Tugujatim.id – Munculnya penyakit LSD pada sapi atau bisa disebut Lumpy Disease Skin kini jadi perhatian banyak pihak setelah terdeteksi muncul di Indonesia. Penyakit kulit disebabkan virus pox dari genus Capripoxvirus (CaPV) ini terkonfirmasi muncul di Kepulauan Riau pada Februari 2022.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (KPP) Surabaya pun turun melakukan investigasi dan pengawasan untuk mengantisipasi penularan penyakit tersebut. Hasilnya, Kepala Dinas KPP Kota Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan, tak ditemukan penyakit LSD pada sapi di 11 kecamatan di Surabaya, Minggu (13/11/2022).
Berikut ini ulasan penyakit LSD pada sapi yang dapat menjadi referensi bagi para peternak. Selain penularan, para peternak dan pedagang sapi mencegah agar penyakit ini tak menular ke hewan ternak sapi lainnya.
Sejarah Deteksi Virus LSD di Benua Afrika, Eropa, hingga Asia
Tri Satya Putri Naipospos dalam Seminar Nasional Mitigasi LSD di Indonesia April lalu mengungkapkan bagaimana sejarah munculnya penyakit LSD pada sapi. Penyakit ini diketahui muncul kali pertama di Zambia pada 1929.
Virus ini kembali ditemukan di negara Afrika lainnya pada 1943-1957 seperti Botzwana, Zimbabwe, Afrika Selatan, dan Kenya. Sekitar 1981-1986, virus LSD juga muncul di Sudan, Nigeria, Mali, Ghana, Liberia, hingga Kamerun dan Somalia.
Penyakit yang tergolong endemik ini juga muncul di negara Timur Tengah seperti Palestina, Bahrain, Kuwait, Israel, Irak, Mesir, Turki, dan Saudi Arabia pada 1988 hingga 2006. Pada 2015 hingga 2016, penyakit LSD muncul di daratan Eropa seperti negara Kroasia, Yunani, Bosnia Herzegovina, Bulgaria, Serbia, dan Rumania.
Penyakit ini pun muncul di Asia pada 2019, tepatnya di China, Bangladesh, dan India. Selanjutnya pada 2020-2021, hewan ternak di negara Asia lainnya seperti Srilanka, Hongkong, dan Taiwan.
Hingga akhirnya negara Asia Tenggara seperti Thailand, Vietnam, Laos, Myanmar, hingga Malaysia juga terjangkit virus yang sama. Pemerintah Indonesia pun mendeteksi kemunculan penyakit LSD pada 2022, bersamaan dengan Singapura.
Munculnya LSD pada Sapi di Indonesia
Riau menjadi daerah pertama di Indonesia yang terjangkit virus penyakit LSD. Pada 9 Februari 2022, wabah muncul di Kabupaten Indragiri Hilir. Kemudian menyebar di 7 kabupaten lainnya seperti Indragiri Hulu, Pelalawan, Dumai, Kampar, Siak dan Bengkalis. Berdasarkan keterangan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), jumlah total sapi terjangkit LSD bahkan sempat mencapai 242 ekor sapi.
Uji yang dilakukan oleh Balai Veteriiner Bukittinggi pada 15 Februari 2022 mengonfirmasi positif sampel sapi di Riau tersebut terjangkit penyakit LSD. Hal ini juga menjadi kesimpulan rapat ahli kesehatan hewan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 16 Februari 2022.
Uji lanjutan dilakukan oleh Balai Besa Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH). Hasil uji BBPMSOH yang dikutip Tri Satya menyebutkan sampel di Provinsi Riau terdapat kemiripan sebesar 98,87% dengan penyakit LSD di China.
Berdasarkan hasil investigasi tersebut, Balai Karantina Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) pun mengeluarkan surat edaran No 5076/KR.120/K/02/2022 pada 18 Februari 2022. Dalam suratnya, pemerintah memberi arahan kewaspadaan terkait penyakit LSD pada sapi pada seluruh Balai Karantina Pertanian di Indonesia.
Gejala dan Penularan LSD pada Sapi di Indonesia
Penyakit LSD dengan mudah dikenali dari jejak bintil dan benjolan pada kulit sapi. Kerusakan kulit ini bahkan bisa menjadi permanen apabila tak segera ditangani. Karena virus LSD dapat bertahan dan stabil di suhu lingkungan, maka penularan pada sapi lainnya begitu rentan.
