Hari itu, Minggu, 20 September 2020, masyarakat Desa Kesamben, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang mendadak geger atas kasus pencurian. Namun, kali ini bukanlah kasus pencurian biasa. Sebab, sebuah kuburan seorang ibu muda yang baru berusia satu hari, ditemukan terbongkar. Sedangkan kain kafan yang membalut tubuh jenazah, raib dicuri.
Lalu, apa yang melatari pelaku melakukan aksi pencurian kain kafan yang nyeleneh dan banyak dikaitkan dengan dunia mistis ini? Terdorong oleh hal itu, Tugu Jatim pun mewawancara praktisi supernatural untuk mengulik kasus yang terjadi di Jombang ini.
Konon Merupakan Tahapan Ritual Mencari Pesugihan
Menurut praktisi muda dari Komunitas Gubuk Klenik di Malang, aksi pencurian kain kafan tersebut memiliki tujuan, yakni pesugihan. Pesugihan sendiri berasal dari kata dasar Bahasa Jawa: sugih, yang artinya kaya. Di mana pesugihan ini adalah untuk tujuan memperoleh kekayaan.
Baca Juga: Viral Video Tindak Pelecehan, Pria di Malang Pamer Alat Kelamin di Tempat Umum
Ki Cupang, salah satu praktisi muda di komunitas yang berdiri tahun 2017 menyebut bahwa tindakan-tindakan itu merupakan tahapan ritual yang harus dilakoni dalam mencari pesugihan. Menurutnya, dari temuan bukti yang ditemukan di lapangan, hal itu mengerucut pada praktik pesugihan.
”Hanya saja, ritual pesugihan yang dijalankan pelaku itu belum selesai, alias ritual gagal. Karena banyak tahapan dan aturan sesuai pakem banyak yang dilanggar oleh pelaku,” ungkap Ki Cupang ketika ditemui Tugu Jatim, Selasa (22/9).
Menurut pria dengan nama asli Lillahi Ali Akbar Al Faruq ini, harusnya praktik ini dalam proses penggaliannya harus menggunakan tangan kosong. Lalu saat mengambil kain, harus dengan mulut (gigi). Dan bahkan, apapun yang diambil dari mayat harus diganti atau dikembalikan.
”Kalau dalam kasus ini kan banyak cela. Mulai kuburan tidak dikembalikan, kain kafan tidak diganti. Ditambah dengan pas gali tanah itu pakai alat piring seng. Jelas itu mengurangi kadar pesugihan yang diinginkan,” paparnya.
”Kalau praktik yang asli dilakukan ahlinya, semua tahapan dilakukan dengan rapi. Semua diganti, bahkan nisan pun kalau diambil harus diganti. Jadi tidak muncul kecurigaan sama sekali. Mungkin ini menjadi ritual yang belum selesai atau bisa jadi sewaktu proses, dia sudah keburu takut ketahuan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, pada Senin (21/9) diduga kain kafan yang dimaksud telah ditemukan tak jauh dari rumah warga. Namun anehnya, saat ditemukan, kain kafan ini membalut sebuah patung bayi merangkak.
Baca Juga: Kasus COVID-19 Terus Meningkat, Khofifah Bakal Realisasi RS Lapangan Darurat di Malang
Hal inilah yang semakin memperkuat dugaan praktik itu dilakukan untuk pesugihan. Patung bayi yang dibungkus kain kafan itu artinya sebagai wadah spirit makhluk gaib yakni tuyul. ”Jadi tuyulnya dimasukkan ke situ sebagai pesugihan melariskan usaha,” duganya menganalisis.
Kenapa Jezanah Ibu Muda
Kembali soal kenapa mayat seorang ibu muda itu yang menjadi target pencurian? Menurut Cupang memang sudah sewajarnya. Mengingat kematian ibu ini tidak wajar. Jenazah disebutkan meninggal sehari usai kematian jabang bayinya. Hingga kemudian, pada besoknya Minggu (20/9) aksi ini dilancarkan.
Dalam pakem ritual pesugihan, terang Ki Cupang memang membutuhkan kriteria khusus. Utamanya orang yang mengalami kematian tidak wajar, seperti mati tertabrak, mati tersambar petir, bunuh diri dan kematian tidak wajar lainnya.
Sebab itu, untuk mengantisipasi kejadian ini agar tak terulang kembali memang jenazah dengan kriteria itu sebaiknya dilakukan melekan alias dijaga selama 40 hari. Tradisi ini bahkan juga sering dilakukan oleh warga Jawa pada umumnya.
”Mungkin karena memang saat itu di Jombang tidak dilakukan tradisi kayak gini. Jadi kecolongan,” ungkap pria asli Malang ini.
Baca Juga: 5 Fakta Pulau Sempu yang Ingin Dibangun Lapas oleh Kemenkumham
Sudah Dipraktikkan sejak Zaman Jawa Kuno
Pria berusia 27 tahun ini mengakui bahwa praktik supranatural seperti kerejekian, penglaris dan pesugihan itu sebenarnya sudah umum terjadi. Bahkan sejak zaman kerajaan, atau kata Cupang mungkin bisa jadi sudah dilakkan sejak Jawa kuno, nenek moyang kita.
Tidak menutup kemungkinan praktik serupa juga terjadi di luar Pulau Jawa dengan tahapan ritual berbeda-beda, menyesuaikan tradisi, adat sosial dan budaya tempatnya masing-masing.
”Seperti saat ini kan banyak kain kafan, pastinya sudah era modern, jaman kerajaan Islam. Kalau dulu, orang cari ilmu ya sampai menyetubuhi mayat hingga menyesap air liurnya,” ungkapnya.
”Bahkan bisa jadi akan terus ada karena ilmu ini tidak terkungkung batasan apapun. Ilmu pelet bahkan bisa juga dipakai via medsos. Hanya dengan melihat foto postingan, target pelet bisa langsung tersihir,” pungkasnya (azm/gg)
Baca Juga Bagian Dua: Pencurian Kain Kafan dan Dorongan Krisis Ekonomi saat Pandemi
Comments 2