NGANJUK, Tugujatim.id – Wacana dari pemerintah dengan adanya impor beras terus mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan. Salah satunya dari Wakil Bupati (Wabup) Nganjuk Marhaen Djumadi. Sebagai kepala daerah di kabupaten agraris penghasil beras, Marhaen dengan tegas menolak kebijakan tersebut.
Marhaen dalam keterangan tertulisnya Sabtu (20/03/2021) menyesalkan sikap Menteri Perdagangan (Mendag) RI Muhammad Lutfi yang dia nilai ngotot mengimpor beras dan garam. Selain itu, juga mengabaikan koordinasi dengan jajaran kementerian terkait. Termasuk para kepala daerah yang menjadi sentra produksi pangan, seperti di Kabupaten Nganjuk.
“Basis kekuatan utama pemerintah adalah rakyat. Rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan pemerintahan negara. Karena itulah, menteri sebagai pembantu presiden dalam mengambil keputusan politik, harus sejalan dengan kebijakan politik pangan presiden. Selain itu, juga berupaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional serta berpihak pada kepentingan petani,” tutur kader PDIP tersebut.
Menurut Marhaen, seorang menteri harus belajar dari kepemimpinan Presiden Jokowi yang selalu membangun dialog, menyerap aspirasi, dan mengemukakan data-data yang objektif. Setelah itu, dia baru mengambil keputusan.
“Menteri tidak hidup di menara gading karena dia adalah pengemban tugas sebagai pembantu presiden,” sentil Marhaen.
Seharusnya, Marhaen mengatakan, menteri melakukan komunikasi dengan asosiasi petani, para pakar di bidang pertanian, dan para kepala daerah.
“Politik pangan nasional adalah politik pangan berdikari. Indonesia memiliki keanekaragaman pangan yang luar biasa. Konsolidasi peningkatan produksi pangan atas keunggulan keanekaragaman pangan Nusantara. Sebab, pangan adalah persoalan mati hidupnya negeri,” ujarnya.
Marhaen juga menegaskan, jangan mengorbankan petani demi kepentingan impor sesaat yang di dalamnya sarat dengan kepentingan. Apalagi di Nganjuk saat ini sedang musim panen.
Petani di Nganjuk sebelumnya mengeluarkan biaya operasional produksi yang tinggi, di antaranya biaya membeli bibit, pupuk, tenaga kerja, dan uang sewa. Dia mengatakan, jika kemudian hasil panennya dijual murah akan sangat merugikan petani di Nganjuk.
Pemerintah seharusnya pro terhadap petani yang notabene menyokong ekonomi nasional. Apalagi di Nganjuk, penyokong PDRB kabupaten berasal dari sektor pertanian.
“Karena itu, demi kesejahteraan petani, dengan tegas saya menolak impor beras yang merugikan rakyat kecil, utamanya petani,” ujar Marhaen. (noe/ln)