Mumbai, – Total telah sebanyak 55 jurnalis di India ditangkap oleh pemerintah India sejak Maret lalu. Mereka ditangkap dan diinterogasi lantaran kerap memberitakan laporan serta mengkritik penanganan virus corona atau COVID-19 oleh pemerintah.
Jumlah tersebut berdasar laporan yang dikeluarkan oleh Rights and Risks Analysis Group, sebuah LSM yang berbasis di New Delhi, India yang dilansir dari Los Angles Times.
LA Times menyebut bahwa otoritas India menyatakan bahwa jurnalis-jurnalis tersebut ditangkap lantaran tuduhan membuat berita palsu. Bahkan, pihak berwenang pemerintah India membuka investigasi kriminal terhadap banyak jurnalis yang diduga membuat laporan palsu.
Baca Juga: Selama 10 Hari, Planet Mars Bakal Bersinar Paling Terang Sejak Tahun 2003
Mereka ditangkap dengan menggunakan UU Penyakit Epidemi serta UU era kolonial yang masih dipakai dan memberikan kekuasaan besar pada negara. Dari UU yang dipakai tersebut, para juru warta yang kerap mengkritik penanganan COVID-19 di India bahkan diancan hukuman denda hingga dua tahun penjara.
Penangkapan Jurnalis di India Dikritik Keras oleh Asosiasi Jurnalis Internasional
Menaggapi hal itu, Direktur Asia-Pacific Reporters Without Border (asosiasi Jurnalis Tanpa Batas Asia-Pasifik, red), Daniel Bastard begitu geram.
“Ruang kebebasa pers telah menyusut sejak krisis COVID-19 dimulai di India,” terang Daniel dilansir LA Times, Minggu (4/10/2020).
“Jurnalis telah ditangkap karena membicarakan tentang efek kebijakan lock-down di daerah termiskin dari populasi India,” lanjut Daniel.
Banyaknya penangkapan terhadap para jurnalis di India itu terjadi sejak kebijakan lock-down pada Maret silam. Untuk diketahui, Perdana Menteri India, Narendra Modi memberlakukan kebijakan lokcdown pada 25 Maret silam.
Tak hanya ditangkap oleh pihak berwenang, jurnalis juga kerap menjadi korban kekerasan oleh orang ‘tak dikenal.’
Bulan lalu, Parashar Biswas, seorang jurnalis dari Kota Tripura tiba-tiba dihajar oleh oleh orang tak dikenal. Ia menjadi korban kekerasan setelah dikritisi oleh pejabat pemerintah India yang menganggap Biswas terlalu membesar-besarkan masalah COVID-19.
Komite Internasional Keselamatan Jurnalis (CPJ) Minta Pernyataan Pemerintah India
Selain asosias Reporters Without Border, hal tersebut juga ditanggapi oleh Komite Internasional Keselamatan Jurnalis atau Committee to Protect journalis (CPJ).
Baca Juga: Bahaya Kebiasaan Memukul Anak yang Seharusnya Tak Dilakukan
“Jurnalis di India selalu menghadapi serangan dan intimidasi. Tetapi apa yang kami lihat saat ini cukup intensif dan lebih berani,” terang peneliti senior Asia di Komite Internasional Keselamatan Jurnalis (CPJ), Aliya Iftikhar.
Menurutnya, di India memang sulit dilakukan untuk proses liputan dan keterbukaan informasi publik.
“Jelas ada lingkungan yang berbeda dan lebih sulit bagi jurnalis di bawah pemerintahan Modi ini,” lanjut Iftikar.
Menaggapi hal itu, pemerintah India mengelak bahwa terdapat kekerasan terhadap jurnalis dan insan pers. Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Menteri Prakash Javadekar pada Hari Kebebasa Pers Sedunia pada Mei lalu.
“Media di India menikmati kebebasan mutlak,” cuit Javadekar melalui media sosialnya.
Menanggapi runtutan peristiwa tersebut, CPJ menuntut pihak berwenang serta pemerintah India untuk memberikan pernyataan resi terkait kasus kekerasan dan penangkapan yang telah dilakukan terhadap total 55 jurnalis di India tersebut. (gg)