JATIM – Banyaknya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diisi perempuan, mengindikasikan Jawa Timur “ramah” perempuan. Ada 15 calon yang dirangkum tugujatim.id. mulai dari petahana atau incumbent hingga pendatang baru. Namun menurut Pengamat Politik Universitas Brawijaya (UB), semua calon perempuan di Jatim saat ini dekat dengan elit politik.
Siapa saja calon perempuan untuk pilkada di Jatim 2020, berikut rangkuman tugujatim.id:
1. Dr Faida MMR (Cabup Jember)
Faida mencalonkan kembali sebagai Bupati Jember. Alumnus Universitas Airlangga ini sebelumnya menjabat Bupati Jember 2016-2021. Perempuan kelahiran Malang ini mencalonkan lewat jalur independent. Dia akan bertarung melawan calon-calon yang diusung koalisi partai.
Baca Juga: Mengulik Fenomena Pencurian Kain Kafan di Jombang yang Konon untuk Pesugihan
2. Hj. Kartika Hidayati, M.M., M.HP (Cabup Lamongan)
Kartika Hidayati yang saat ini menjabat Wakil Bupati Lamongan, akan maju sebagai calon Bupati Lamongan di pilkada 2020 ini. Mantan anggota DPRD Provinsi Jatim ini seorang politikus dari PKB. Kartika juga Ketua PC Muslimat NU Lamongan.
3. Khozanah Hidayati (Cabup Tuban)
Akrab disapa mbak Ana, anggota DPRD Provinsi Jatim ini siap bertarung di pilkada Tuban 2020. Politikus PKB ini disebut-sebut didukung basis masa kalangan NU. Mbak Ana baru mendapatkan rekom dari PKB di awal bulan September ini.
4. Ikfina Fatmawati (Cabup Mojokerto)
Istri mantan Bupati Mojokerto Muhamad Kamal Pasa ini maju di pilkada Mojokerto 2020. Basis masa suaminya menjadi harapan dia mendulang suara saat pencoblosan nanti.
5. Lathifah Shohib (Cabup Malang)
Lathifah menggeser posisi calon yang sebelumnya mencuat akan diusung PKB, dr Umar Usman. Meski Lathifah sendiri cukup kuat di Malang, sebagaimana dia mendulang suara masyarakat Malang saat dirinya terpilih sebagai DRI RI dari Malang. Disebut-sebut Ketua PC Muslimat Kabupaten Malang ini dominan mendapatkan dukungan dari basis massa NU.
Baca Juga: 31 Penghuni Ponpes Al Izzah Kota Batu Positif COVID-19
6. Rini Syarifah (Cabup Blitar)
Dalam kurun waktu satu dekade terakhir, baru ada Rini yang maju sebagai calon Bupati Blitar. Profilnya sebagai pengusaha, akan berhadapan dengan lawannya yang merupakan petahana.
7. Ipuk Fiestiandani (Cabup Banyuwangi)
Ada yang memanggil istri Bupati Banyuwangi Azwar Anas ini, Ipuk. Banyak juga masyarakat memanggilnya Dani. Sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Banyuwangi, Ipuk berhasil menggagas program pendataan keluarga dengan sistem online. Selama periode kepemimpinan Anas, Ipuk disebut-sebut memberikan kontribusi moril dan support untuk perkembangan Banyuwangi. Kemampuan manajerial Ipuk selama ini diharapkan dapat melanjutkan program-program yang dilaksanakan Anas untuk kemajuan Banyuwangi.
8. Dwi Astutik (Cawabup Sidoarjo)
Sepak terjang Dwi Astutik di organisasi muslimat NU melenggangkannya menjadi calon wakil bupati untuk Pilkada Kabupaten Sidoarjo 2020 ini. Dwi Astutik juga dikenal di ranah pendidikan karena menjabat Ketua Forum PAUD Jatim.
9. Hj. Aminatun Habibah, M.Pd (Cawabup Gersik)
Ning Min sapaan akrabnya, dikenal sebagai aktifis pendidikan. Dia aktif di fatayat, muslimat, dan menjabat Wakil Sekretaris PW Ma’arif NU Jatim.
10. Titik Masudah (Cawabup Mojokerto)
Titik Masudah merupakan adik dari Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Saat ini dia aktif sebagai Sekretaris 1 DPP Perempuan Bangsa (PB), salah satu badan otonomo PKB. Di pilkada Kabupaten Mojokerto 2020 ini, dia menjadi wakil dari petahana H. Pungkasiadi.
