MALANG, Tugujatim.id – Atlet sepatu roda asal Kota Malang, Yossy Aditya Nugraha (20) memborong sebanyak 4 medali untuk kontingen Jawa Timur pada ajang PON XX Papua. Pada gelaran bergengsi tersebut, Yossy mampu membawa pulang 2 medali emas, 1 medali perak, dan 1 perunggu.
Adapun empat medali itu diraih dari kategori Tim Relay 3 km dan Marathon 42 km (emas), 1.000 meter Sprint (perak) dan 15 km Elimination (perunggu).
“Sebenarnya saya senang, cuma itu masih diluar target. Targetnya itu dari KONI Jatim bisa meraih 4 emas. Tapi target pribadi 2 emas,” ujar Yossy, Rabu (13/10/2021).
Mahasiswa semester 5, Universitas Negeri Malang (UM) itu mengaku tak mudah dalam meraih 4 medali tersebut. Dia harus melalui latihan keras dan mengoptimalkan seluruh tenaganya saat bertanding.
“Saya selalu termotivasi untuk bisa menjadi kebanggaan orang tua, saudara, keluarga besar dan teman teman,” ucapnya.
Pria yang tinggal di Kelurahan Sawojajar, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang ini mengaku mulai menggeluti olahraga sepatu roda sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 3.
“Dulu awalnya saya suka main sepeda saat kelas 1 SD. Saat itu pernah ikut lomba sepeda BMX tapi jatuh, akhirnya saya trauma. Kemudian kelas 3 SD disarankan ayah main sepatu roda di 2009 itu. Itu coba coba tapi senang sampai sekarang,” jelasnya.
PON Jabar di 2016 menjadi batu lompatan pertama Yossy menjajakan karir profesional sebagai atlet sepatu roda. Kini Yossy juga sudah mulai disibukkan sebagai pelatih sepatu roda di Kota Malang.
Apa yang sudah raih Yossy tak selalu mendapat jalan mulus. Dia harus berjuang ditengah keterbatasan fasilitas olahraga. Bahkan lantaran tak ada lapangan latihan khusus sepatu roda di Kota Malang, dia harus berlatih di lapangan olahraga sepeda.
Menurutnya, faktor lapangan latihan juga sangat berpengaruh pada hasil capaiannya di PON Papua. Dari latihan di lapangan seadanya itu membuatnya tak bisa optimal saat beradaptasi di lapangan pertandingan berstandar internasional di PON Papua tersebut.
“Sebenarnya saya bisa meraih 4 emas, cuman ada beberapa masalah dan ada beberapa faktor. Salah satunya faktor lapangan juga, kita gak punya lapangan untuk latihan standar. Jadi penguasaan lapangan itu kurang,” paparnya.
“Kita butuh lapangan untuk latihan di Malang. Jadi saya latihan di lapangan seadanya. Saya sejak 2009 mulai menggeluti sepatu roda itu ya seadanya tempat latihannya. Di Kota Malang gak ada lapangannya yang bener bener untuk sepatu roda. Jadi saya biasa latihan di velodrome,” imbuhnya.
Untuk itu dia berharap Pemerintah Kota Malang bisa memfasilitasi atlet sepatu roda dengan membangun lapangan khusus sepatu roda. Sehingga potensi potensi pemuda di Kota Malang bisa dioptimalkan.
“Saya berharap di Kota Malang juga ada lapangan latihan khusus sepatu roda. Karena banyak sekali junior junior kita yang berprestasi. Kota Malang itu punya banyak potensi atlet sepatu roda tapi tak punya fasilitas,” tutupnya.