MALANG, Tugujatim.id – dr. Tirta Mandira Hudi atau pria yang disebut dr. Tirta menyebut bahwa informasi terkait vaksinasi COVID-19 masih banyak yang tidak benar, salah paham, salah penyampaian atau missleading. Hal tersebut dikhawatirkan berdampak buruk pada tingkat kepercayaan masyarakat terkait vaksin corona yang diadakan pemerintah.
Hal itu diungkapkan dr. Tirta dalam acara Webinar Nasional Kesehatan dan Ekonomi Nasional Pasca-Vaksinasi yang diadakan oleh Tugu Media Group, perusahaan media yang membawahi tugumalang.id (partner kumparan.com) dan tugujatim.id, bekerjasama dengan Climate Change Frontier (CCF), organisasi yang konsen pada isu lingkungan dan kemanusiaan.
Sebatas informasi acara Webinar Nasional ini juga diudukung oleh Ekonomi Nasional (KPCPEN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Malang, Synchronize Management yang bergerak dibidang managemen Disc Jockey (DJ), Sekolah DJ, Persewaan Alat DJ, dan event oranizer. Didukung juga oleh Wira-Wiri Entertaiment, dan Manusia Peduli Lingkungan (MPL) 8320. MPL 8320 berdiri pada 2019, karena keprihatinan terhadap limbah dan kurangnya kesadaran warga terhadap pelestarian lingkungan.
Kembali lagi ke beberapa informasi terkait vaksinasi yang dianggap ‘missleading’ oleh dr. Tirta. Ia mencontohkan bahwa beberapa hal tersebut yakni informasi terkait vaksinasi COVID-19 yang ditanam microchip di dalam tubuh.
“Selain itu, vaksin itu bukan obat. Ini ‘missleading’ lagi. Vaksinasi itu dipakai untuk memperkuat antibodi tubuh. Vaksin itu dari virus yang dimatikan (atau dilemahkan, red). Sehingga, walau kita sudah vaksinasi, kita harus tetap menjalankan 3M, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Makan yang banyak dan olahraga,” pungkasnya.
Singgung Informasi Terapi Konvalesen
Tak hanya terkait vaksinasi, dr Tirta juga ikut menyinggung terkait terapi plasma konvalesen untuk menyembuhkan COVID-19. Ia menyatakan bahwa media banyak menggunakan isu tersebut sehingga muncul anggapan bahwa terapi tersebut bisa menyembuhkan COVID-19. Padahal, menurutnya terapi tersebut masih butuh tahap uji coba lebih banyak banyak ilmuwan yang meragukan hal tersebut.
“Sedangkan, untuk plasma konvalesen ini (terapi donor darah, red), masih tahap uji klinis, belum bisa dipakai di Indonesia, dipercaya secara ilmiah dalam penggunaan bisa memperparah COVID-19,” lanjut lelaki berusia 29 tahu.
Oleh karena itu, dr. Tirta mengingatkan pada publik dan peserta Zoom Cloud Meeting dalam agenda Webinar Nasional yang diadakan Tugu Media Grup tersebut, bahwa perlu berhati-hati dalam membuat pernyataan.
“Saya tekankan hati-hati saat buat statement, jangan sampai buat ‘missleading’ di kondisi krisis. Makanya saya sering buat video: ‘mangan-mangan-masker’ (makanlah dan pakai masker, red),” tutupnya. (Rangga Aji/gg)