak ingin judging dulu. Soal itu (disorientasi seksual, red) akan kita dalami lagi benar tidaknya,” jelasnya.
Dalam hal ini, pihak sekolah terus melakukan pemantauan terhadap pelaku disorientasi seksual ini. Namun, diklaim mereka hasilnya mengalami perubahan drastis.
Dia sudah taubat, mulai banyak berubah dan berprestasi. Tapi akan kita pantau terus sampai dia benar-benar berubah,” kata Adnan.