BOGOR, Tugujatim.id – Kementrian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) segera menerbitkan buku panduan manasik haji di tengah pandemi Covid-19 pada bulan Juni 2021 mendatang. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian pelayanan sekaligus mitigasi jika haji diselenggarakan dalam suasana pandemi.
Dilansir di website kemenag.go.id, Plt Dirjen PHU Khoirizi mengatakan, panduan ini disusun dan dibahas bersama para pakar Fikih dari MUI dan berbagai ormas Islam. Selain itu, pihaknya juga telah menggelar Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2021 pada akhir April 2021 untuk membahas manasik haji di masa pandemi.
“Buku ini akan segera diterbitkan agar bisa dibaca dan dipahami jemaah haji,” terang Khoirizi saat membuka Finalisasi Penyusunan Buku Panduan Bimbingan Manasik Haji di Masa Pandemi, di Bogor, Senin (24/5/2021).
Menurutnya, buku ini disusun melalui diskusi yang intensif. Pembahasannya juga komprehansif. Yakni dengan merujuk kepada dalil Naqli, serta pendapat para fuqaha dari madzhab-madzhab yang ada. Dari hasil diskusi, dipahami bahwa pandemi Covid-19 adalah kondisi khusus yang perlu dicarikan solusi hukum yang representatif bagi jemaah dalam beribadah haji tanpa mengabaikan substansinya.
“Kehadiran buku ini menjadi salah satu bentuk tanggung jawab dan persiapan pemerintah dalam menyelenggarakan ibadah haji di masa pandemi,” lanjutnya.
Kasubdit Bimbingan Ibadah Arsyad Hidayat menambahkan, finalisasi dilakukan untuk menyesuaikan narasi buku berdasarkan sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dalam Bahtsul Masail Perhajian Indonesia Tahun 2021. Finalisasi ini dilakukan oleh sejumlah ahli Fikih perhajian, praktisi haji, dan juga akademisi.
“Buku ini, nantinya akan menjadi panduan bagi para pembimbing dan jemaah haji dalam melaksanakan manasik haji, baik di tanah air, selama penerbangan, maupun di tanah suci,” papar Arsyad.
Pembahasan yang mengemuka dalam proses finalisasi ini, kata Arsyad, antara lain terkait: penerapan protokol kesehatan dalam beribadah haji, hukum jemaah berihram di Makkah selesai menjalani karantina, Niat Istirath (niat yang disertai sarat jika ada kondisi yang mengharuskan dirinya tidak bisa melanjutkan umrah/hajinya, maka tidak dikenai dam atau denda).
Isu lainnya, lanjut Arsyad, terkait tuntunan untuk mengantisipasi berlakunya larangan istilam Hajar Aswad dan Rukun Yamani, larangan berdoa di Multazam dan salat di Hijir Ismail, larangan mabit di Muzdalifah atau Mina, dan hukum Thawaf Ifadlah sekaligus Wada.
“Termasuk juga hukum membadalhajikan jemaah yang terpapar Covid-19,” tandasnya.