Moscow – Es di Laut Arktik, Kutub Utara, untuk pertama kali dalam sejarah pencatatan cuaca dimulai tidak membeku di bulan Oktober. Biasanya, es di Laut Laptev di Siberia itu membeku di setiap akhir Oktober. Hal tersebut otomatis memberikan sinyal negatif terkait krisis pemanasan global di Bumi.
Dilansir dari The Guardian, pembekuan tahunan yang tertunda di Laut Laptev itu disebabkan oleh panas yang berlarut-larut di Rusia bagian utara dan intrusi perairan Atlantik. Berdasarkan pendapat dari para ilmuwan iklim, mereka meperingatkan adanya kemungkinan efek knock-on, atau dampak kumulatif tak langsung di wilayah Kutub Utara.
Nothing even comes close to 2020 in our records for sea ice along the Siberian #Arctic…
[*Note that the basin is geographically constrained (same maximum sea ice cover = flat line)] pic.twitter.com/gFelUw3xSq
— Zack Labe (@ZLabe) October 21, 2020
Berdasar pencacatatan, suhu laut di daerah tersebut (Laut Arktik, kawasan Siberia) baru-baru ini naik ke lebih dari 5 derajat celcius di atas rata-rata. Hal tersebut menyusul rekor gelombang panas yang memecahkan rekor dan penurunan es laut musim dingin yang luar biasa lebih awal.
Baca Juga: 6 Rekomendasi Drama Saeguk, Drama Korea Berlatar Belakang Kerajaan
Kondisi Laut Arktik yang tetap dalam kondisi cair disebabkan karena panas yang terperangkap membutuhkan waktu lama untuk menghilang ke atmosfer. Apalagi saat ini posisi matahari tengah merayap naik di atas cakrawala selama lebih dari satu atau dua jam setiap hari. Di mana Kutub Utara semestinya selalu dalam kondisi gelap atau malam hari.
Grafik luas lautan es di Laut Laptev, yang biasanya menunjukkan denyut nadi musiman yang sehat, tampak memiliki garis datar. Akibatnya, ada rekor jumlah laut lepas di Kutub Utara.
“Kurangnya pembekuan sejauh ini pada musim gugur ini belum pernah terjadi sebelumnya di kawasan Arktik Siberia,” ujar Zachary Labe, seorang peneliti dari Colorado State University dilansir The Guardian.
Dia mengatakan kondisi ini sejalan dengan dampak yang diharapkan dari perubahan iklim yang didorong oleh manusia.
“2020 adalah tahun lain yang konsisten dengan Arktik yang berubah dengan cepat. Tanpa pengurangan sistematis dalam gas rumah kaca. Kemungkinan musim panas ‘tanpa es’ pertama akan terus meningkat pada pertengahan abad ke-21,” tulis Labe pada The Guardian melalui e-mail.
Baca Juga: Hobi Menyaksikan Video Binatang Lucu dan Imut Baik untuk Kesehatan, Studi Membuktikan
Berdasar studi sebelumnyam, gelombang panas Siberia tahun ini tercipta setidaknya 600 kali lebih banyak dari emisi industri dan pertanian.
Faktor Lain Lambatnya Pembentukan Es di Laut Arktik: Perubahan Iklim
Namun, tingginya suhu udara bukan satu-satunya faktor yang memperlambat pembentukan es. Perubahan iklim juga mendorong arus Atlantik yang lebih nyaman ke Kutub Utara dan memutus stratifikasi biasa antara perairan dalam yang hangat dan permukaan yang dingin. Hal ini juga menyulitkan pembentukan es.
“Ini melanjutkan rentetan tingkat yang sangat rendah. 14 tahun terakhir, 2007 hingga 2020, adalah 14 tahun terendah dalam catatan satelit yang dimulai pada 1979, ”kata Walt Meier, ilmuwan peneliti senior di Pusat Data Salju dan Es Nasional (National Snow and Ice Data Center), Amerika Serikat.
Dia mengatakan sebagian besar es tua di Kutub Utara sekarang menghilang, meninggalkan es musiman yang lebih tipis. Secara keseluruhan, ketebalan rata-rata adalah setengah dari ketebalan tahun 1980-an.
Baca Juga: Mau Belanja Aman di Online Shop? Tips-tips Ini Wajib Anda Ketahui!
Tren penurunan kemungkinan akan terus berlanjut sampai Laut Arktik mengalami musim panas bebas es pertama. Data dan model menunjukkan bahwa ini akan terjadi antara 2030 dan 2050.
Para ilmuwan khawatir pembekuan yang tertunda dapat memperkuat umpan balik yang mempercepat penurunan lapisan es. Telah diketahui bahwa lapisan es yang lebih kecil berarti lebih sedikit area putih untuk memantulkan panas matahari kembali ke angkasa. Tapi ini bukan satu-satunya alasan Laut Arktik di Kutub Utara memanas lebih dari dua kali lebih cepat dari rata-rata global.
Laut Laptev dikenal sebagai tempat kelahiran es, yang terbentuk di sepanjang pantai pada awal musim dingin. Kemudian es melayang ke barat membawa nutrisi melintasi Kutub Utara, sebelum pecah pada musim semi di Selat Fram antara Greenland dan Svalbard.
Jika es terbentuk di akhir Laptev, es akan lebih tipis dan dengan demikian lebih cenderung mencair sebelum mencapai Selat Fram. Ini bisa berarti lebih sedikit nutrisi untuk plankton Arktik, yang kemudian akan memiliki kapasitas yang berkurang untuk menarik karbon dioksida dari atmosfer.
Baca Juga: Inggris Bakal Kembalikan 5.000 Artefak Kuno ke Irak
Laut yang lebih terbuka juga berarti lebih banyak turbulensi di lapisan atas lautan Arktik, yang menarik lebih banyak air hangat dari kedalaman.
Dr Stefan Hendricks, spesialis fisika es laut di Alfred Wegener Institute, mengatakan tren es laut suram tetapi tidak mengejutkan.
“Ini lebih membuat frustrasi daripada mengejutkan. Ini telah diperkirakan sejak lama, tetapi hanya ada sedikit tanggapan substansial dari para pembuat kebijakan,” ujar Hendricks. (gg)