NGAWI, Tugujatim.id – Wahyudi, salah satu pegiat pertanian organik asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, terbilang unik dan tak biasa. Betapa tidak, pria asal Dusun Kasihan, Desa Sidomakmur, Kecamatan Widodaren rela berkendara hingga Sumatra demi memberi kabar tentang pertanian organiknya.
Menurut ceritanya, dia rela naik motor bolak-balik bahkan hingga Lampung, provinsi paling selatan Pulau Sumatera hanya untuk sharing dan berbagi pengetahuan dengan petani lainnya tentang pertanian organik khususnya padi.
“Saya ke mana-mana selalu naik sepeda motor. Sekarangpun dari Ngawi ke Subang saya juga naik motor. Rencana ke depan, ke Banten, ke Lampung, juga naik motor,” bebernya.
Meskipun naik motor terbilang jauh dari rumahnya, tetapi dia merasa enjoy karena sambil lalu menikmati perjalanan. “Dan bisa singgah di rumah kawan-kawan di setiap daerah. Lebih asyik aja naik sepeda motor,” imbuhnya.
Dia mendirikan komunitas bernama Sri Organik Nuswantara. Komunitas ini berdiri sejak tahun 2015 dan bergerak di bidang pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan, juga seni, adat, dan budaya. “Kami bergerak dengan hati nurani membantu petani. Visi misi kami penyelamatan lingkungan,” ujarnya.
Sri Organik Nuswantara sendiri lahir dari keprihatinan Wahyudi terhadap beberapa permasalahan yang ada di masyarakat, terutama terkait petani dan alam pertanian.
“Di Pulau Jawa inikan dari tahun ke tahun penggunaan pupuk kimia yang sangat berlebihan dan racun-racun pestisida yang cenderung pemakaiannya sangat luar biasa,” bebernya.
Namun, kata Wahyudi, hal itu tidak membuat hasil produksi yang semakin baik, malah hama penyakit bertambah banyak. “Kenapa seperti itu? Sehingga kami belajar dan belajar terkait pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan. Saya belajar ke Jawa Barat. Kami melakukan riset sendiri dengan biaya sendiri,” bebernya.
Wahyudi melakukan riset pertamanya pada tahun 2003-2004 di lahan seluas 3 ribu meter persegi. Lebih dari Rp 50 juta dana pribadi ia gelontorkan untuk riset ini. “Enam musim kami tidak panen, tapi kami panen ilmunya, menemukan sumber masalahnya,” jelasnya.
Kata dia, apa yang dilakukan oleh petani-petani di Indonesia bukan mengarah ke budi daya yang berbudi dan berluhur, namun bagaimana menggenjot lahan, sawah, perkebunan, bahkan perikanan supaya mendapat hasil yang maksimal.
“Bukti atau fakta ini sudah terjadi di mana-mana, hasil menurun, penyakit bertambah banyak, sehingga ini jadi masalah besar di negeri kita,” sebutnya.
Berangkat dari keprihatinan ini, Wahyudi tergerak. Dia kembali ke daerah asalnya, Ngawi, dan giat memberikan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan kepada para petani lewat Sri Organik Nuswantara.
Program pertanian Sri Organik Nuswantara ada beragam. Pertama, ada Pembelajaran Ekologi Tanah (PET) selama lima hari. Kedua, ada program pendampingan petani selama satu musim atau lima bulan.
Bagi petani yang telah menjalani program ini, ada program lanjutan yakni ToT (Training Of Trainer), sebuah program pelatihan menjadi pendamping pertanian organik. “Istilahnya kita juga mencetak kader-kader,” jelasnya.
Wahyudi menekankan bahwa Sri Organik Nuswantara bukan hanya sekedar mengajak, membujuk, atau merayu petani melakukan budi daya padi organik, namun ada proses penyadaran.
“Bangsa ini punya bahan-bahan melimpah menuju pertanian organik. Kotoran ternak banyak, jerami banyak, limbah tanaman banyak, tapi itu kerap tidak disadari bahwa itu bermanfaat,” sebutnya.
Maka, dia giat berupaya menyadarkan para petani agar menggunakan pupuk organik.
Terkait kesulitan sosialisasi pertanian organik, Wahyudi mengaku ada di subjek yang menjalankan pertanian organik itu.
“Siapa nih yang menerima atau siapa nih target kita? Kita pengennya semua petani mau melakukan itu (pertanian organik) tapi yang membuat kebijakan di negeri ini, terutama di desa itukan kepala desa, dan itupun tidak banyak yang respon terkait ini,” bebernya.
Saat ini, Sri Organik Nuswantara telah memiliki lebih dari 20 orang pendamping pertanian organik. Selain itu, juga telah membentuk tiga kelompok tani organik di Ngawi, dua di Wonogiri, satu di Kudus, dan satu di Jepara.
Wahyudi juga membuka kelas magang bagi petani yang ingin belajar di rumahnya. “Saat ini di rumah ada peserta magang empat orang. Mereka belajar selama empat musim. Sebelumnya ada magang dua orang dari Jepara, satu dari Jogja, satu dari Jakarta,” bebernya.
Semua pelatihan dalam kelas magang itu bersifat gratis. Para peserta mendapat fasilitas tempat tidur, kamar mandi, dan makan tiga kali sehari.
“Saya tidak mau pasang tarif tentang hal ini. Seikhlasnya mereka. Kalau ada yang mau nyumbang silahkan kami terima. Bukan kami kaya, tidak. Kami melihat semangat teman-teman ini bagaimana agar bisa belajar bareng,” ujarnya.
Selain membentuk Sri Organik Nuswantara, Wahyudi juga telah membuat Bank Benih Lokal Nuswantara. Sebuah komunitas yang mengumpulkan benih-benih padi lokal unggul. Bank benih ini bersifat simpan pinjam untuk pemberdayaan petani.
Semua yang ia lakukan semata-mata untuk berbakti kepada ibu pertiwi. Meski tak tamat menempuh pendidikan Tsanawiyah, Wahyudi berhasil membuktikan diri bahwa berbakti kepada negeri tidak harus berpendidikan tinggi.
Itulah yang tercermin dalam tagline Sri Organik Nuswantara: Persembahan anak negeri untuk pangan dan alam yang lestari.
Catatan ini adalah bagian dari program Jelajah Jawa-Bali, tentang Inspirasi dari Kelompok Kecil yang Memberi Arti oleh Tugu Media Group x PT Paragon Technology and Innovation. Program ini didukung oleh Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Pondok Inspirasi, Genara Art, Rumah Wijaya, dan pemimpin.id
Reporter: Lizya Kristanti
Editor: Herlianto. A