PASURUAN, Tugujatim.id – Sidang kasus dugaan penimbunan solar di Kota Pasuruan memasuki agenda pemeriksaan terdakwa. Untuk terdakwa Abdul Wahid selaku bos PT Mitra Central Niaga (PT MCN) sempat mengaku diduga pengeluaran usahanya sempat membengkak akibat “setoran” ke sejumlah oknum.
Sidang lanjutan penimbunan solar ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pasuruan, Kamis (09/11/2023). Ketiga terdakwa, Abdul Wachid, Bahtiar Febrian Pratama, dan Sutrisno dimintai keterangan secara virtual daring dari Lapas IIB Pasuruan.
Terdakwa penimbunan solar Abdul Wachid mengakui bahwa dia menjalankan bisnis usaha transportir solar sejak 2018. Namun, di tengah jalan usaha ini sempat terhenti dan baru kembali berjalan pada Mei 2023.
Dalam argumennya, Wachid menyatakan, dia menjalankan dua bisnis berbeda. Di mana menurutnya usaha yang memiliki legalitas adalah PT MCN yang bergerak di jasa transportir atau penyalur solar industri dengan gudang operasional di Jalan Komodor Yos Sudarso, Kecamatan Panggungrejo.
Sementara itu, bisnis sampingannya adalah bisnis ilegal jual beli solar industri. Tapi, usaha ini dilakukan dengan cara menimbun solar subsidi dari sejumlah SPBU. Meski begitu, Wachid mengakui bahwa dua macam bisnis yang dijalankannya ini masih dicatat sebagai satu laporan keuangan.
“Kalau laporan keuangannya memang jadi satu, soalnya ya tidak mau ribet yang mulia,” ujar Wachid.
Bos PT MCN ini mengaku bahwa modal awal yang dikeluarkannya untuk bisnis ilegal jual beli solar senilai Rp200 juta. Uang tersebut dia berikan kepada terdakwa Bahtiar Febrian Pratama sebagai koordinator lapangan. Dari uang Rp200 juta tersebut, Febri kemudian berkoordinasi dengan terdakwa Sutrisno selaku koordinator sopir.
Sutrisno kemudian menyewa dua buah truk kuning kepada pihak lain senilai Rp4,5 juta per bulan. Sutrisno juga yang memodifikasi truk tersebut dengan kapasitas tangki besar dan dilengkapi instalasi pompa.
“Saya beli tangki tambahan senilai Rp20 juta, lalu modifikasinya ke bengkel di Purwosari,” ucap Sutrisno.
Ketua Majelis Hakim Yuniar Yudha Himawan sempat menanyakan rata-rata keuntungan yang didapat dari bisnis jual beli solar subsidi ilegal yang ditimbun tersebut. Wachid menyebut bahwa keuntungannya berkisar antara Rp80 juta-Rp300 juta per bulan. Di mana per bulan, Wachid mengaku bisa menimbun BBM sebanyak antara 7.000-15.000 liter.
“Keuntungannya tidak pasti yang mulia, itu bisa dikatakan keuntungan bersih,” imbuhnya.
Ditanya hakim terkait untuk apa uang keuntungan jual beli solar itu dipergunakan, Wachid menjelaskan bahwa ada beberapa pengeluaran kebutuhan. Di antaranya, untuk bayar angsuran dan biaya perawatan mobil rusak.
Namun, Wachid tidak menampik bahwa banyak pula pengeluaran tidak terduga. Hakim kemudian meminta JPU membacakan salah satu poin keterangan Wachid dalam BAP terkait pengeluaran tidak terduga.
Dalam BAP, Wachid menyatakan ada “setoran-setoran” ke beberapa pihak. Mulai dari koordinasi dengan oknum media, LSM, hingga petugas lapangan. Namun, dalam sidang tidak dijelaskan lebih jelas, siapa yang dimaksud oknum petugas lapangan tersebut.
Wachid mengatakan, dalam dua bulan terakhir, “setoran” untuk oknum-oknum tersebut membengkak hingga Rp400 juta, lebih tinggi dari pendapat usahanya.
“Dulunya sebulan cuma Rp50 juta-Rp 100 juta, tapi membengkak sampai Rp400 juta. Saya sampai sempat kepikiran untuk berhenti (bisnis solar ilegal) yang mulia,” ujarnya.
Writer: Laoh Mahfud
Editor: Dwi Lindawati