TUBAN, Tugujatim.id – Sebanyak 40 Jurnalis dari berbagai komunitas dan media di Tuban berdiskusi terkait kemerdekaan pers di era milenial. Kegiatan diskusi yang dikemas dengan Cangkrukan Jurnalistik ini menghadirkan 3 pemantik dari wartawan senior di Bumi Wali.
Mereka adalah Edy Purnomo General Manager (GM) blokTuban.com, Sriwoyo, pimpinan redaksi blokTuban.com, dan Teguh Budi Utomo, pimpinan redaksi Suarabanyuurip.com.
Dalam Cangkrukan Jurnalistik ini, ada tiga pembahasan yang menjadi bahan diskusi. Yakni UU ITE, UU Pers, dan kode etik junalistik.
Ketua Ronggolawe Press Solidarity (RPS) Tuban, Khoirul Huda, mengharap kegiatan ini bisa berlanjut, karena pengetahuan jurnalistik terus berkembang. Dia juga menyampaikan, alasan mengambil tema refleksi, karena di Tuban terus bermunculan oknum yang mengaku wartawan, sehingga kompetensi wartawan penting untuk terus ditingkatkan.
“Selain merefleksi kemerdekaan pers, kami juga ingin wawasan jurnalis Tuban berkembang seiring dengan perkembangan ilmu jurnalistik,” ujar Khoirul.
Sementara itu, Senior Manager Of Corporate Communication SIG Ghopo Tuban, Setiawan Prasetyo menilai cangkrukan jurnalistik kali ini menarik. SIG mengapresiasi dan berharap kegiatan cangkrukan ini dapat berlanjut 6 bulan sekali.
Melalui cangkrukan jurnalistik semoga para peserta mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Sekaligus komitmen untuk menjunjung tinggi kemerdekaan pers.
“Selamat bercangkrukan dan semoga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Arif Handoyo, Kadis Kominfo Statistika dan Persandian Tuban mendukung program RPS dan SIG untuk menambah pengetahuan jurnalis Tuban.
Cangkrukan jurnalistik yang digelar RPS ini, tidak hanya bermanfaaat untuk wartawan tetapi juga untuk humas Pemkab dan DPRD.
“Ke depan Kominfo akan menyinergikan kegiatan wartawan, SIG, dengan Pemkab. Dengan peran serta para jurnalis, pembangunan di Tuban semakin optimal,” sambungnya.
Masuk dalam sesi cangkrukan, Edy Purnomo mengawali dengan membahas UU ITE. Di mana UU tersebut pertama kali diundangkan pada 21 April 2008.
Tujuan dari UU ITE untuk mengatur Ecomerce (nama domain, tandatangan elektronik, jual beli, dsb), dan tindak pidana teknologi informasi (konten ilegal, sara, dsb).
“Yang sering menjerat jurnalis atau wartawan adalah soal konten,” ujar Edy sapaan akrabnya.
Trainer Cek Fakta itu juga menyinggung, kenapa UU UTE mengancam kebebasan pers. Berdasarkan catatan safenet, dalam waktu rentang 2017-2021 ada 24 jurnalis yang dilaporkan karena UU ITE. Terbanyak di tahun 2018 ada 7 kasus dan 2019 ada 8 kasus.
“Meski begitu, para jurnalis harus tetap berhati-hati dalam menjalankan tugas. Terutama jurnalis media online, yang sangat mengandalkan dunia maya untuk proses penyebaran informasi,” jelasnya.
Dalam menyajikan produk jurnalistik, disambung Sriwiyono yang membahas UU Pers 40/1999, dalam BAB 1 pada butir 10 bahwa jurnalis dan wartawan memiliki hak tolak menyebutkan nama dan identitas sumber berita.
“Namun, ini harus dilihat situasi dan kondisi serta urgensi atau kepentingannya apa. Sebelum menulis berita, harus kuat di data, ada perjanjian dengan narasumber, dan wajib ada konfirmasi,” jelas Sriwiyono.
Diskusi terakhir membahas etika profesi dan jurnalisme yang disampaikan Teguh Budi Utomo. Selain etika, seorang jurnalis harus memperhatikan beberapa prinsip seperti prinsip tanggungjawab, keadilan, ekonomi, dan integritas moral.
“Tujuan etika profesi agar bertindak profesional, menjaga kesejahteraan keluarga, memiliki sistem kinerja tertib, dan meningkatkan produktifitas,” jelas Pimpinan Redaksi Suarabanyuurp.com itu.
Jurnalis yang tinggal di Tuban itu, meminta setiap jurnalis sebelum menjalankan profesinya untuk mambaca dan memahami 11 kode etik jurnalistik. Dengan begitu, refleksi kemerdekaan pers dalam acara cangkrukan jurnalistik kali ini bermanfaat untuk semuanya.