Tugujatim.id – 17 September 2004, Munir Said Thalib berangkat dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda dengan pesawat Garuda bernomor GA-974. Namun, belum sampai ke tujuan, aktivis HAM tersebut tewas di udara karena racun arsenik yang merusak tubuhnya. Mirisnya, belum diketahui siapa aktor intelektual dari peristiwa sadis tersebut.
Kini, tujuh belas tahun sudah “peristiwa” pembunuhan itu belalu, tetapi belum ada upaya yang serius dari para penegak hukum tanah air untuk mengungkap siapa sebenarnya dalang besar dibalik kematian Munir. Tewasnya aktivis asal Kota Batu itu menjadi catatan sejarah buruk kesekian tentang penghilangan paksa nyawa para aktivis di Indonesia. Bersama ini, kita ingin mengenal lima fakta tentang Munir.
1. Mengadvokasi Banyak Kasus HAM
Sebagai aktivis hak asasi manusia sekaligus pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Munir sudah banyak menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kasus-kasus tersebut di antaranya, sengketa agraria, kasus Marsinah, kasus penghilangan paksa dan penculikan para aktivis HAM pada tahun 1997-1998, kasus penembakan mahasiswa pada tragedi Semanggi. Munir juga terlibat dalam advokasi menangani pelanggaran HAM di daerah-daerah konflik seperti Timor Leste, Ambon, Papua, dan Aceh.
2. Mendapatkan Banyak Penghargaan
Atas kontribusinya yang besar terhadap HAM, Munir mendapatkan banyak penghargaan seperti Man of the Year dari majalah Ummat pada tahun 1998. Juga dinobatkan sebagai salah satu dari ‘Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru di tahun 2000. Di tahun yang sama, dia dianugerahi Right Livelihood Award. Kemudian alumni Universitas Brawijaya (UB) itu juga mendapatkan penghargaan dari UNESCO pada Madanjeet Singh untuk pemajuan toleransi dan nirkekerasan.
3. Membuat Tesis tentang Orang-orang yang Hilang
Pada 6 September 2004, Munir melakukan perjalanan ke Amsterdam untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Utrecth. Untuk studinya itu, ia telah menyiapkan proposal tesis mengenai penghilangan orang secara paksa di Indonesia. Proposal tesis inilah yang menurut orang-orang menjadi penyebab utama pembunuhan terhadap Munir. Sebab judul dari proposal itu sangat sensitif dan tentunya membuat aktor dibalik penghilangan orang secara paksa terancam.
4. Diracun Arsenik
Dalam perjalanan dari Indonesia ke Amsterdam inilah Munir diracun dengan arsenik. Pollycarpus, pilot pesawat Garuda yang ditumpangi Munir, menjadi tersangka utama yang ditetapkan oleh pengadilan. Pada saat itu ada dua kemungkinan kapan Munir diracun, yang pertama adalah saat Munir memesan bakmi dan es jeruk di pesawat, kedua saat Munir memesan coklat panas di coffee shop bandara Changi, Singapura. Namun pada persidangan kedua telah ditetapkan bahwa Munir diracun ketika berada di coffee shop Bandara Changi.
Setelah transit di bandara Changi dan duduk di coffee shop bersama Munir, Pollycarpus tidak melanjutkan perjalanannya ke Amsterdam, ia malah pergi dari bandara. Munir pada saat itu tidak peduli dengan Pollycarpus yang tidak ikut penerbangan ke Amsterdam. Di dalam pesawat Munir sakit perut, dan penumpang yang berprofesi sebagai dokter mendiagnosa bahwa Munir terkena muntaber dikarenakan ciri-cirinya mengarah ke sana.
Pada tanggal 7 September 2004 di pagi hari, dokter kembali mengecek keadaan Munir tetapi Munir sudah tidak bernyawa lagi. Setelah sampai di bandara, Munir kemudian dibawa untuk autopsi. Hasil autopsi menunjukan bahwa Munir keracunan arsenik.
5. Aktor Utama Pembunuhan Belum Terungkap
Meskipun telah menetapkan Pollycarpus sebagai tersangka pembunuhan Munir, tetap masih banyak kejanggalan terhadap pada peristiwa tersebut. Aktor intelektual dari pembunuhan ini sampai sekarang belum terungkap. Banyak sekali teori yang beredar tentang kasus ini, termasuk keterkaitan anggota dalam sebuah lembaga yang besar terhadap pembunuhan Munir.
Seorang bawahan anggota tersebut pernah bersaksi bahwa ia sering mendengar Pollycarpus dan atasannya berkomunikasi via telepon, dan ia juga pernah mendengar bahwa mereka berdua membicarakan rencana menyingkirkan Munir. Tetapi setelah bersaksi seperti itu, ia langsung mencabut kesaksiannya karena tidak ingin terlibat dalam kasus ini.