Ustaz Didikan Google

Ilustrasi ustaz. Foto: Pngtree

Oleh: Fitriatul Hasanah*

Pada abad 21 ini, kaum milenial dan gen Z disuguhkan dengan kecanggihan teknologi yang sangat signifikan. Serba ada, serba instan. Mulai dari makanan siap saji, delivery order makanan, minuman dengan gofood, belanja melalui Marketplace Online, bahkan membayar pun tak perlu lagi ke ATM atau bank, ada banyak fitur pembayaran dengan non tunai seperti gopay dan lain-lain. Dan yang lagi marak saat ini banyak yang belajar agama tanpa guru di sosial media, sehingga banyak para pendakwah baru yang bermunculan di sosial media tanpa kita ketahui sanad keilmuannya.

Umat muslim sangatlah antusias dalam hal berdakwah karena mengamalkan apa yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW yakni  بلّغوا عني ولو اية    “sampaikanlah dariku walau satu ayat”, saking antusiasnya ruang publik ini penuh dengan obrolan bertema dakwah. Dari obrolan di warung kopi, hingga di media sosial.

Dengan belajar melalui media sosial tentunya para kaum milenial dan gen Z harus pintar memilah dan memilih guru, jangan asal mengikuti tanpa mengetahui asal usulnya. Begitu juga para penyebar ilmu melalui media sosial hendaknya sampaikan ajakan sesuai dengan apa yang di dapat dari guru yang mendidik secara langsung yang tentunya diketahui sanadnya (persambungannya).

Mereka beranggapan bahwa belajar agama tanpa perlu adanya guru, bisa langsung di dapatkan solusinya dalam Al-Qur’an, dan Hadits. Padahal memahami konteks Al-Qur’an dan Hadits bukanlah hal mudah, perlu untuk menguasai beberapa ilmu terlebih dahulu.

Seperti sahabat Abu Bakar As Shiddiq orang yang pertama kali masuk Islam tidak mungkin serta merta mengetahui tata cara Shalat, yang tata caranya tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an jika tidak belajar kepada Nabi Muhammad.

Dari contoh tersebut bisa diambil pelajaran bahwa para sahabat saat bersama Rasul mereka belajar langsung tentang ilmu agama Islam, anehnya sekarang dengan peradaban yang sudah gampang, akses yang begitu mudah, mereka belajar agama Islam secara otodidak yang bisa menyesatkan bagi diri sendiri dan yang mendengarkan.

Oleh karena itu, kenapa sanad sangatlah penting? Karena peran guru dalam mempelajari agama yakni untuk mengontrol dan mendidik muridnya agar tetap berada dalam pemahaman yang sesuai, maka dari itu posisi sanad sangatlah penting dalam mempelajari ilmu agama.

Gus Baha dalam pengajiannya memberikan peringatan mengenai bahaya mengaji tanpa adanya guru. Karena ada pepatah mengatakan “Barang siapa belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan.

Tidak hanya sebutan orang kaya baru tapi Orang pintar baru banyak sekali bermunculan pada abad 21 ini. Mereka hanya bermodalkan internet, buku, Al-Qur’an, Hadits mudah sekali menghukumi sesuatu ini haram, sunah, padahal tidak punya riwayat mengaji dan sanad yang bisa dipertanggung jawab kan keilmuannya. Mereka menelan mentah-mentah konteks tersebut tanpa menelisik apa tafsiran dari ayat Al-Qur’an atau Hadits Nabi.

Mengapa belajar tanpa guru, gurunya adalah setan? Gus Baha memberikan alasan bahwa di luar hukum yang telah diterapkan oleh Rasulullah ada ahwal, perilaku, karakter dan ciri khas. Dan ke semuanya itu tidak bisa di dapatkan dari internet dan sosial media mana pun tapi harus melalui guru langsung yang mendidiknya.

Ada seorang ulama yang sangat memperhatikan dalam sanad keilmuan dan memberi peringatan keras akan hal itu yaitu Abdullah Ibnu Sirrin. Kenapa? karena sanad keilmuan merupakan bagian dari agama Islam dan mereka yang tak mempunyai sanad akan berbicara sesuka hawa nafsu mereka. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam mengonsumsi siraman ruh yang masuk dalam diri kita, terutama dari media sosial saat ini.

*Penulis merupakan Mahasiswi KPI Al-Qolam