KEDIRI, Tugujatim.id – Sistem distribusi air zaman sekarang sudah banyak yang dibantu mesin. Namun, teknologi di zaman kerajaan Majapahit tidak kalah majunya meskipun tidak menggunakan mesin.
Seperti halnya cagar budaya bernama arung atau lorong bawah tanah di Desa Keling, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. Arung merupakan teknik yang digunakan masyarakat pada zaman itu untuk mendistribusikan air.
Sejarawan Kediri, Novi Bahrul Munib, mengatakan bahwa arung atau terowongan banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu di Pasuruan, Mojokerto, Jombang dan Kediri. Banyak Sumber mata air yang berada di Kediri merupakan hasil dari arung tersebut.
“Arung ini tidak terbentuk secara alami, tapi itu dibuat mbah-mbah kita dulu,” ungkap Novi saat diskusi di lokasi Goa Jegles, Sabtu (22/1/2022)
Novi menjelaskan Arung memang digunakan untuk mengangkat air dari sumber mata air ke tempat yang lain tersebut. Biasanya digunakan untuk mendukung pengairan pertanian sistem subak.
Dengan ciri arung yaitu dibuat terowongan dari hulu ke hilir dan setiap beberapa ratus meter dibuat lubang ke atas yang disebut sumuran yang berfungsi sebagai saliran udara. Ketika berada di sekitar tebing maka sumuran tersebut diarahkan ke samping.
“Kalau serang banyak rekayasa bendungan, pompa dengan mesin, dulu menggunakan instalasi arung atau terowongan bawah tanah ini, jangan bilang sistem pertanian subak hanya di Bali, dulu di Kediri pernah eksis,” jelasnya.
Dia juga mengatakan di zaman dulu memang air dan tanah menjadi hal yang sensitif. Sehingga, pengaturan distribusi air ini diatur dangan Arung.
“Biasanya untuk pengairan lahan pertania,” ujarnya.
Dalam perjalan sejarah arung atau yang biasa disebut orang sebagai Goa, menurut Novi banyak mengalami perubahan fungsi. Terowongan tersebut juga digunakan sebagai tempat persembunyian, bahkan juga digunakan untuk pertapaaan.
Seperti di Goa Jegles yang juga sempat menjadi pertapaan sekarang menjadi tempat wisata.
“Biasanya yang berada di tepi-tepi sungai, contoh arung yang di sini, ada juga di Surowono atau arung Surowono,” pungasnya.