SURABAYA, Tugujatim.id – Tim produksi film dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” Kawan Herman Bimo menegaskan jika tidak menyinggung isu Pemilu 2024 meski karya ini dirilis saat momen itu. Diketahui, film Yang Tak Pernah Hilang kali pertama dirilis di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya pada 7 Februari 2024.
Untuk kali kedua, pemutaran film dokumenter “Yang Tak Pernah Hilang” dikemas dengan nobar dan diskusi di Fakultas Filsafat Universitas Katholik Widya Mandala Surabaya, Senin (12/02/2024).
Sebagaimana yang kita tahu, tinggal dua hari Pemilu 2024 digelar tepatnya 14 Februari 2024. Sementara nuansa kampanye pemilu sudah dimulai sejak Desember 2023.
Produser Yang Tak Pernah Hilang Dandik Katjasungkana menegaskan, film yang menceritakan soal perjuangan dua aktivis demokrasi Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah yang dihilangkan pada 1998 sama sekali tidak berkaitan dengan Pemilu 2024.
“Tidak ada noted dari awal untuk menumpang isu pilpres, tidak ada niat. Justru planning kami itu karena film ini mulai dari gagasan awalnya 2019, kemudian baru jalan Desember 2022. Maunya Mei 2023 sudah launching untuk menumpang isu reformasi supaya diperhatikan banyak orang,” kata Dandik.
Namun, mengingat produksi film ini memakan waktu selama hampir lebih dari satu tahun dan di-shoot di beberapa kota, maka rilis Mei 2023 kembali diundur.
“Tapi karena belum selesai karena Mei baru shooting di Jakarta dan Jogja. Targetnya diundur Desember momentum HAM juga belum selesai. Ternyata baru selesai akhir Januari,” tuturnya.
Merespons soal tudingan sebagian publik yang menyatakan pelanggaran HAM terkait dihilangkannya 13 aktivis demokrasi menjadi isu lima tahunan, Dandik menegaskan, film Yang Tak Pernah Hilang atau isu tersebut digunakan sebagai objek untuk meningkatkan rating media atu politikus.
“Kami khawatir menjelang pemilu karena orang nuding isu 5 tahunan, recehan, kami tidak mau dibuat kepentingan komoditas politik mereka. Kami nggak mau isu ini sekadar dijadikan sebagai bahan rating media,” tegasnya.
Dia juga menyayangkan ketika media yang mengangkat kasus pelanggaran HAM 1998 dengan framming politikus. Ketua Ikatan Orang Hilang Jawa Timur ini berharap agar sudut pandang melalui keluarga yang menjadi korban penghilangan paksa 1998.
“Media tidak mengundang pihak LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) maupun keluarga. Itu yang penting untuk diundang, bukan menaikkan rating politikus,” ujarnya.
Untuk diketahui, film Yang Tak Pernah Hilang menceritakan soal dua mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah yang merupakan dua dari 13 nama aktivis demokrasi tahun 1998 yang diculik dan dihilangkan paksa.
Film dokumenter berdurasi 2,3 jam tersebut merupakan karya sutradara dari Anton Subandrio dan diproduseri oleh Ketua Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) Jawa Timur Dandik Katjasungkana.
Secara keseluruhan, Yang Tak Pernah Hilang mengajak penonton untuk mengenal lebih dalam tentang dua sosok aktivis tersebut.
Cerita Herman dan Bimo diulas secara natural melalui 35 narasumber, keluarga, teman, dan orang terdekat Herman Bimo. Bagaimana pengenalan dari narasumber secara personal terhadap dua aktor utama dalam film dokumenter ini.
Writer: Izzatun Najibah
Editor: Dwi Lindawati