Oleh Rangga Aji*
Tugujatim.id – Saat itu, aku bertemu dengan Hilal. Salah satu teman di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Surabaya dulu. Hilal dulu sempat sekelas dengan aku di kelas XI, duduk sebangku, banyak hal yang kami bahas saat itu.
Sudah sekian lama tidak bertemu, seminggu lalu sekitar 20 Juli 2021 kami bejumpa di salah satu warung di Kota Surabaya, dekat Universitas Negeri Surabaya (Unesa). Hilal merupakan alumnus almamater Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Unesa.
Saat ini, dia sedang berjuang untuk mendaftar dan seleksi CPNS. Pertemuan itu juga membuat kami mengulas banyak hal di masa lalu. Entah kenangan atau bertanya kabar soal teman-teman saat di MAN Surabaya dulu.
Mulai dari si W yang masih berupaya untuk lulus di semester 12-semester 13 pada Jurusan Hukum. Berbagai faktor seperti dosen pembimbing yang sedikit tidak sesuai dengan harapan si W. Namun, di upayanya dalam memperjuangkan wisuda, dirinya sudah bekerja di salah satu tempat produksi tinta.
Ada juga si T, yang sudah memutuskan untuk berhenti kuliah dari salah satu kampus swasta di Kota Surabaya. Entah, kenapa faktor dan alasannya, saat ini dia juga berjuang untuk mencari pundi-pundi penghasilan melalui online. Aku tidak paham bagaimana sistemnya.
Kami, aku dan Hilal, juga bercerita soal situasi masing-masing. Soal ‘sandwich generation’, yang begitu menarik dibahas. Hingga pada satu kesimpulan, Hilal berkata padaku bahwa ‘sandwich generation’ memang perlu kita tanggung sekarang.
Akan tetapi, kita tidak perlu menerapkan dan mengupayakan itu terjadi pada anak-anak kita nanti. Agar mereka tidak terbebani dan terjebak pada situasi yang sama dengan kita di saat ini.
Artinya, Hilal berkata bahwa untuk saat ini, memang kita tidak bisa berbuat apa-apa selain menanggung situasi itu untuk generasi atas dan generasi bawah. Tapi, kita punya pilihan untuk tidak melibatkan anak-anak kita di situasi ini nantinya.
*Penulis adalah Jurnalis Tugu Jatim ID area Surabaya