Gejala sapi yang tertular penyakit LSD akan mengalami demam tinggi dan menurunnya nafsu makan. Hal ini berlanjut pada menurunnya berat badan, jumlah produksi susu, hingga infertilitas dan sterilitas sapi. Namun, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan LSD tidak menimbulkan penyakit kronis.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gajah Mada (UGM) Warsito dalam laman UGM menyarankan agar masyarakat tidak mengonsumsi daging sapi yang terkena virus LSD. Dia juga menjelaskan, daging sapi yang terjangkit LSD telah kehilangan banyak protein yang karena pertumbuhan virus dalam tubuh sapi.
Cara Penularan Virus LSD pada Sapi
LSD disebut memiliki distribusi geografis yang berbeda dengan Sheepox dan Goatpox pada domba dan kambing. Jadi, capripoxvirus pada sapi tak akan menular pada hewan ruminansia lainnya.
Food and Agriculture Organization of The United Nations (FAO) selaku organisasi pangan di bawah naungan PBB juga memberi legitimasi bahwa penyakit LSD tidak menular dan berdampak ke manusia.
Dalam Buku Kontingensi LSD Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2022 disebutkan bahwa gigitan spesies lalat, nyamuk, dan caplak menjadi salah satu penyebab penularan penyakit LSD. Gigitan serangga atau jenis anthropoda akan membawa vector virus ke sapi yang sehat. Selain faktor kebersihan kendang, kontak langsung dan lalu lintas sapi juga menjadi perantara.
Pencegahan dan Desinfektan Virus LSD pada Sapi
Penyakit LSD yang tengah diwaspadai banyak pihak. Berikut ini penjelasan lengkap bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat sesuai dengan Buku Kontingensi LSD Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2022.
Beberapa langkah desinfeksi yang dapat dilakukan oleh peternak maupun pihak terkait:
• Pembersihan menyeluruh termasuk truk dan lingkungan yang berpotensi terkontaminasi, termasuk orang yang beraktivitas dalam lingkup peternakan tersebut.
• Pembersihan dan disinfeksi peternakan termasuk tanah dan feses hewan
Setelah memperhatikan sterilitas kandang dan para peternak, terdapat beberapa bahan yang dapat digunakan sebagai desinfektan virus LSD. Bahan tersebut mengandung fenol 2%, formalin 1%, kloroform 20%, iodin, ammonium kuartener 0,5%, virkon 2%, dan sodium hipoklorit 2-3%.
Selain bahan yang telah disebutkan, ada beberapa bahan dan produk desinfektan yang bisa dipilih peternak untuk mencegah penyakit LSD di peternakan masing-masing.
Vaksin untuk Hewan Ternak Sapi yang Terkena LSD
Pemerintah telah menginventarisasi vaksin untuk menganggulangi virus LSD yang telanjur menyebar di Indonesia. Vaksin “Neethling” menjadi salah vaksin satu andalan yang masih ampuh digunakan untuk penyakit LSD. Jenis vaksin ini telah dikembangkan lebih 60 tahun lalu. Usai memperoleh vaksin, kekebalan tubuh sapi baru akan berkembang setidaknya 1-3 minggu kemudian.
Rilis Buku Kontingensi pun menyebutkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan beberapa jenis vaksin LSD untuk diimpor. Jenis vaksin tersebut antara lain Lumpyvax™ produksi Intervet (Pty) South Africa, Bovivax-LSD™ dari Moroko, dan LSD Vaccine for Cattle dari Afrika Selatan.
Vaksinasi sendiri dapat dilakukan dengan berbagai model. Sesuai Buku Kontigensi LSD, dinas terkait dapat mempertimbangkan vaksinasi terbatas pada daerah perbatasan untuk memotong penyebaran virus atau melakukan vaksinasi menyeluruh di suatu daerah terjangkit.
Sebagai langkah pencegahan pada sapi yang sehat, Warsito dalam laman UGM pun menjelaskan agar sapi terjangkit virus LSD dipisahkan dan diisolasi dari sapi lainnya. Dia juga menyarankan agar sapi terjangkit penyakit LSD dimusnahkan agar tak menular.
Pencegahan penyakit LSD menjadi tanggung jawab dinas terkait. Namun, masyarakat diminta bekerja sama dengan senantiasa menjaga kebersihan kandang dan segera melapor apabila menemui gejala sapi terjangkit LSD. Tindak pencegahan ini tentu akan menghindarkan kerugian besar bagi petani seperti yang terjadi pada wabah PMK sebelumnya.