SURABAYA, Tugujatim.id – Ada komunitas unik yang namanya terbilang ‘harum’ di Surabaya. Sebung Surabaya namanya. Keunikan komunitas ini adalah kegiatan yang kerap mereka lakukan, yaitu membagi nasi bungkus di tengah malam. Yakni sekitar pukul 23.00 hingga pukul 01.00 dini hari.
Sasaran sedekah nasi bungkus dari komunitas ini sendiri yakni masyarakat kecil seperti pengemis, pemulung, pengangguran, tukang becak, pedagang asongan, hinggu buruh pabrik, dan rakyat miskin kota yang berpacu dengan hiruk-pikuk kehidupan di Kota Pahlawan.
Komunitas Sebung Surabaya sendiri merupakan kependekan dari ‘sego bungkus’ atau jika di-bahasa Indonesia-kan artinya yakni ‘nasi bungkus’.
Komunitas ini dibentuk sejak 12 Desember 2012. Artinya, saat ini sudah berumur 9 tahun. Saat ini, Komunitas ini telah memiliki 13 pemuda-pemudi aktif yang gemar menanam kebaikan sosial dari sebungkus nasi untuk masyarakat kecil yang tinggal di sudut-sudut Kota Surabaya.
“Dulu yang mendirikan komunitas Sebung Surabaya ada tiga orang, namanya kak Arga, kak Ian dan kak Esta. Motivasi saya gabung di Sebung Surabaya itu ingin melepas penat pekerjaan dan bertemu banyak orang yang ‘open minded’, saling menularkan hal-hal positif dalam kehidupan,” terang Qonita Zulfa Rachmawati, Koordinator Sebung Surabaya pada Tugu Jatim, Selasa (02/02/2021).
Tiga tahun lalu, Tugu Jatim sempat mengikuti kegiatan komunitas Sebung bersama kawan-kawan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Nasi bungkus yang masih hangat dibagi, tampak wajah tukang becak itu tersenyum lembut tatkala dibangunkan oleh pemuda-pemudi komunitas Sebung Surabaya. Senyum mereka bermekaran, sembari mengucapkan ‘terima kasih’ pada tim pembagi nasi bungkus tersebut.
Qonita Zulfa menjelaskan, tidak sedikit relasi yang dijalin oleh komunitas ini dari kegiatan bagi-bagi nasi bungkus tiap tengah malam itu. Ada dari sesama komunitas juga ikut berpartisipasi, selain itu media partner mulai berdatangan, media televisi, organisasi kampus, donatur dan sekian instansi pun meramaikan kegiatan positif tersebut.
“Ada banyak mas (yang sudah menjalin relasi dengan komunitas Sebung Surabaya, red), dari berbagai komunitas sosial lainnya di Kota Pahlawan, media partner, media televisi, jurnalis, organisasi kampus, perkumpulan anak muda, dan berbagai instansi lainnya,” jelas Qonita Zulfa.
Saat kaum metropolis kelas menengah atas di Surabaya sudah tertidur lelap dengan selimut hangat bak kereta kencana yang mengantarnya pada mimpi-mimpi indah, justru pemuda-pemudi komunitas Sebung Surabaya memilih untuk bangun, berkeliling dengan kawan-kawan untuk membagi nasi bungkus dan melukis senyuman di wajah rakyat miskin kota yang menahan lapar di tengah dinginnya malam.
“Untuk syarat bergabung, tidak ada syarat tertentu. Komunitas Sebung Surabaya terbuka untuk seluruh kalangan (latar belakang apapun, entah itu pelajar, mahasiswa, pegawai, pegiat sosial, aktivis, organisatoris, dan lain-lain boleh bergabung, red) dari seluruh rentang usia juga,” imbuh Qonita Zulfa.
Tujuan dibentuknya komunitas itu sendiri yakni untuk menjadi wadah kegiatan positif bagi masyarakat, khususnya pemuda-pemudi agar menyadari dan memiliki semangat berbagi pada sesama, terlebih pada rakyat pinggiran kota yang kekurangan dan memerlukan bantuan.
Memiliki Tim Survei dan Tim Kreatif
Pembagian nasi bungkus yang dilakukan seringkali melewati rute di Surabaya Utara, Surabaya Timur dan Surabaya Selatan. Mereka mempunyai tim survei yang berperan secara operasional dalam mengecek lokasi-lokasi baru yang akan menjadi target penerima nasi bungkus dari komunitas Sebung Surabaya.
“Untuk nasi bungkus sendiri, sejauh ini kami sudah menjangkau lokasi Surabaya bagian Utara, Timur, dan Selatan. Ada beberapa wilayah yang tidak kami temukan target penerima (bagian Surabaya Barat, red), selain itu juga mempertimbangkan efisiensi jarak dan waktu pembagian nasi bungkus,” terang Qonita Zulfa
Sebung Surabaya juga telah mempunyai tim kreatif yang membuat konten atraktif agar masyarakat lebih mengenal Sebung Surabaya dan tergerak menjadi salah satu donatur untuk anggaran pembelian nasi bungkus yang dibagikan pada pengemis, pengamen, tukang becar, buruh pabrik, pedagang asongan dan rakyat kecil lainnya.
“Untuk menyesuaikan jumlah nasi yang dipesan sesuai dengan donasi yang kami terima dari donatur. Untuk mempertahankan, kami rutin memberi laporan pertanggungjawaban pada donatur yang memberi amanahnya pada Komunitas Sebung Surabaya, serta aktif mempublikasi kegiatan di sosial media, sehingga transparansi pelaksanaan kegiatan sangat jelas,” lanjutnya.
Melalui dokumentasi dan catatan semacam ini, kebaikan hati dan kepedulian sosial dari komunitas Sebung Surabaya dapat tersampaikan ke beragam daerah dan latar belakang, yang berpeluang mengetuk hati mereka untuk menjadi salah satu donatur atau membangun komunitas Sebung-Sebung lainnya di lokasi tinggal masing-masing. (Rangga Aji/gg)