Takut kehilangan Kati
Menanggapi harapan orang tua kandung Kati, seperti yang dituliskan dalam dokumen itu, orang tua angkatnya dapat memahaminya.
“Itu adalah permintaan yang tulus kepada kita. Tapi karena kita tinggal berjauhan, bisakah kita melakukannya?” kata Ruth.
Saat umur Kati memasuki 10 tahun, ada upaya untuk mempertemukannya dengan orang tua kandungnya, tetapi ini tidak berjalan seperti diharapkan.
Utusan dari keluarga Ken Pohler telah dikirim ke Cina, tetapi rencana menjadi berantakan karena kehadiran media. Orang tua angkatnya membatalkan pertemuan itu dengan alasannya Kati belum siap menghadapi “situasi” di negara asalnya.
“Ketakutan saya adalah kemungkinan saya bisa kehilangan anak perempuan saya …. Saya terikat, dia adalah anak perempuan saya, kami telah mengadopsinya,” kata Ruth.
Lida tentu saja kesal, namun dia tetap menunggu pertemuan tersebut. Sejak 2004 Lida selalu mengunjungi jembatan tersebut setiap tahun dan hasilnya nihil. “Saya tidak terlalu berharap, tapi saya tetap menunggu.”
Kati berangkat ke China
Kati kemudian memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Cina untuk menemui orang tua biologisnya. Keinginan ini sulit dia tolak saat usianya memasuki 20 tahun.
Dia juga sempat mempertanyakan sikap orang tuanya yang menganggap dirinya belum siap untuk bertemu orang tua kandungnya.
Pada saat bersamaan, Kati menemukan film dokumenter berjudul Long Wait For Home yang orang tua kandungnya muncul dalam film itu. “Agak sulit dipercaya, mengapa orang tua angkat saya tidak memberitahu saya lebih awal.”
“Saya menontonnya di sekolah, di perpustakaan. Itu kesalahan besar, dan saya mulai menangis …”
Akhirnya, Ken dan Ruth Pohler, orang tua angkatnya mengizinkannya untuk menemui orang tua kandungnya. Mereka kemudian melakukan kontak ulang dengan orang tua kandungnya di Cina.
Ingin hubungan berlanjut
Kati akhirnya terbang ke Cina untuk menemui orang tuanya di jembatan terkenal itu.
“Cinta itu nyaris luar biasa. Orang tua angkat sangat mencintaiku, dan sekarang saya memiliki cinta seperti ini dari orang tua kandung saya,” ungkap Kati.
Dalam perjalanan menuju Cina, Kati tidak bisa menutupi perasaannya yang campur aduk. “Ketakutan terbesar saya adalah bagaimana saya akan menyukainya, apakah saya mengecewakan mereka, tapi saya juga tahu kepedihan yang mereka alami.”
Dia juga menyebut faktor bahasa dan budaya sebagai hambatan lainnya. “Idealnya, saya tidak ingin pertemuan ini hanya sekali. Saya ingin semacam hubungan lanjutan.”
Perasaan yang nyaris sama juga dirasakan orang tua kandungnya, ketika menunggu kedatangan Kati.
“Apa yang bisa saya katakan kepadanya saat bertemu? Apakah akan membantu kalau saya minta maaf? Tidak. Sepuluh ribu kata maaf tidak akan cukup,” ungkap Lida.