SURABAYA, Tugujatim.id – Presiden Jokowi meresmikan RS Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Surabaya pada Jumat (06/09/2024). RS Kemenkes menjadi salah satu rumah sakit termahal yang menelan biaya mencapai Rp2,1 triliun.
RS Kemenkes Surabaya merupakan satu dari empat rumah sakit vertikal yang didirikan oleh Kementerian Kesehatan dan diresmikan pada 2024 ini. Memiliki luas bangunan sekitar 163.380 meter persegi, pembangunan RS Kemenkes Surabaya memakan biaya mencapai Rp2,18 triliun. Dan salah satu rumah sakit termahal yang didirikan oleh pemerintah.
Dana Rp2,18 triliun tersebut di antaranya nilai anggaran gedung sebesar Rp1.637.032.440.000 dan anggaran alat kesehatan dari IsDB senilai Rp386.988.000.000 serta dari rupiah murni sebesar Rp159.652.110.000.
Sebagaimana diketahui, Jokowi menekankan jika pembangunan RS Kemenkes Surabaya di Jawa Timur menjadi pusat pelayanan dan penanganan tiga penyakit. Yakni kanker, stroke, dan jantung.
Sebab, Jawa Timur sendiri berada di peringkat ketiga dengan kasus angka kematian tertinggi ketiga se-Indonesia setelah Jakarta dan Jawa Tengah akibat penyakit stroke, jantung, dan kanker.
RS Kemenskes Surabaya memiliki kapasitas 722 kamar inap, 59 kamar HCU, 95 kamar ICU, 16 ruang operasi, dan 20 unit kemoterapi. Selain itu, rumah sakit ini juga dilengkapi dengan alat-alat pengobatan canggih seperti CT Scan 256, MRI 3T, PET-CT. Sebab, pembangunan RS Kemenkes Surabaya mengutamana konsep smart hospital.
Pemerintah mengklaim jika salah satu rumah sakit vertikal ini menggunakan teknologi modern untuk sistem pelayanan kesehatannya. Selain itu, disebut-sebut hemat energi dan ramah lingkungan.
Alasan didirikan RS Kemenkes di Surabaya adalah karena kotanya yang strategis dan mudah dijangkau. Surabaya memiliki banyak rute penerbangan yang terhubung dengan jalur-jalur internasional.
Karena itu, RS Kemenkes Surabaya diharapkan dapat mengurangi antrean yang mengular untuk pengobatan jantung, kanker, dan stroke di wilayah Jawa dan sekitarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tugujatim.id
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati