MALANG, Tugujatim.id – Apa Anda mengetahui istilah dunning kruger effect? Barangkali istilah ini masih belum terlalu familier di telinga Anda. Tapi, jika pernah bertemu dengan orang yang merasa sok pintar, bahkan jadi orang yang paling mampu tapi aslinya tidak. Inilah yang disebut dunning kriger effect. Orang yang seperti ini biasanya tidak dapat menilai kemampuannya sendiri, merasa paling kompeten di luar kapasitasnya, hingga memiliki kepercayaan yang tinggi lho!
Dunning kruger effect ini menjadi sebuah fenomena bias kognitif atau pemikiran over narsistik terhadap kepandaian seseorang pada dirinya sendiri. Karena itu, mereka menganggap bahwa apa yang dipercayai, dipahami, atau dilakukan pasti adalah suatu kebenaran dan tak bisa diragukan lagi oleh siapa pun.
Untuk diketahui, istilah dunning kruger effect kali pertama diperkenalkan pada 1999 oleh dua psikolog bernama David Dunning dan Justin Kruger. Saat itu mereka menemui kasus perampokan bank, di mana tersangka memiliki pemikiran yang unik. Perampok itu bernama McArthur Wheeler, dia saat melancarkan aksinya tidak menggunakan alat penyamaran apa pun, termasuk topeng maupun penutup wajah.
Ternyata tersangka merasa sangat yakin aksinya tidak diketahui karena dia telah melumuri wajahnya dengan perasan air jeruk. Sebagaimana yang sangat diyakini pelaku bahwa perasan air jeruk dapat digunakan untuk menghilangkan tulisan. Berbekal keyakinan atas pengetahuannya tersebut, si perampok mengimplementasikan efek tidak kasatmata dari perasan air jeruk kepada wajahnya untuk mengelabui kamera pengawas.
Dia yakin akan membuat sejarah perampokan paling brilian sepanjang masa. Padahal, setelahnya tidak butuh waktu lama bagi polisi menemukannya. Tentu saja, tersangka sangat heran dan bertanya-tanya bagaimana polisi bisa menemukanya dengan cepat. Pada akhirnya, dua psikolog itu melakukan penelitian dengan kasus-kasus serupa.
Keduanya kemudian mengumpulkan beberapa partisipan, kemudian menguji para peserta pada logika, tata bahasa, dan selera humor, dan menemukan bahwa mereka yang tampil di kuartil bawah (nilai di bawah standar) menilai keterampilan mereka jauh di atas rata-rata. Akhirnya mereka bisa menarik kesimpulan bahwa fenomena ini ada karena adanya dorongan akibat beban ganda yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
Contoh kecil saja ketika Anda menonton sepak bola, sering kali merasa para pemain di lapangan sangat tidak pintar mencetak gol. Padahal, itu sudah di depan gawang lawan. Belum lagi Anda mengkritisi pelatih dalam meramu strategi permainan. Istilah sarkas “Penontonnya lebih jago dari pemain bolanya”.
Sejalan dengan kutipan Al Imam Ghazali, “Seseorang yang tidak tahu (tidak berilmu), dan dia tidak tahu kalau dirinya tidak tahu. Inilah jenis manusia yang paling buruk. Ini jenis manusia yang selalu merasa mengerti, selalu merasa tahu, selalu merasa memiliki ilmu, padahal dia tidak tahu apa-apa”.
—
Terima kasih sudah membaca artikel kami. Ikuti media sosial kami yakni Instagram @tugujatim , Facebook Tugu Jatim ,
Youtube Tugu Jatim ID , dan Twitter @tugujatim