MALANG, Tugujatim.id – Wali Kota Malang Sutiaji menyebut kurang lebih areal seluas 607 hektare di Kota Malang rawan terkikis dan berptensi tinggi untuk terjadi tanah longsor. Menurutnya, lokasi yang paling rawan yakni di wilayah bantaran sungai-sungai besar seperti Sungai Brantas dan Sungai Bango.
“Sekitar 607 hektare wilayah kita itu rawan terhadap longsor. Maka antisipasinya hari ini kita lakukan kesiapsiagaan secara menyeluruh,” ujar Sutiaji usai gelar Apel Pasukan Antisipasi Bencana Alam Serentak 2021 di halaman Balai Kota Malang, Senin (25/10/2021).
Selain itu, wilayah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang juga dinilai belum optimal. Hal itu diperparah dengan adanya pendirian bangunan-bangunan baru di Kota Malang.
“Wilayah-wilayah yang harusnya tidak ada bangunan, terus didirikan bangunan. RTH kita habis, mestinya RTH kita itu 20 persen. Tapi saat ini RTH kita belum sampai 10 persen,” ungkapnya.
Tak hanya itu, masalah kedisipinan masyarakat dalam membuang sampah juga menjadi sorotan. Sutiaji menilai masih banyak masyarakat yang tidak membuat sampah pada tempatnya. Hal itu terbukti dengan banyaknya sampah yang menyumbati drainase dan menyebabkan banjir.
“Kalau pendangkalan bisa dikeruk, tapi ada juga penyempitan sungai. Ini tugasnya BPBD, DPUPR dan DLH Kota Malang untuk melakukan pengerukan,” ucapnya.
Terlebih saat ini Kota Malang juga mulai memasuki musim penghujan. Bahkan tercatat sebanyak 230 rumah di Kota Malang tergenang banjir usai diguyur hujan lebat beberapa waktu lalu.
Sutiaji juga mengatakan bahwa musim penghujan saat ini dimungkinkan memiliki intensitas hujan yang lebih tinggi. Untuk itu masyarakat harus waspada saat Kota Malang dilanda hujan lebat.
“Hidrometeorologi itu susah diprediksi, jadi waktunya hujan kadang gak hujan. Sehingga berkumpul pada November hingga Januari. Intensitasnya sampai 70 persen kenaikannya. Untuk itu tidak ada daerah yang aman bencana,” jelasnya.
Sutiaji mengatakan, proyek drainase senilai Rp 124 miliar di wilayah rawan banjir telah diajukan kepada Pemprov Jatim. Namun lantaran ada refokusing untuk Covid-19, proyek tersebut gagal dianggarkan.
“Kemarin saya sudah minta, karena ini wilayah provinsi, di wilayah Jalan Borobudur itu harus dibuat sudetan ke Sungai Brantas. Sudah dianggarkan oleh provinsi Rp 124 miliar, tapi kena Covid-19 itu direfokusing,” bebernya.
“Kalau itu selesai (tetealisasi), maka Lowokwaru, Tulusrejo, Kedawung, Letjen Sutoyo hingga Glintung itu sudah teratasi,” pungkasnya.