Impian Kades Kebontunggul Mojokerto, Ubah Desa Tertinggal Jadi Desa Mandiri

Kepala Desa Kebontunggul (bertopi dan berbaju putih) ikut memasang wahana flying fox. Foto: Hanif Nanda/Tugu Jatim

MOJOKERTO, Tugujatim.id – Sosoknya tegas namun santai. Gaya bicaranya luwes namun terarah. Namun siapa sangka ia berhasil merubah desanya dari desa tertinggal menjadi desa mandiri.

Kepala Desa (Kades) Kebontunggul, Siandi mengelola desanya dari tertinggal menjadi mandiri. Ia melihat ada potensi di desanya. Maka, butuh ide nyata agar harapan menjadi desa mandiri bisa terwujud.

“Semua harus dimulai karena gila. Gila maksudnya bila ada ide, langsung aksi. Selama ide itu bukan ide untuk keburukan,” kata Siandi.

Alumni Universitas Sunan Giri itu berkisah bahwa butuh perjuangan yang tidak sedikit. Awalnya, banyak warga menolak ide tentang desa wisata. Banyak warga menganggap ide itu hal yang mustahil.

“Saya belain merogoh kocek pribadi. Sudah ratusan juta kalau dihitung. Semua ya demi ide gila saya tadi,” uja Siandi.

Setelah melewati beberapa tahun, ide Siandi mulai dilaksanakan. Ia dan segenap perangkat desa mulai mencicil impian membangun desa wisata pada 2017 dengan dana desa sebesar Rp250 juta. Dana tersebut diwujudkan untuk membangun infrastruktur empat gazebo, kolam renang, dua pos keamanan, dan empat kios.

Pada 2017, Siandi mengakui bahwa tahap awal pembangunan menjadi tahapan paling berat. Dengan dana yang tersedia, ia masih kuatir bila progres pembangunan tersendat dan tidak selesai.

Pelan namun pasti, tiap tahun progres pembangunan Desa Wisata Kebontunggul menemui titik terang. Banyak warga akhirnya mendukung. Peran BUMDes juga lebih dioptimalkan dalam membantu progres pembangunan desa wisata.

“Alhamdulillah pada tahun 2019 kami mendapat reward Rp2,2 M dari Pemda Mojokerto dan dikawal TNI berupa program TMMD yaitu TNI Manunggal Membangun Desa,” kata Siandi.

Kin, beberapa perguruan tinggi digandeng untuk kerja sama dengan Desa Kebontunggul. Kampus ITS, Unesa, dan Ubaya tercatat berupa pendampingan melalui lembaga pengabdian masyarakat masing-masing.

“Meski kami sudah berstatus desa mandiri, kami tetap ingin terus berusaha memberi manfaat kepada desa lain. Kami terbuka untuk saling belajar bersama memajukan desa,” tutup alumni STIE Indonesia Malang itu.