SURABAYA, Tugujatim.id – Setelah sukses dengan film layar kacanya, Yowis Ben juga Loka Karya Series Lara Ati 1, penulis naskah juga talenta muda Bayu Skak hadir dengan film lanjutannya Lara Ati 2.
Sudah menjadi ciri khas seniman yang mengawali karirnya sebagai youtuber ini dalam menciptakan karya dengan sentuhan unsur budaya daerah.
Beberapa film yang ia ciptakan juga karakternya sebagai pemeran, lekat dengan logat bahasa Jawanya yang kental dan medog. Bukan tanpa alasan, sentuhan itu memang sengaja diberikan oleh Bayu Skak di setiap karyanya agar masyarakat Indonesia mengetahui nilai kedaerahan Jawa Timur.
“Saya pengen agar menarik supremasi Jakarta. Di daerah kita punya nilai universal yang bisa dibanggakan. Sama halnya nonton film Korea kita nggak perlu paham dulu dengan bahasa Korea. Ada subtitlenya,” katanya dalam kegiatan Apreasiasi Kreasi Indonesia (AKI) bersama Menparekraf Sandiaga Uno, di Pakuwon Mall Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (15/7/2023).
Meski karyanya sempat diremehkan oleh beberapa rumah produksi karena dominan menggunakan bahasa Jawa, namun hal itu tak membuatnya gentar untuk menciptakan karya orisinilnya agar bisa dinikmati masyarakat Indonesia. “Awalnya Yowis Ben diremehkan. Tapi, pas tayang di bioskop mencapai satu juta itu membuktikan bahwa membutuhkan waktu agar film daerah juga bisa diterima,” ujarnya.
Komitmen seniman asal Malang, Jawa Timur, ini dalam memasukkan unsur kedaerahan tidak hanya sebatas bahasa, tetapi juga produk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Hal ini pun turut diapresiasi oleh Sandiaga Uno.
“Saya memasukkan budaya di film salah satunya makanan karena terinspirasi dari drama Korea. Kita lihat beberapa tahun lalu belum banyak resto Korea, tapi sejak ada makanan khasnya yang ditampilkan di drama, resto Korea di Surabaya jadi menjamur,” ungkapnya.
Bagi Bayu, film atau series bisa menjadi lokomotif yang membuka gerbang di segala bidang, termasuk makanan khas daerah. Bukti nyatanya, dalam series Lara Ati 2, ia mengajak pengusaha terkenal Surabaya dengan produknya yang melegenda, Sambel Bu Rudi.
“Sambal Bu Rudi bukan cuma tempelan, tapi masuk cerita. Korea itu industri filmnya mengangkat juga produknya yang lain seperti budaya, musik, makanannya. Sehingga film itu bisa menjadi lokomotif yang enak untuk membawa gerbong yang banyak sekali,” tuturnya.
Ia berpesan kepada audien yang mayoritas merupakan pelaku UMKM agar tidak minder untuk memperkenalkan karyanya. Sebab, selagi karya tersebut memberikan banyak manfaat, tentu akan diterima oleh masyarakat meski membutuhkan waktu panjang.
“Untuk subsektor film berangkat gak harus minder. Harus berani untuk maju dan jangan ngoyah kalau dbilang ga berhasil, selagi memberikan nilai positif untuk masyarakat, pasti ditonton,” pungkasnya.
Reporter: Izzatun Najibah
Editor: Lizya Kristanti