“Apakah saya lahir dari perutmu?” Ruth mengulang pertanyaan anak angkatnya itu. “Dan saya jawab: Tidak, kamu tidak lahir dari perutku.” Dia lantas menjelaskan bahwa dia lahir dari seorang perempuan yang tinggal di China. “Tapi percayalah kamu adalah belahan hatiku.”
Menurutnya, Kati tidak terus-menerus mengajukan pertanyaan tentang siapa orang tua kandungnya. “Mungkin karena dia disibukkan hal lain.”
Namun demikian, yang selalu diingat Ruth, sang anak angkat itu terlihat bahagia setiap mendapatkan jawaban atas apa yang menjadi keingintahuannya.
Kadang penasaran, tapi tidak saya besar-besarkan
Berambut hitam, paras agak bulat dan mata agak sipit. Kati yang saat itu berusia 22 tahun menyadari sepenuhnya bahwa ada perbedaan fisik dirinya dengan kedua orang tua dan dua saudara lelakinya. Tapi sepanjang hidupnya, Kati mengaku tidak pernah dibedakan oleh keluarga angkatnya.
“Kami begitu dekat, dan begitu dekatnya, sehingga saya merasa benar-benar diterima, walaupun fisik kami berbeda,” kata Kati.
Tapi, kemudian segalanya mulai menjadi berbeda ketika Kati berhubungan dengan komunitas di luar keluarganya. Di sinilah, saat dirinya bertemu dengan orang-orang yang tidak mengenal siapa dirinya, tidak tahu tentang latar keluarganya, dia seperti dituntun untuk mengetahui sejarah keluarga kandungnya.
“Saya rasa ada kalanya saya penasaran, tapi tidak pernah saya besar-besarkan,” ungkapnya.
Suatu saat, ketika didera penasaran luar biasa, dia berusaha mengetahui dokumen tentang sejarah kelahirannya. Arsip-arsip itu diletakkan di bagian rak paling atas di salah-satu ruangan rumahnya.
“Saya ingat ketika kanak-kanak, saya menarik kursi, memanjat, seperti mencoba mencapainya, dan saya ingin membukanya, dan membacanya. Saya ingat, saya beberapa kali melakukannya,” Kati mencoba mengingat lagi.
Dokumen penting yang ingin diketahui Kati adalah catatan berbahasa China yang ditinggalkan orang tua kandungnya. Kelak dia akhirnya memahami catatan yang berisi harapan orang tuanya yang ingin bertemu dirinya saat dia berusia 10 atau 20 tahun.
Saya tetap menunggu di jembatan itu
Sementara itu di Hangzhou, Lida dan Fengxian menjelaskan alasan yang melatari mereka menuliskan catatan yang kemudian diletakkan di atas bayi yang ditinggalkan itu.
“Saya pikir orang tua angkatnya tidak akan mengijinkan kita melihatnya dalam rentang dua, tiga, atau lima tahun, sedangkan kalau rentang waktu 10 dan 20 tahun itulah, dia akan mulai tahu bahwa dia diadopsi,” ungkapnya.
Pada secarik kertas itu, Lida dan istrinya menuliskan bahwa mereka terpaksa meninggalkan bayi itu dengan alasan kemiskinan dan masalah lainnya.
“Kami tidak punya pilihan selain meninggalkan gadis kecil kami di jalan. Aparat berwenang mengejar kami,” ungkapnya.
Itulah sebabnya, mereka memutuskan untuk melahirkan bayinya sendiri. “Saya memotong tali pusarnya dengan gunting.” Dan setelah bayi itu lahir dan diberi nama Jingzhi, “kami tidak dapat menemukan orang yang kami kenal untuk mengadopsinya.”
Karena itulah, mereka sangat berharap dapat dipertemukan kembali dengan anaknya di atas jembatan di Huanzhou.