PASURUAN, Tugujatim.id – Dalam proses penyelidikan Polres Pasuruan Kota terkait kasus dugaan korupsi kelompok masyarakat (pokmas) tahun 2020 mulai ditemukan indikasi adanya penyelewengan dana hibah pada 2020. Penyelidikan dugaan korupsi pokmas berawal dari pencairan dana hibah dari Pemprov Jatim kepada pokmas-pokmas yang ada di Kota Pasuruan.
Dana tersebut sejatinya dipakai untuk pembangunan sejumlah sarana infrastruktur. Nilai dana hibah yang diterima pun bervariasi. Masing-masing pokmas dapat dana senilai Rp 100 juta-Rp 200 juta.
Namun, justru ditemukan dugaan penyimpangan karena dalam realisasi pengerjaan proyek di lapangan tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB). Bahkan, diduga ada proyek yang disinyalir fiktif dengan mengklaim hasil dari pembangunan instansi lain.
Kanit Tipikor Satreskrim Polres Pasuruan Kota Ipda Kukuh Eko mengatakan, pihaknya memerlukan waktu untuk bisa menuntaskan kasus korupsi pokmas. Hal ini dikarenakan dugaan penyelewengan dana hibah yang dialokasikan sejak 2020 itu ternyata baru dicairkan di awal 2021. Jadi, dana proyek yang dikendalikan pokmas di lapangan juga baru dijalankan tahun ini.
“Yang jelas kami sudah naikkan ke tingkat penyidikan sejak Oktober 2021. Dengan kata lain sudah ditemukan indikasi penyimpangan,” ujar Kukuh saat dikonfirmasi, Senin (20/12/2021).
Proses penyidikan yang masih berlangsung ini nantinya akan menguak siapa saja pihak yang terlibat dan bertanggung jawab atas dugaan korupsi pokmas. Meski begitu, sampai saat ini Unit Tipikor Polres Pasuruan Kota masih belum menetapkan tersangka atas kasus tersebut.
Menurut Kukuh, pihaknya akan lebih dulu menghitung besaran kerugian negara akibat penyelewengan dana hibah.
Kerugian negara ini nantinya akan dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Dikarenakan marwah dalam menangani kasus pidana korupsi itu utamanya adalah kerugian negara. Nanti itu yang kami hitung lebih dulu bersama BPKP,” imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Advokasi dan Kebijakan (Pusaka) Lujeng Sudarto mengharapkan agar penyidik bisa menemukan siapa saja aktor intelektual di balik dugaan kasus korupsi dana pokmas. Nantinya itu bisa mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
“Terpenting itu aktor intelektualnya. Termasuk jumlah aliran dana yang kemungkinan besar turut dinikmati si aktor intelektual. Kalau aktornya sudah ditangkap, ke depannya penyimpangan dana program pokmas tidak terjadi lagi,” ucap Lujeng.