Tugujatim.id, Malang – Setiap jam 12 siang, perempuan berjubah cokelat menuju bangunan kecil untuk menarik tali lonceng sebagai penanda waktu beribadah. Para perempuan ini dikenal sebagai biarawati. Mereka tinggal dalam satu pertapaan, yakni yang bernama Pertapaan Karmel.
Lokasinya berada di timur Kota Malang, Jawa Timur. Mereka mengabdikan diri dan hidupnya untuk Tuhan mereka. Tak tergoda dengan gemerlapnya dunia, mereka memilih jalan terang mereka sendiri dengan menjadi pelayan Tuhan-nya.
Meninggalkan segala bentuk keduniawian, hidup dalam kesederhanaan. Hanya Jubah berwarna cokelat, pakaian yang mereka kenakan sehari-hari. Meninggalkan segala barang pribadi yang mereka miliki, apapun itu.
Untuk menjadi biarawati, bukanlah perjalanan yang singkat. Setidaknya membutuhkan waktu selama 7 hingga 9 tahun agar bisa menjadi pelayan Tuhan seutuhnya. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh suster Petra, biarawati yang tinggal di pertapaan ini.
Dia menceritakan, proses ini diawali dari kesadaran diri dengan mendaftarkan sebagai biarawati. Mereka kemudian harus menjalani kehidupan di pertapaan. Berdoa, melayani umat dan bebera kegiatan lain mereka lakoni.
Setelah melewati proses itu, barulah mereka akan diikat oleh sebuah cincin, sebagai penanda bahwa mereka telah menjadi biarawati sepenuhnya.
Sebelum mendapatkan cincin, yang menandakan mereka sudah terikat dengan gereja, mereka masih diberi kesempatan untuk memantapkan diri, yakni apakah tetap memilih sebagai biarawati atau kembali ke keluarga.
Sebagian besar dari mereka memilih kesederhanaan menjadi biarawati. Hidup di pertapaan layaknya orang yang telah menikah. Mereka mengibaratkan pemberian cincin sama dengan pengikat hubungan dalam suatu pernikahan. ini juga sebagai penanda jika mereka harus setia, taat, patuh terhadap aturan gereja dan juga tidak menikah lagi.