Kehidupan Penyu Laut Terancam Sampah Manusia
Sudah bukan rahasia lagi jika habitat penyu laut kini semakin terancam. Selain karena memang menjadi sasaran predator laut, ternyata sampah manusia menjadi momok bagi hewan menggemaskan ini.
Ketua Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC), Saturi, mengatakan jika setiap tahun ada saja penyu yang mati akibat memakan sampah.
“Kita bahkan membuatkan makam khusus untuk penyu di Pantai Bajulmati ini,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Mengintip Film Tilik, Diproduksi Tahun 2018, Viral Tahun 2020
Binatang bercangkang yang mati tersebut sebelum dikubur biasanya akan dibedah terlebih dahulu. “Ini agar kita bisa mengeluarkan sampah-sampah di dalam tubuhnya,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Saturi mewanti-wanti agar wisatawan agar lebih peduli pada laut. Caranya dengan tidak buang sampah sembarangan.
“Terutama plastik itu yang menjadi ancaman bagi penyu. Karena dari Wisatawan di sini kadang-kadang kita harus memberikan pengertian,” bebernya.
Selain sampah, ia juga memperingatkan wisatawan tidak membuat api unggun di pantai. “Sehingga kita himbau gara tidak membuang sampah sembarangan atau membuat api unggun karena ada penyunya,” tegasnya.
Baca Juga: Wiji Thukul, Mengenang Sastrawan dan Aktivis yang Hilang pada Masa Orde Baru
“Kegiatan ini kita utamakan di sosialisasi dan edukasi terkait konservasi terutama penyu. Tujuannya biar konservasi penyu ini semakin dikenal, sehingga masyarakat paham terkait penyu,” sambungnya.
Terakhir, ia mengatakan jika keberlangsungan hidup hewan air laut ini sangat penting untuk ekosistem laut. “Bahwa ternyata penyu ini sangat penting perannya bagi ekosistem laut,” tutupnya.
Melihat Ketangguhan Anak Penyu yang Mengarungi Laut Melawan Ancaman Predator
Bagi banyak orang penyu laut adalah hewan yang menggemaskan sehingga seringkali diajak selfie ketika tidak sengaja bertemu di pantai.
Namun, siapa yang tahu jika sebenarnya anak binatang yang biasa disebut tukik sebenarnya hidup penuh ancaman sejak masih telur.
Ketua Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC), Saturi, mengatakan jika penyu hijau dan penyu abu-abu biasanya bertelur di bulan April sampai Februari. “Karena penyu ini menetasnya musiman,” ungkap Saturi beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Awas, Obesitas Tingkatkan Risiko Kematian COVID-19 hingga 48 Persen
Induk penyu, biasanya akan menggali lubang di pinggiran pantai untuk mengubur telur-telurnya. Biasanya binatang yang banyak dianggap sama dengan kura-kura ini bisa bertelur antara 80-100 telur.
Setelah mengeluarkan terlur, induk akan langsung kembali ke laut dan meninggalkan calon-calon anaknya.
Telur-telur tersebut akan menetas sekitar 46 hari setelah ditinggalkan induknya. Dan mereka akan berjalan sendiri menuju laut secara naluriah.
Telur-telur itu sendiri bukan tanpa ancaman, pihak BSCT biasanya mengamankan telur-telur tersebut dari ancaman predator atau tangan jahil manusia di Pantai Bajulmati.
Setelah, tukik-tukik ini lahir, pihak BSCT biasanya akan merilis mereka agar berjalan sendiri ke laut pada sore hari.
Pemilihan sore hari sendiri bukan tanpa alasan, karena dengan merilis sore hari akan memperpanjang harapan hidup tukik-tukik ini.
“Dipilih melepaskan sore hari ada alasan khusus, tujuannya agar tidak dimakan predator. Sehingga dari semua alasan-alasan memang harus sore hari kalau melepaskan,” tegas Saturi.
Faktanya, dari puluhan sampai ratusan telur, kurang dari 1 persen tukik yang berhasil hidup karena menjadi mangsa predator.
“Iya memang benar, makanya dilepas sore hari agar terhindar dari predator seperti hiu dan ikan-ikan besar,” ungkapnya.
Terakhir, Saturi menjelaskan jika melepas pada sore hari bisa memberikan waktu adaptasi lebih lama. Karena para predator tukik biasanya aktif pada pagi hari.
“Kalau dirilis pada pagi hari, alam juga belum memberikan kesempatan untuk adaptasi,” pungkasnya.
Reporter: Rizal Adhi Pratama
Editor: Gigih Mazda