Tugujatim.id – Pada pertengahan Juni 2022, beberapa wilayah di Indonesia masih mengalami hujan dengan intensitas tinggi. Lantas mengapa hujan masih kerap terjadi di waktu yang seharusnya sudah memasuki musim kemarau?
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, jika secara global, La Nina Moderate masih menjadi salah satu penyebab tingginya curah hujan. Fenomena ini berdampak pada kenaikan intensitas hujan dan dapat memicu kejadian bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor.
Prakirawan BMKG Dea Nurina Bestari menyebut, selain La Nina, tingginya curah hujan juga dipengaruhi dinamika atmosfer harian yang labil dan dapat meningkatkan potensi awan hujan.
Faktor yang Memengaruhi Tingginya Curah Hujan:
1. Masih hangatnya suhu muka laut di beberapa wilayah di Indonesia dibanding normalnya, ditandai dengan anomali suhu muka laut positif.
“Kondisi ini akan mendukung peningkatan suplai uap air sebagai peningkatan sumber pembentukan awan hujan,” katanya dikutip dari YouTube BMKG, Sabtu (18/06/2022).
Selain itu, masih tingginya kelembapan udara di sekitar wilayah Indonesia akan semakin mendukung pertumbuhan awan hujan yang intens.
2. Aktifnya fenomena Madden Jullian Oscillation (MJO), Gelombang Rossby Ekuatorial, dan juga Gelombang Kelvin di wilayah Indonesia. Artinya, fenomena dinamika atmosfer yang mengindikasikan adanya potensi pertumbuhan awan hujan dalam skala yang luas di wilayah aktif yang dilewatinya.
Fenomena MJO dan Gelombang Kelvin bergerak dari arah Samudera Hindia ke arah Samudera Pasifik melewati wilayah Indonesia dengan siklus bulanan pada wilayah MJO dan siklus mingguan pada Gelombang Kelvin.
“Sebaliknya, fenomena gelombang Rossby Ekuatorial bergerak dari arah Samudera Pasifik ke Samudera Hindia dengan melewati wilayah Indonesia yang memiliki siklus mingguan,” lanjut Dea.
Sama halnya dengan MJO maupun Kelvin, ketika gelombang Rossby Ekuatorial aktif di wilayah Indonesia, maka akan berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia.
3. Terbentuknya pola-pola pusaran angin di perairan barat Sumatera dan di wilayah sekitaran Kalimantan yang membentuk daerah belokan atau daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau disebut konfergensi.
“Gangguan atmosfer ini akan membantu proses pengangkatan uap air sebagai sumber pembentukan awan. Jadi, daerah di sekitar lokasi gangguan atmosfer tersebut akan memiliki potensi pertumbuhan awan hujan yang cukup besar,” ujar Dea.
Baca Juga:
Prakiraan Musim Kemarau 2022 di Bojonegoro, Berikut Rinciannya!
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim