MALANG, Tugumalang.id – Malam itu, Rabu (23/12/2020), wajah Soelipno masih berpeluh keringat. Dia baru saja bermain bulu tangkis di sebuah lapangan indoor di Jalan Plaosan Timur, Nomor 90, Kota Malang.
’’Ya meski ini sudah tua-tua, tapi pukulannya masih kencang-kencang Mas, itu lihat,” kata Soelipno membuka pembicaraan.
Malam itu, Soelipno bermain dengan teman-temannya yang tegabung dalam tim Plankton atau kepanjangan dari Plaosan Genk Badminton. Plaosan merujuk nama jalan di daerah tersebut. Gedung yang dipakai untuk bermain ini adalah gedung milik Soelipno.
Baca Juga: 14 Juta Ton Sampah Plastik Mengendap di Dasar Lautan, Studi Membuktikan
Luas gedung ini sekitar satu kali lapangan futsal.”Hanya ada satu lapangan badminton, sehingga harus bergantian,” kata pria yang berprofesi sebagai pengusaha distributor mesin foto copy ini.
Menariknya, tempat ini oleh Soelipno tidak dikomersilkan. Oleh pria dua orang anak ini, lapangan ini dijadikan sebagai tempat kegiatan sosial.
”Semua boleh main di sini, tanpa harus takut tidak perlu bayar,” kata pria yang tinggal di Perumahan Araya ini.
Ya, di lapangan ini, memang menerapkan subsidi silang. Misal, pengusaha yang berkecukupan, membayar untuk warga tak mampu yang ingin main, tapi tidak punya uang.
”Seperti tim Plankton ini bayar, tapi untuk beli shuttlecock, itu lihat sendiri, pukulannya kencang-kencang,’’ imbuhnya.
Sedangkan sisanya, kata Soelipno, dibelikan konsumsi.’’Ini kalau main pasti ada gorengan, jadi dibelikan ini juga,’’ tambahnya.
Baca Juga: 5 Fakta Pulau Sempu yang Ingin Dibangun Lapas oleh Kemenkumham
Soelipno mengatakan, sejak dirinya membeli bangunan ini, dan dijadikan lapangan bulu tangkis sekitar lima tahun lalu, dia memang bertekad ingin lapangan ini bisa digunakan siapa saja.
’’Yang main di sini, mulai dari anggota RW, alumni SMA saya, hingga para pemula yang rutin bermain di hari Sabtu,’’ imbuh pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Atma Jaya, Yogyakarta ini.
Dengan adanya fasilitas ini, dia tidak ingin melihat ada anak-anak yang tidak main karena tidak punya dana.
”Dulu keluarga kami mainnya adalah main sepakbola karena murah, kalau Bulutangkis tidak punya dana waktu itu, ibu kami dulu adalah pembantu rumah tangga, sehingga sangat keterbatasan ekonomi,’’ imbuhnya.
Baca Juga: Gawat, Kontaminasi Mikroplastik Sungai Brantas Sudah Terjadi Sejak dari Malang
Ke depan, dia berharap muncul atlet-atlet berprestasi dari lapangan gratis yang dia sediakan itu.
’’Teman-teman alumni SMA saya mau mendirikan Persatuan Bulutangkis (PB), dari situ diharapkan banyak atlet-atlet potensial yang berprestasi,’’ pungkasnya. (riq/gg)