11. Choirunnisa (Cawabup Mojokerto)
Publik Kabupaten Mojokerto sudah tidak asing dengan nama Choirunnisa. Dia merupkan Wakil Bupati Mojokerto tahun 2010-2015. Choirunnisa juga sempat maju pada pilkada Kabupaten Mojokerto 2015.
12. Dewi Maria Ulfa (Cawabup Kediri)
Dewi merupakan Ketua PC Fatayat NU Kabupaten Kediri. Dia berpasangan dengan Cabup Hanindhito Himawan Pramana. Paslon ini akan bertarung melawan kotak kosong karena merupakan calon tunggal di pilkada Kabupaten Kediri 2020.
13. Lisdyarita (Cawabup Ponorogo)
Perempuan yang akrab disapa mbak Rita ini merupakan pengusaha asli Ponorogo. Sempat memegang tampuk kepemimpinan DPD Perindo Ponorogo, kini Rita “berbaju merah” dan menjabat Wakil Ketua DPC PDIP Ponorogo.
14. Hj. Dewi Khalifah (Cawabup Sumenep)
Nyai Eva, sapaan akrabnya, merupakan perempuan yang akrab dengan kaum santri dan santriwati. Dia juga menjabat Ketua PC Muslimat NU Sumenep 2015-2020. Nyai Eva juga seorang pengasuh pondok pesantren Aqidah Al-Usymuni Sumenep.
15. Hj. Khoirani, S.Pd., M.H. (Cawabup Situbondo)
Di Situbondo, dia dikenal sebagai Nyai Khoirani. Namun dia juga sudah lama berkiprah di dunia politik dan menjadi wakil rakyat sebagai anggota DPRD Kabupaten Situbondo selama dua periode.
Pengamat Politik Universitas Brawijaya (UB) Tri Hendra Wahyudi M.Ip menjelaskan, Jawa Timur merupakan daerah “ramah” untuk pemimpin perempuan. Saat ini ada total 13 daerah di Jawa Timur, yang dipimpin perempuan. Bahkan prosentasenya merupakan yang terbanyak dibanding provinsi lain di Indonesia.
“Di Jatim saja ada 13 pemimpin perempuan, dari Gubernur hingga Bupati. Total di Indonesia ada 79 pemimpin perempuan,” dosen ilmu politik FISIP UB itu.
Untuk pilkada 2020 ini, pihaknya juga mencatatkan banyak calon perempuan yang maju sebagai kepala daerah ataupun wakil. Tri Hendra membaginya dalam 7 kategori. Incumbent, istri kepala daerah, pengusaha, politisi, aktifis ormas, birokrat, dan kerabat pejabat.
“Melihat potensi calon perempuan ini tidak bisa diukur sebagai eksistensi perempuan, karena secara detail mereka tidak jauh dari para elit saat ini,” kata Ketua Pusat Kajian Pemilu dan Demokrasi UB tersebut.
Menarik kata Tri Hendra jika melihat incumbent Bupati Jember dr Faida. Maju sebagai calon independent, Faida ditinggal partai pengusungnya. Otomatis Faida berjuang dengan mesin politiknya sendiri tanpa dukungan partai.
“ini menarik, sejauh mana calon perempuan ini diminati oleh publik,” kata mantan Ketua Laboratorium Politik dan Rekayasa Kebijakan (Lapora Fisip UB) itu.
Namun banyaknya organisasi perempuan kata Tri Hendra, tidak menutup kemungkinan keterwakilan calon perempuan bisa menjadi marketing politik. Perempuan yang memiliki background organisasi dan massa perempuan, bisa menjual status keperempuanan tersebut.
“Kemungkinan (memilih calon perempuan karena daya tarik psikologis) itu ada. Tapi kami tidak pernah melakukan dan menemukan data penelitian espektasi jenis kelamin seperti itu,” kata Wakil Direktur Pusat Studi HAM Surabaya itu.
Tri Hendra menyebut, karakteristik pemilih saat ini sudah bergeser. Jika sebelum tahun 2009, pengaruh faktor eksternal seperti tokoh agama bisa menarik simpati pemilih, menurutnya saat ini sudah berubah. Publik kata dia, saat ini lebih rasional dalam menentukan pilihan.
“Sejak tahun 2009, karakter pemilih kecenderungannya tidak terikat persepsi elit dan tokoh eksternal partai politik. Ini bisa menguntungkan calon perempuan yang lepas dari faktor status keperempuanannya,” pungkasnya. (Sindy Lianawati/Jaf)