BATU, Tugujatim.id – Kota Batu memperingati hari ulang tahun yang ke-20 pada Minggu, 17 Oktober ini. Namun, jauh sebelum itu, wilayah yang menjadi otonom dari Kabupaten Malang sejak tahun 2001 ini memiliki sejarah panjang. Salah satunya yakni awal berdirinya, asal usul sebutan nama Batu, dan juga sosok bernama Mbah Wastu.
Salah satu tokoh dan sosok leluhur yang dihormati bahkan dikeramatkan adalah Mbah Wastu atau lebih dikenal dengan nama Mbah Tu. Penyingkatan nama panggilan Mbah Tu inilah yang kemudian dipercaya menjadi cikal bakal penamaan Kota Batu.
”Beliau itu tokoh yang menyebarkan agama islam di berbagai daerah termasuk di sini, di Kota Batu bahkan sampai akhir hayatnya juga disini. Warga disini sangat hormat padanya bahkan sampai wilayah disini disebut Batu, seperti nama Mbah Tu,” jelas Kepala Desa Bumiaji, Edy Suyanto, Minggu (17/10/2021).
Dari sejarah lisan yang beredar, sosok tersebut dikenal sebagai tokoh bedah kerawang atau babat alas (pendiri, red) wilayah yang berada di lereng Gunung Panderman ini. Makamnya kini terletak di Dusun Banaran, Kecamatan Bumiaji Kota Batu dan jadi jujugan para peziarah untuk memohon doa restu.
Mbah Tu sendiri adalah murid dari Pangeran Rojoyo yang adalah anak dari Sunan Kadilangu, cicit dari Sunan Kalijogo. Kehadiran Mbah Wastu sampai disini karena sedang melarikan diri dari kejaran tentara Belanda.
Sesampainya disini, beliau mendirikan padepokan di kaki Gunung Panderman untuk mengajarkan berbagai ilmu, termasuk menyebarkan agama Islam. Untuk mengecoh Belanda, beliau yang juga dijuluki Syekh Abul Ghonaim ini punya nama lain yakni Kiai Gubuk Angin atau Mbah Wastu, yang kemudian disingkat jadi Mbah Tu.
Mbah Tu sendiri terus mengajarkan berbagai ilmu dan syiar agama islam di Batu dan wilayah sekitarnya hingga meninggal di tahun 1847. Selain Mbah Wastu, di kompleks makamnya di Kota Batu juga dimakamkan 3 tokoh lain yakni Pangeran Rojoyo, Dewi Mutmainah dan Kyai Naim. Semuanya disebut tokoh penting dalam penyebaran agama islam dan babat alas Kota Batu.
Hingga saat ini, kompleks makam Mbah Wastu dengan luas sekira 500 meter persegi menjadi situs wisata religi bersejarah di Kota Apel ini. Di waktu-waktu tertentu, makam ini selalu ramai didatangi para peziarah. Tak hanya dari Kota Batu saja, tapi juga dari luar kota. Mulai Malang Selatan, Bojonegoro, Surabaya, Jakarta hingga Malaysia untuk memohon doa restu.
Selain itu, tambah Edy, di dekat kompleks makam ini dulu pernah ditemukan penanda titik pusat Desa Bumiaji atau yang disebut dengan puser atau titik nol.
“Dulu di sini juga ada puser, tapi sekarang sudah roboh,” kata dia.